Para Milenial Berkolaborasi untuk Memajukan Wilayah Perbatasan Indonesia

Para Milenial Berkolaborasi

JAKARTA, mediakita.co – Wilayah perbatasan merupakan kawasan dengan kepentingan nasional yang sangat besar. Hal ini dikarenakan wilayah perbatasan cukup signifikan memberikan pengaruh terhadap keamanan, keutuhan dan kedaulatan suatu negara. Dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kawasan perbatasan menjadi area yang vital sebab instabilitasnya akan berpengaruh bagi proses pembangunan dan pencapaian tujuan nasional. Hal inilah yang melatarbelakangani berdirinya Institute for Border Studies-Millennial Think Tank (IBS-MTT)
“IBS-MTT merupakan lembaga kolaborasi para milenial profesional dari berbagai wilayah Indonesia, lintas suku, agama, disiplin ilmu, profesi, tingkat pendidikan baik S3, S2, S1 dan bahkan ada yang masih mahasiswa baik kampus dalam maupun luar negeri. Saya sebagai pendiri awalnya terdorong dari hasil-hasil kunjungan dan penelitian ke area perbatasan,” ujar Founder & President IBS-MTT, Harsen Roy Tampomuri, dalam soft launching dan webinar IBS-MTT berjudul Perbatasan, Pancasila dan Pandemi, Sabtu, (27/6).
Harsen mengatakan, salah satu momentum penting yakni ketika menyelesaikan studi di Departemen Politik Pemerintahan UGM ketika dia mengambil penelitian terkait politik perbatasan negara dengan melihat sekuritisasi atau security approach dan kesejahteraan wilayah perbatasan negara khususnya pulau Miangas. Harsen dan semua yang menjadi tim IBS-MTT menyatakan bahwa semua usaha dan perjuangan mereka merupakan kolaborasi milenial dengan tekad untuk memajukan daerah perbatasan.
“Semua usaha dan perjuangan bersama tidak lain yakni dengan satu tekad untuk memajukan daerah perbatasan Indonesia. Suatu wilayah yang sangat strategis, di sana ada titik-titik kedaulatan negara, bukan backyard atau halaman belakang Indonesia tetapi frontyard atau halaman depan dan wajah Indonesia. Dari 15 provinsi di wilayah perbatasan, 54 kabupaten/kota, menariknya hanya ada Kota Batam dan Kabupaten Karimun yang memiliki rasio kemandirian >35%.” ungkap Harsen yang juga analis politik dan kebijakan WAIN Advisory Indonesia.
Duta Besar Republik Indonesia untuk Republik Rakyat Tiongkok merangkap Mongolia, Djauhari Oratmangun yang juga hadir dalam acara tersebut menyampaikan ucapan selamat dan mengapresiasi kehadiran IBS-MTT. Dia juga menyampaikan dengan bangga sebagai anak perbatasan yang berasal dari Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan lahir di Kabupaten Kepualaun Talaud. Mendiskusikan tema hari ini menjadikannya bernostalgia dengan hal empiris sekaligus berdiskusi hal strategis.
“Sekarang perhatian bapak Presiden kepada garis depan Indonesia, daerah perbatasan itu luar biasa, sekarang pembangunannya juga sudah luar biasa. Hal ini agar supaya orang-orang di perbatasan tidak asing dengan orang-orang yang ada di ibukota dan itu konsep pembangunan yang dilakukan di Rusia waktu saya jadi duta besar di sana. Orang di Khabarovsk–Vladivostok daerah perbatasan yang ke Moskow terbang 10 sampai 11 jam tidak merasa asing dengan ibukota,” ungkap Djauhari.
Lanjutnya, begitu juga dengan di China, orang-orang di Urumqi perbatasan dengan Mongolia dan Harbin perbatasan dengan Rusia kota-kotanya maju, ada infrastruktur dan konektivitas yang menghubungkan baik fisik, kultur dan perdagangan dengan pusat-pusat perdagangan, ekonomi dan pemerintahan. Dengan IT Connectivity harusnya perbatasan di Indonesia tidak merasa asing juga dengan Jakarta. Djauhari menyampaikan bahwa di Tanimbar memang masih on and off tapi sudah bisa ada konektivitas internet. Anak-anak muda aktif dengan aktivitas digital, media sosial dan tidak merasa asing dengan kota-kota lain di Indonesia.
Plt. Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Suhajar Diantoro mengemukakan bahwa pemerintah terus berkomitmen untuk pembangunan diwilayah-wilayah perbatasan. Mulai dari infrastruktur, sarana prasarana sumber daya manusia, hingga ekonomi. BNPP fokus di 22 kecamatan dengan membangun pos lintas batas negara. Saat ini pemerintah juga lagi menyelesaikan beberapa segmen batas negara di darat dan laut.
“Kini sedang dibangun pos lintas batas di Merauke, Provinsi Papua. Selanjutnya ditargetkan ada sebanyak 26 pos lintas batas pada akhir 2024. Hingga akhir 2020, ditargetkan selesai dibangun 18 pos lintas batas,” ucap Suhajar.
Dalam sesi webinar, anggota Komisi I DPR RI Hillary Brigitta Lasut yang juga asal perbatasan, Kabupaten Kepulauan Talaud mengakui bahwa fasilitas kesehatan di perbatasan secara umum masih minim. Apalagi pada masa pandemi Covid-19 yang semakin memberatkan masyarakat dan tenaga kesehatan.
“Semua struggle dalam menangani Covid-19. Contohnya di Talaud setelah Covid-19, belum ada lagi pesawat, kapal laut penuh, dan dikhawatirkan menjadi klaster penyebaran Covid-19. Kita juga perlu RUU Daerah Kepulauan yang diharapkan mengatur klausul soal perbatasan. Banyak sekali hal yang harus diperbaiki di tengah potensi yang harus digali di perbatasan” ungkap legislator dari Fraksi Partai NasDem. (HT/mediakita.co)

Pos terkait