Merdeka Belajar: Guru Kreatif dalam Pembelajaran

Dr. Marisa Christina Tapilouw, S.Si., M.T.

Merdeka belajar mulai didengungkan sekitar akhir tahun 2019 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim tepat pada Hari Guru Nasional. Sekejap dunia pendidikan terhenyak akan istilah “Merdeka Belajar”. Merdeka belajar dipahami sebagai suatu program yang fokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia (guru dan siswa) dan upaya memperbaiki sistem pendidikan nasional selama ini. Sebagai contoh, sistem penilaian (asesmen) yang cenderung menilai hasil daripada proses pembelajaran. Penilaian hasil tidak selalu menentukan kualitas belajar siswa karena ada kalanya kondisi psikologis siswa stress mempersiapkan ujian akhir. Pada dasarnya, “merdeka belajar” merupakan bentuk strategi berfokus pada guru untuk melakukan tugas utama yaitu pembelajaran dan pada siswa untuk meningkatkan daya analisis (lebih dari sekedar hafalan).

Realisasi “Merdeka Belajar” diterapkan dalam empat pokok kebijakan Merdeka Belajar yaitu Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Bersama kita akan mencermati dua pokok kebijakan yaitu USBN dan UN. Pokok kebijakan USBN yaitu sekolah diberi kebebasan menyelenggarakan ujian sekolah dalam bentuk penilaian proses komprehensif seperti portofolio dan penugasan yang menantang siswa untuk mengasah kognitif, keterampilan siswa dan mengurangi beban psikologis siswa. Hal ini menunjukkan bahwa sekolah dan sekolah “merdeka” dalam penilaian siswa karena guru yang mengetahui persis kapasitas siswa dan sekolah dapat lebih fokus meningkatkan kualitas pendidikan Sebagai pengganti UN, Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter bertumpu pada kemampuan bernalar menggunakan literasi & matematika dan penguatan pendidikan karakter.

Guru merupakan faktor kunci dalam “merdeka belajar”. Mengapa? Karena guru berkewajiban memperlengkapi siswa sebagai lulusan yang berkualitas secara holistik. Menilik kembali kebijakan USBN, Challenging task/tugas menantang merupakan salah satu jawabannya. Secara konseptual dan kontekstual, siswa harus memahami bahwa pelajaran yang mereka terima terintegrasi kehidupan nyata. Di sisi lain, guru dan siswa bangkit dari kondisi pandemi Covid-19 dan bersiap menuju era new normal dengan cara melakukan inovasi pembelajaran. Dalam mempersiapkan diri menuju era new normal, kita menghadapi tantangan dan peluang tugas bermakna. Tantangan tugas bermakna yaitu lingkungan belajar, metode pembelajaran dan literasi digital. Guru menerapkan pembelajaran yang menantang bagi siswa sebagai bentuk peluang penilaian aspek kognitif dan skill melalui tugas menantang.

Kreativitas guru sangat dituntut dalam mempersiapkan tugas bermakna. Guru dapat fokus untuk membantu siswa yang mengalami ketertinggalan di kelas karena potensi siswa semata-mata tidak dapat diukur dari hasil ujian. Guru dapat mencari inspirasi tugas bermakna melalui mengajak siswa keluar kelas untuk belajar dan memilih kompetensi-kompetensi dasar yang penting untuk tugas bermakna. Sesama guru dapat saling membantu dan berkolaborasi. Dalam “merdeka belajar”, guru harus berinovasi dalam pembelajaran seperti membuat kelas aktif berdiskusi dan memberikan kesempatan siswa berbicara mengenai hasil karya melalui presentasi. Sebagai guru yang “merdeka”, guru dapat menemukan bakat-bakat siswa dalam perjalanan pembelajaran selama satu semester.

Sebagai kesimpulan, “merdeka belajar” merupakan program pemerintah yang realistis dalam masa kini terutama dalam kita mempersiapkan pendidikan yang berkualitas. Terutama dalam masa persiapan menuju era New Normal, Guru dan siswa perlu memandang positif adanya kemerdekaan belajar dalam arti sesungguhnya. Merupakan suatu kesempatan emas bagi guru untuk menjadi guru kreatif dalam “merdeka belajar” dan mengembangkan kapasitas profesionalisme.

Bacaan Lainnya

 

Dr. Marisa Christina Tapilouw, S.Si., M.T.

Dosen Prodi Pendidikan Biologi

Fakultas Biologi Universitas Kristen Satya Wacana

Pos terkait