JAKARTA, Mediakita.co,- Relief berukuran 12 x 3 meter menggambarkan petani, nelayan, dan perempuan yang membawa barang dagangan ditemukan saat renovasi Gedung Sarinah. Ditemukannya relief tersebut memunculkan banyak spekulasi dari disembunyikan rezim orde baru karena berbau Sukarno hingga munculkan tanda tanya publik siapa pembuatnya dan mengapa selama ini ghaib tak diketahui kenapa sekarang muncul.
Tak ayal kemunculan relief yang seakan berpuluh tahun tersembunyi itu menarik perhatian publik.
Diberitakan sebelumnya Menteri BUMN Erick Thohir pun menyempatkan melihat langsung proses pemugaran Gedung Sarinah, Jakarta. Dia mengagumi mahakarya relief tersebut dan meminta agar karya tersebut direstorasi agar kembali seperti sediakala.
Warisan Bung Karno
Bagi kalangan Sukarnois (penganut ideologi Sukarno) di negeri ini bukan hal aneh, jika banyak hal di era Bung Karno yang hilang atau sempat dilarang. Hal yang disayangkan dan perlu dimunculkan kembali. Baik yang berupa ajaran maupun yang fisik, bahkan dalam informasi di kalangan mereka beberapa sudut Monas dulu banyak relief Banteng yang lantas hilang.
Pembangunan Gedung Sarinah sendiri merupakan proyek Bung Karno menyambut penyelenggaraan Asian Games tahun 1964. Pembangunan gedung dan monumen saat itu ditujukan untuk membangun kebanggaan nasional Bangsa Indonesia sebagaimana diceritakan dalam buku Pemyambung Lidah Rakyat Indonesia ditulis Cindy Adam.
Sukarno Hargai Kesetaraan
Eva Kusuma Sundari Direktur Institut Sarinah turut mengapresiasi ditemukannya relief Sarinah.
“Bung Karno memang sosok pemimpin yang seniman-budayawan. Temuan relief ini menambah warisan karya seni yang semakin menambah wajah DKI dan Indonesia lebih berbudaya/ beradab. Semua patung-patung dan gedung-gedung megah ikon Jakarta juga tak lepas dari nama Bung Karno”.
Eva juga sampaikan, bahwa ada relief ditemukan di lantai bawah tanah Hotel Grand Inna Beach Bali, sepatutnya diungkap juga ke publik.
Khusus relief Gedung Sarinah Eva sampaikan pandangannya bahwa hal itu nampaknya didedikasikan ke para perempuan Indonesia sebagaimana gedung tersebut.
“Diorama yang ada menggambarkan mimpi Bung Karno soal peran perempuan sebagai IBU BANGSA. Cerdas mengelola peran domestik dan publik (ekonomi kerakyatan) terutama untuk menjadi kekuatan demi mewujudkan cita-cita revolusi Indonesia”.
Bung Karno menurut Eva Sundari seorang pendukung kesetaraan gender, laki-laki dan perempuan tidak bersaing saling menindas tetapi bekerjasama untuk kemuliaan bangsa dalam gotong royong.
“Ini compatible dengan trend saat ini dimana perempuan pemilik abad ini dan ke depan. Adapun gotong royong (kolaborasi) adalah untuk ciptakan keadilan sosial di Indonesia dan dunia”, terangnya.
Temuan harus dijadikan etalase utama gedung Sarinah, wujud berkepribadian dan kebudayaan juga termasuk diantaranya prinsip kesetaraan dalam keberagaman. (Jawi/ mediakita.co).