UKRAINA, mediakita.co- Wali Kota Kyiv, Vitaliy Klitschko, telah mengumumkan pemberlakuan larangan keluar rumah di ibu kota Ukraina selama 35 jam, mulai Selasa malam waktu setempat (15/03/2022).
Pemberlakuan larangan keluar rumah ini menunjukkan bahwa ibu kota Ukraina menghadapi momen yang berbahaya dan sulit akibat gempuran pasukan Rusia.
“Dilarang berkeluyuran di kota tanpa izin khusus, kecuali untuk pergi ke tempat perlindungan bom ,” kata Vitali Klitschko.
Klitschko mengatakan empat orang meninggal dunia dalam serangan udara Rusia terhadap gedung-gedung apartemen pada Rabu pagi.
Lebih lanjut ia meminta warga menyiapkan diri untuk tetap berada di dalam rumah atau tempat perlindungan selama jam larangan keluar rumah di Kyiv.
“Ibu kota adalah jantung Ukraina, dan akan dipertahankan. Kyiv, yang saat ini menjadi simbol dan basis operasi terdepan bagi demokrasi dan keamanan Eropa, tidak akan kita serahkan,” kata Wali kota Kyiv, Vitaliy Klitschko, dikutip mediakita dari BBC, Selasa (22/03/2022).
Menurut dewan kota setempat, sehari sebelumnya, sekitar 160 mobil mengangkut warga yang terkepung untuk meninggalkan Kota Mariupol melalui koridor kemanusiaan.
Dikatakannya, beberapa kali upaya untuk mengevakuasi warga sipil di Mariupol, kota dengan penduduk 400.000 jiwa gagal dalam satu minggu ini menyusul gempuran pasukan Rusia yang terus berlanjut.
Koordinator bantuan darurat untuk Médecins Sans Frontières di Ukraina, Alex Wade mengisahkan bahwa kondisi di Mariupul saat ini sungguh “mengerikan”. Penduduk tak memiliki makanan maupun air.
Dalam perkembangan lain di kota Mariupol, seorang perempuan hamil yang terekam dalam foto diangkut dari rumah sakit ibu dan anak, meninggal bersama bayinya.
Pengeboman Rusia begitu intens dan menyebabkan korban sipil yang meninggal dimakamkan di pemakaman massal, termasuk di Mariupol.
Terpisah, China mengatakan klaim para pejabat Amerika Seriakat bahwa Rusia meminta Beijing bantuan militer adalah informasi yang salah.
Kremlin juga menyanggah dan mengatakan mereka memiliki sumber daya untuk melakukan operasi militer ini.
Laporan di surat kabar Financial Times dan New York Times menyebutkan Rusia meminta bantuan militer dan ekonomi China.
Sebuah laporan terpisah di New York Times – lagi-lagi mengutip pejabat AS menuduh Rusia juga meminta bantuan ekonomi untuk mengurangi dampak sanksi.