OPINI, mediakita.co- Tembok tinggi berwarna putih nampak memanjang. Lumut-lumut mulai tumbuhi celah-celah kosong. Gerbang di tengahnya terbuka mengantar pada pemandangan menawan taman air kesukaan raja. Tempat sakral di mana raja berjumpa kekasih halusnya. Semacam dongeng 1001 malam.
Di kalangan rakyat jelata, istana bekas kebesaran Mataram Islam di jaman itu disebut-sebut dibangun oleh bangsa jin. Entah kenapa, barangkali karena terlalu indahnya istana air itu sehingga sulit dijangkau imajinasi rakyat biasa atau apa.
Di kalangan rakyat kebanyakan saat itu, adalah lebih mudah menyebut bahwa istana itu dibangun oleh bangsa jin daripada menjelaskan secara ilmiah tentunya. Mitos kekuasaan lebih disukai rakyat dari raja dan istana ketimbang logos dan pengetahuan ilmiah, selain karena yang terakhir datang belakangan.
Usaha membangun mitos kekuasaan tentu relevan sepanjang zaman hanya bentuknya berbeda. Semacam pendekatan soft power dalam membangun konstruksi kekuasaan. Kebutuhannya barangkali adalah dengan perpaduan kemampuan analisis yang multidimensional dan pelaksanaannya oleh sumber daya dengan keahlian khusus. Handal membaca psikologi massa, filsafat, antropologi, politik, sosio kultural, sejarah sosial, tradisi dan sesuatu yang khusus adalah intuisi minimalnya imajinasi. Kini seringkali berujud “branding”. Branding informal justru dilakukan lewat serangkaian cara khusus.
Mitos kekuasaan akan tetap diperlukan sepanjang zaman, sepanjang masyarakat masih memiliki idealisasi atas perlunya seorang pemimpin terbaik baginya. Esensinya sama, hanya bentuk saja yang berbeda. Membangun mitos kekuasaan tidak bisa instan tak heran jika barangkali “aktvis-aktivis politik informal” atau dalam definisi yang agak keren di ilmu politik menyebutnya dengan indirect politician biasanya sudah kasak kusuk mencari figur baru pemimpin ke depan, jauh sebelum institusi politik formal menentukan sikap.
Sebutlah di “negeri timur matahari” memang tidak terlalu familiar dengan kerja-kerja politisi informal yang “diformalkan” sebagaimana misalnya political lobbyist karena secara formal pekerjaan dilakukan oleh petinggi partai politik sendiri. Menurut saya fleksibilitas terhadap kebutuhan pelobi semacam itu ke depan justru akan dapat membuat kekuatan politik formal seperti partai politik bertahan beradaptasi dengan kebutuhan kelenturan model. Akan cenderung banyak muncul modifikasi-modifikasi profesi baru dalam politik akibat bercampur atau tipisnya politik dengan kegiatan ekonomi dan bisnis.
Dalam tulisan ini kita akan sedikit sampaikan kisah politisi tidak langsung semacam itu dalam sejarah.
Mitos kekuasaan selalu memiliki tempatnya tersendiri. Mitos kekuasaan seperti: “istana yang dibangun bangsa jin”, makhluk setengah makhluk halus dalam kisah kerajaan serasa dongeng yang sudah lekat di masyarakat. Mitos kekuasaan terkait raja seringkali memudahkan menggambarkan adanya sesuatu yang di luar kapasitas manusia pada umumnya. Sesuatu yang super dan supra untuk menjadi “pembeda”. Bukan apa-apa dengan cara itu rakyat justru suka. Rakyat suka kalau pemimpinnya tak terjangkau oleh sesuatu yang profan dan biasa-biasa saja.
Raja yang bijak menyadari hal itu, sehingga ia akan menggunakan daya kemampuannya untuk menjadi “yang tidak biasa” atau dalam kosakata Jawa dinamakan “linuwih”. Setidaknya sebagai raja akan tampil istimewa. Ada suatu diferensiasi pembeda dengan “yang pada umumnya”. Misalnya: jika yang lainnya bermewah-mewah ia sanggup sederhana. Jika yang lainnya banyak berbicara ia bekerja. Dengan satu pengandaian pemimpin harus linuwih dan selalu terjaga begitu sehingga dalam konteks konstruksi kuasa dapatlah stabil. Pemimpin harus istimewa. Harus luar biasa. Kalau perlu setingkat dewa. Dan sekali lagi, anggaplah rakyat ‘negeri timur matahari’ pasti suka.
Bahkan elit-elit inti dalam kerajaan “negeri di timur matahari” sekalipun akan suka. Termasuk alam dan elit bangsa jin akan suka. Tak heran jika (khususnya di Jawa khususnya tempo dulu) laku seorang pemimpin pasti dimulai bukan dengan segala yang serba tersedia. Tetapi dipersiapkan dengan kemampuan menghadapi kesulitan. Kadangkala mengutip kisah wayang yakni ditempa dalam Kawah Candradimuka.
Ada realita dimana bagi rakyat kebanyakan, lebih baik mereka hidup biasa saja asal ada pemimpin hebat yang berlaku adil dan tidak akan menyusahkannya. Kepentingannya tak lebih dari kebutuhan pokok sandang, pangan dan papan serta mendapati perlindungan dari pemimpin yang adil dan bijaksana yang menjamin kenyamanannya. Selebihnya rakyat tidak terlalu peduli, itu bukan urusannya.
Taman istana air yang indah. Dengan puri yang dikelilingi tumbuhan, dengan pot-pot dari batu yang besar-besar. Ukiran sulur tumbuhan dan binatang berwarna emas. Tembok batu menyerupai goa di dalam lorong bawah tanah taman menuju peristirahatan Sang Raja. Air danau kecil di atasnya menutup pintu goa dengan aliran lembutnya. Melodi tersendiri bagi Raja saat bersamadi.
Kisah kekuasaan dan taman istana yang banyak mengandung cerita. Antara ada dan tiada. Banyak politik kerajaan yang lahir dari kesunyian dan kegentingan taman istana. Politisi tak langsung, pelobi suksesor sebenarnya juga sudah ada dalam kisah dan dongeng kuasa raja-raja.
Dalam sejarah Kraton Mataram misalnya, taman istana air kesukan raja menyisipkan kisah Juru Taman sebagai abdi raja berkulit putih yang diduga bangsa Eropa. Tokoh Juru Taman ini sangat misterius. Sejarawan Belanda Dr. Pigeaud bahkan menulis satu tinjauan dalam karangannya tentang Alexander, Baron Sakender dan Senapati, dimana ia sebutkan tokoh itu sebagai Dewa Gunung dimana dari garis silsilah merupakan garis tua yang harus membimbing Senapati yang garisnya lebih muda dimana ia bahkan disejajarkan dengan Ki Juru Mertani sang penasihat. Meskipun sesunggunya punakawan atau orang belanda sebut “kaki tangan” Senapati itu merupakan orang biasa yang memiliki darah dan daging. Tokoh-tokoh bersejarah memang sering juga diberi sifat-sifat mitologis (De Graaf: 1985). Mitologi kekuasaan bukan saja di negeri dongeng politik, tetapi di dalam kehidupan politik yang “potensial dimasa depan akan didongengkan”, pastinya karena ada sesuatu yang istimewa.
Dikisahkan Juru Taman memang fenomenal. Sejarawan De Graaf pernah suatu ketika berpandangan, bahwa Juru Taman ialah seorang albino. Seorang Itali yang dikisahkan Sultan Agung dalam pembicaraan dengan De Haan pada tahun 1622 : “selama sekian tahun … pada masa ayahnya (Panembahan Senapati) tidak tinggal di istana, tetapi di luar, di Krapyak”. Selama pemerintahan ayah Sultan Agung pernah disebut seorang punakawan (abdi dekat raja) yang albino (berkulit putih) bernama Juru Taman yang menimbulkan kerusuhan dalam kraton karena berpura-pura sebagai raja dan banyak istri dan selir baginda tertipu karenanya dan karena itu ia dipindahkan ke taman dan dinamakanlah Juru Taman. Sepintas dari kisah itu ia adalah sosok nyata, namun peran istimewanya berhasil mengaburkan yang profan menjadi kesakralan mitologi kekuasaan. Yang justru membuatnya seakan tidak ada. Batas kabur antara ada dan tiada, tiada tapi niscaya.
Poerbatjaraka dalam (De Graaf: 1985) menyebut sosok misterius Juru Taman yang dikenal dalam Babad Tanah Jawi sebagai klangenan atau kesukaan Raja Panembahan Senapati sesungguhnya merupakan jabatan di Kraton Mataram Islam yang sering diberikan kepada orang asing. Karena jabatan Juru Taman lebih sering diberikan kepada orang asing maka ada kemungkinan seorang kaki tangan Panembahan Senapati yang menduduki jabatan tersebut (meskipun orang Eropa) tanpa menimbulkan kecurigaan dapat mendekati raja pada waktu orang lain lengah dan secara tiba-tiba menghabisi raja (Kisah Meninggalnya Raja Pajang). Mungkin ia sudah ada di Istana Pajang tempat dimana telah banyak kaki tangan Panembahan Senapati. Dinas intelijen Mataram rupanya bekerja dengan baik! Begitu diceritakan.
Politik dari zaman ke zaman bukan melulu deskripsi pengamat dengan prosedur-prosedur baku demokrasi yang nyaris hilang pesonanya di masa kini. Lebih dari itu banyak hal yang tak terduga. Sebagaimana kisah politik halus dari taman istana, kisah misterius Juru Taman membayangi lanskap politik masa depan. [*]
Oleh: Janu Wijayanto
Penulis adalah Senior Analyst di Pusat Studi Politik Dan Kebijakan Strategis Indonesia – POLKASI
Tulusan ini telah terbit di http://genial.id/read-news/dongeng-politik-politik-halus-taman-istana