SEJAGAT, mediakita.co– Unjuk rasa memprotes kematian George Floyd, pria berkulit hitam oleh polisi yang menangkapnya di Minneapolis, Amerika Serikat terus terjadi bahkan kian meluas. George Floyd meninggal pada Senin (24/05/2020), akibat lehernya ditekan lutut anggota Kepolisian yang menangkapnya.
Vidio detik-detik penangkapan George Floyd yang menggambarkan seorang polisi tengah menekan lehernya dengan lutut pun viral di media sosial.
Otoritas setempat menyebut demonstrasi atas kematian George Floyd di Minneapolis kini telah terbagi ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama menuntut menuntut keadilan atas kematian Floyd. Sedangkan kelompok kedua, aksi yang membuat kekacauan dan melakukan penjarahan.
Dikabarkan, unjuk rasa di Gedung Putih, Washington DC, Amerika Serikat (AS) pada Jumat (29/5) malam, memaksa Presiden Donald Trump dibawa ke bunker bawah tanah selama beberapa saat.
Dilansir CNN, Senin (1/6/2020), seorang pejabat Gedung Putih yang enggan disebut namanya dan seorang sumber penegak hukum AS menyebut Trump sempat dibawa ke bunker bawah tanah selama kurang dari satu jam.
Unjuk rasa ini tak berhenti diwilayah Minneapolis. Sejumlah wilayah AS seperti Los Angeles, Kentucky, Atlanta, Denver dan Oakland pun telah bergejolak dengan aksi masa yang sama. Akibatnya, pemerintah setempat memberlakukan jam malam sebagai upaya untuk mengegendalikan aksi tersebut.
Unjuk rasa atas kematian George Floyd, tak berhenti di dalam negeri, Amerika Serikat. Unjuk rasa ini dikabarkan telah menyebar ke dunia internasional. Inggris dan Jerman, adalah negara yang warganya telah menggelar aksi serupa.
Dikabarkan, Ratusan orang di London dan Berlin telah menggelar aksi solidaritas terhadap publik AS yang tengah menggelar aksi protes besar-besaran di puluhan kota di negara Paman Sam.
Dilansir Reuters, Senin (1/6/2020), para demonstran yang berkumpul di Alun-alun Tafalgar pada Minggu (31/5) waktu setempat melakukan aksi berlutut bersama-sama, sambil meneriakkan ‘Tidak ada keadilan, tidak ada perdamaian’.
Gelombang ujuk rasa yang terus melebar di Amerika Serikat ini digelar untuk menuntut kesetaraan manusia tanpa emmandang ras, suku, ataupun agama. Kematian Floyd terbukti menjadi fenomena gunung es tentang rasialisme yang telah memakan korban jiwa.
Terkini, mantan ibu negara AS, Michelle Obama pun angkat bicara. Melalui akun Instagram pribadinya, @MichelleObama, istri dari mantan presiden Amerika Barack Obama merilis pernyataan tentang pentingnya introspeksi diri dan menghapus rasisme setelah pembunuhan George Floyd.
“Seperti banyak dari Anda, saya sedih dengan tragedi baru-baru ini,” tukas istri Presiden ke-44 AS Barack Obama dalam akun media sosial pribadinya.
“Dan, saya lelah oleh patah hati yang sepertinya tidak pernah berhenti,” lanjutnya.
Dalam tulisannya, selain Floyd, Michelle juga menyebut nama Breonna Talyor, dan Ahmaud Arbery. “Sebelum itu adalah Eric, Sandra, dan Michael. Itu terus berjalan, terus, dan terus,’ katanya.
“Itu hanya terus berlangsung, dan terus, dan terus. Ras dan rasialisme adalah kenyataan bahwa begitu banyak dari kita tumbuh belajar untuk hanya berurusan dengannya. Tapi, jika kita pernah berharap untuk melewatinya, itu tidak bisa hanya pada orang-orang dengan warna untuk menghadapinya, “tulisnya.
“Ini terserah kita semua – hitam, putih, semua orang – tidak peduli sebaik apa pun maksud kita, untuk melakukan kejujuran, dan ketidaknyamanan untuk menghilangkannya,” sambung Michelle dalam postingan yang ia buat pada Jumat lalu.
https://www.instagram.com/p/CAyhdCeAmBZ/?utm_source=ig_web_copy_link