Mediakita.co,- Beberapa hari ini saya bertubi mendapat kabar duka atas kepergian tokoh Koperasi, sebelumnya atas meninggalnya salah satu tokoh Pemuda Koperasi Indonesia (Kopindo), Alm Roy BB Janis, lalu Pak Biyakto melalui pesan pendek di WhatsApp, tadi malam.
Saya mengenal Almarhum Pak Subiyakto Tjakrawardaya, mantan Menteri Koperasi dan UKM sejak kuliah. Terutama karena saya aktif sebagai pengurus Koperasi Mahasiswa di kampus.
Ketika menjabat menteri, beliau tercatat sebagai menteri yang membantu secara kongkrit hibah pendirian Warung Telekomunikasi untuk koperasi mahasiswa di kampus kami Universitas Jenderal Soedirman, Almamater saya, yang mana tempatkan beliau sebagai salah satu anggota Dewan Penyantun kampus sampai saat ini.
Beliau juga sering datang mengisi seminar di kampus dan saya sering mengikutinya. Tapi mulai intens ketika aktif di Jakarta tahun 2009-an.
Pak Biyakto, kami memanggilnya. Orangnya sangat serius dan gaya priyayinya tampak dari pembawaannya. Sebagai menteri dari latar belakang birokrat karir, beliau juga terlihat sebagai orang yang sangat paham bagaimana seluk beluk kementeriannya. Juga komitmen untuk mengembangkan Koperasi sampai akhir hidupnya.
Pak Biyakto termasuk sedikit dari mantan Menteri Koperasi yang masih menunjukkan komitmennya untuk mengembangkan koperasi. Dr M Taufik, mantan salah satu Deputi / Dirjen di Kemenkop juga orang yang berusaha untuk mengenalkan saya dengan beliau.
Satu hari, saya dan Mas Taufik diundang makan siang bersama dan salah satunya membahas UU Perkoperasian. Pak Biyakto terlihat sangat serius membahasnya dan sebagai muridnya saya merasa terhormat karena selalu dimintai pendapat dengan sangat serius.
Satu hari, di Ibnoe Soejono Center (ISC), lembaga yang abadikan nama mantan Dirjen Koperasi dan juga nama mentor utama koperasi saya, menyelenggarakan diskusi tentang UU Perkoperasian dengan Narasumber Prof Dawam Rahardjo, dan dimoderatori Almarhum Sularso, Mantan Dirjen Koperasi.
Pertemuan tersebut tercatat sebagai pertemuan penting karena dihadiri oleh senior dan pakar Koperasi Indonesia. Tercatat ada 3 mantan menteri koperasi juga hadir, salah satunya Pak Biyakto. Selain juga hadir pakar Koperasi dan ekonomi seperti Alm. Prof Wagiono Ismagil, mantan Dekan FE UI.
Dalam diskusi, Pak Larso rupanya begitu melakukan pembukaan langsung menohok saya untuk memberikan pandangannya mengenai RUU Perkoperasian yang sedang disusun. Pak Larso membuka dengan pernyataan menggelitik, “Di ruangan ini sepertinya yang belum sependapat dengan draft RUU Perkoperasian itu hanya Suroto, jadi silahkan anda berikan pandangan barulah nanti masuk ke pembahasan”.
Saya dengan penuh percaya diri katakan kalau RUU Perkoperasian yang ada itu cacat secara epistemologis. Lalu dengan terang Prof Dawam sebagai narasumber mengiyakan dan juga Pak Biyakto. Alm Biyakto langsung mendekati saya dan berikan komentar setuju dengan pandangan saya.
Draft RUU Perkoperasian tersebut sepertinya dianggap final dan akan terus dibawa ke parlemen tanpa mempertimbangkan masukan penting kami.
Setelah RUU tersebut ditetapkan menjadi UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, pada akhirnya dengan usaha keras kami dari gerakan koperasi mengajukan Judicial Review, dibatalkan sepenuhnya oleh Mahkamah Konstitusi.
Pak Biyakto sering bertelepon dengan saya setelah itu. Walaupun sering juga berbeda pandangan, atas usul Mas Taufik malah saya diminta untuk menjadi pembedah buku beliau bersama Prof Dawam dan Dr. Yudi Latif di Universitas Trilogi.
Pada waktu itu, saya berikan komentar serius dan penuh kritik begini, “Biar buku Pak Biyakto laris, saya ingin berikan komentar kritis….buku kompilasi pidato koperasi Pak Biyakto semasa menjabat sebagai menteri ini sangat bagus, setidaknya menjadi rekaman penting bagaimana kalau kebijakan pengembangan Koperasi secara top down itu rapuh dan telah temui kegagalannya…”.
Sontak forum yang dihadiri kolega penting Pak Biyakto yang juga dihadiri mantan-mantan menteri di jaman Orde Baru kaget. Tapi lucunya, Pak Biyakto tidak marah malahan memberi apresiasi dan kami terus tetap komunikasi.
Sempat juga marah pada saya karena satu hal, dan beliau sampaikan ke Mantan Rektor kami Prof Rubijanto Misman. Tapi kata Prof Rubi kepada saya, beliau menjawabnya dengan diplomatis, “Anak-anak kami itu isinya ada yang nurut-nurut dan nakal, Mas Suroto itu salah satu murid nakal saya”. Saya tertawa terbahak mendengar pemberitahuan Prof Rubi kepada saya via Telepon.
Pak Biyakto terakhir kali bertemu dengan saya tanpa sengaja di Setia Budi Building, Jakarta. Beliau tarik saya untuk diskusi sambil berdiri dan pesannya sangat padat, “Dik Roto, tolong Koperasi dikawal ya….sepertinya sudah sulit untuk mencari orang yang berkomitmen untuk serius kembangkan koperasi….”.
Pak Biyakto, anda telah menjalankan peran sebaik baiknya. Selamat jalan Pak…..kita semua akan menyusul.
Jakarta, 3 Januari 2021
Suroto
Pegiat Koperasi