Salatiga, Mediakita.co,- Jika masyarakat Salatiga bergembira dengan dibukanya kembali Lapangan Pancasila pasca revitalisasi, maka tidak bagi Ronni Arif Arianto. Seniman itu terlarut dalam suasa sedih karena penghargaan atas karya ciptanya “Monumen Pancasila”, tidak mendapatkan perhatian dari pihak terkait.
“Sekitar 2014 saya ada pameran lukisan dengan sesama seniman Salatiga. Sempat ngobrol dengan Pak Wali, dan saya usul adanya ikon bagi salatiga. Saat itu Pak Wali meminta dicoba untuk didesain”, jelas Ronnie Arto, sapaan akrab Ronni Arif Arianto, baru-baru ini. Ronnie menambahkan bahwa saat desain awal, belum ada patung pahlawan seperti sekarang.
Proses desain mandeg karena permasalahan yang membelit keluarga Walikota. “Saya mulai lagi pada 2017, ganti tim berbeda dengan yang lama. Hingga pembuatan maket di Jakarta awal 2019,” Ungkap Ronnie.
Ronnie pernah dipanggil pihak Pemkot untuk mempresentasikan desainnya. “Saya diundang untuk menjelaskan desain saya dihadapan aparat pemerintah, tapi sayang tidak saya dokumentasi,” kata pria yang pernah mengenyam pendidikan di Akademi Seni Rupa Indonesia, walau tidak sampai lulus.
Ronnie sempat terkejut karena sejumlah spesifikasi yang ada di gambar yang diberikan pihak kontraktorpun berubah dari yang dia usulkan. Salah satunya mengenai penggunaan batu, “Saya ingin batu kali, bukan palimanan yang gampang kotor dan aus,” terang Ronnie.
Kini, saat Monumen Pancasila telah berdiri dengan gagahnya di Alun-alun Pancasila Salatiga dan menjadi ikon baru Kota Hati Beriman, Ronnie meminta keadilan. Keadilan yang dimaksud adalah penghargaan berupa harga yang seharusnya didapatnya sebagai orang yang mendesain monumen itu.
Kuasa Hukum Ronnie Arto, Joko Tirtono, menegaskan bahwa pihaknya sedang mempersiapkan data-data yang diperlukan guna membantu kliennya mendapatkan hak-haknya. (sf/Mediakita.co).
Baca juga: Ronnie Arto, Pelukis Aliran “Sesat” Asal Salatiga