OPINI, mediakita.co- Pemilu sejatinya menggambarkan kedaulautan rakyat, Sebagaimana Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”
Perihal Pemilu di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017. Pasal 1 angka 1 UU itu memuat tentang pengertian Pemilu. “Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” Dengan kata lain, pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatan dan merupakan lembaga demokrasi.
Secara teoritis pemilihan umum dianggap merupakan tahap paling awal dari berbagai rangkaian kehidupan tata negara yang demokratis. Sehingga pemilu merupakan motor penggerak mekanisme sistem politik Indonesia. Sampai sekarang pemilu masih dianggap sebagai suatu peristiwa kenegaraan yang penting. Hal ini karena pemilu melibatkan seluruh rakyat secara langsung. Melalui pemilu, rakyat juga bisa menyampaikan keinginan dalam politik atau sistem kenegaraan.
Alasan dan fungsi pemilu sebagai wujud demokrasi dan salah satu aspek yang penting untuk dilaksanakan secara demokratis. Semua demokrasi modern melaksanakan pemilihan. Namun tidak semua pemilihan adalah demokratis. Karena pemilihan secara demokratis bukan sekedar lambang, melainkan pemilihan yang harus kompetitif, berkala, inklusif (luas), dan definitif untuk menentukan pemerintah. Terdapat dua alasan mengapa pemilu menjadi variabel penting suatu negara, yakni:
– Pemilu merupakan suatu mekanisme transfer kekuasaan politik secara damai. Legitimasi kekuasaan seseorang atau partai politik tertentu tidak diperoleh dengan cara kekerasan. Namun kemenangan terjadi karena suara mayoritas rakyat didapat melalui pemilu yang fair.
– Demokrasi memberikan ruang kebebasan bagi individu. Pemilu dalam konteks ini, artinya konflik yang terjadi selama proses pemilu diselesaikan melalui lembaga-lembaga demokrasi.
Dalam pelaksanaannya pemilu memiliki lima tujuan, yaitu:
1. Pemilu sebagai implementasi kedaulatan rakyat kedaulatan terletak di tangan rakyat. Hal ini karena rakyat yang berdaulat tidak bisa memerintah secara langsung. Dengan pemilu, rakyat dapat menentukan wakil-wakilnya. Para wakil terpilih juga akan menentukan siapa yang akan memegang tampuk pemerintahan.
2. Pemilu sebagai sarana membentuk perwakilan politik melalui pemilu, rakyat dapat memilih wakil-wakil yang dipercaya untuk menyalurkan aspirasi dan kepentingannya. Semakin tinggi kualitas pemilu, semakin baik pula kualitas para wakil rakyat yang bisa terpilih dalam lembaga perwakilan rakyat.
3. Pemilu sebagai sarana penggantian pemimpin secara konstitusional Pemilu bisa mengukuhkan pemerintahan yang sedang berjalan atau untuk mewujudkan reformasi pemerintahan. Melalui pemilu, pemerintahan yang aspiratif akan dipercaya rakyat untuk memimpin kembali. Sebaliknya, jika rakyat tidak percaya maka pemerintahan tersebut harus berakhir dan berganti.
4. Pemilu sebagai sarana pemimpin politik memperoleh legitimasi pemberian suara para pemilih dalam pemilu pada dasarnya merupakan pemberian mandat rakyat kepada pemimpin yang dipilih untuk menjalankan roda pemerintahan. Pemimpin politik terpilih mendapatkan legitimasi politik rakyat.
5. Pemilu sebagai sarana partisipasi politik masyarakat melalui pemilu rakyat secara langsung dapat menetapkan kebijakan publik melalui dukungannya kepada kontestan yang memiliki program aspiratif. Kontestan yang menang karena didukung rakyat harus merealisasikan janji-janji ketika memegang tampuk pemerintahan. Secara singkat, tujuan pemilu adalah untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan baik eskekutif maupun legislatif. Serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sesuai UUD 1945.
Keserentakan Pemilu dan Pilkada 2024
Republik Indonesia merupakan negara yang menerapkan demokrasi konstitusional dimana kedaulatan berada di tangan rakyat, namun dilaksanakan sesuai supremasi hukum. Demokrasi dan supremasi hukum saling berdampingan dan tidak mendahului satu sama lain. Konsep tersebut dilandasi berlakunya Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Konsep pemilihan umum wakil rakyat secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali sebagaimana mandat Pasal 22E ayat (1) UUD Tahun 1945. Namun dalam pelaksanaannya, pemilu yang demikian baru bisa terwujud bila pemilih memberi suaranya sesuai informasi yang memadai dan benar. Sebagaimana diketahui, pemilu serentak dan pemilihan kepala daerah (pilkada/pemilihan) selanjutnya akan dilaksanakan pada tahun 2024. Di mana dalam satu tahun, masyarakat Indonesia akan menggunakan hak pilihnya.
Pemilu 2024 tetap menggunakan UU Pemilu yang sama dengan penyelenggaraan Pemilu 2019, sehingga tidak menutup kemungkinan akan menghadapi tantangan, kerumitan yang sama dengan yang dihadapi dalam Pemilu 2019. Bahwa model pemilu serentak yang diterapkan pada Pemilu 2019, juga akan berlaku untuk Pemilu 2024. Hanya saja, untuk Pemilu 2024, juga berdampingan dengan Pilkada/Pemilihan Serentak Tahun 2024. Adapun model pemilihan umum serentak yang diatur pada UU Pemilu dilatarbelakangi oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 14/PUU-XI/2013 tertanggal 23 Januari 2014 yang menyatakan bahwa pelaksanaan pilpres dan pemilihan anggota lembaga perwakilan yang tidak serentak tidak sejalan dengan prinsip konstitusi yang menghendaki adanya efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan hak warga negara untuk memilih secara cerdas. Selaras dengan itu, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota (UU Pilkada) masih tetap berlaku dalam Pemilihan Tahun 2024. Pada Pasal 201 ayat (8) UU Pilkada disebutkan bahwa “Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024.” Artinya, akan terjadi irisan tahapan antara pemilu dan pilkada di tahun 2024 mendatang, dimana sementara berjalan tahapan pemilu, di suatu titik tahapan pemilu, akan dimulai juga tahapan pilkada. Pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 merupakan pesta demokrasi terbesar yang akan menentukan perjalanan bangsa Indonesia dalam lima tahun ke depan. Oleh karena itu, penyelenggara pemilu harus mempersiapkan diri secara baik dan matang dalam menyambut pesta demokrasi terbesar.
Pileg dan Pilpres akan digelar pada tanggal 14 Februari 2024, berdasarkan kesepakatan antara penyelengara pemilu dan pemerintah. Pelaksanaan Pemilu 2024 yakni jadwal Pileg dan Pilpres 2024 diselenggarakan serentak pada tanggal 14 Februari 2024. Keputusan ini dimuat dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024.
Hal itu berarti tahapan Pemilu sudah dimulai pada bulan Juni 2022 atau 20 bulan sebelum pemungutan suara dilaksanakan.
Sedangkan Pilkada akan digelar pada tanggal 27 November 2024. Tahapannya dimulai 11 bulan sebelum pemungutan suara atau pada Desember 2023.
Berikut jadwal penyelenggaraan tahapan Pemilu 2024:
– Penyusunan peraturan KPU dari 14 Juni 2022 s.d. 14 Desember 2023.
– Pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih dari 14 Oktober 2022 s.d. 21 Juni 2023.
– Pendaftaran dan verifikasi peserta pemilu dari 29 Juli 2022 s.d. 13 Desember 2022.
– Penetapan peserta pemilu pada 14 Desember 2022.
– Penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan dari 14 Oktober 2022 s.d. 9 Februari 2023.
– Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dari 19 Oktober 2023 s.d. 25 November 2023.
– Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dari 24 April 2023 s.d. 25 November 2023.
– Pencalonan Anggota DPD dari 6 Desember 2022 s.d. 25 November 2023.
– Masa kampanye pemilu dari 28 November 2023 s.d. 10 Februari 2024.
– Masa tenang dari 11 s.d. 13 Februari 2024.
– Pemungutan suara 14 Februari 2024.
– Penghitungan suara dari 14 s.d. 15 Februari 2024.
– Rekapitulasi hasil penghitungan suara dari 15 Februari 2024 s.d. 20 Maret 2024.
– Penetapan hasil pemilu tanpa permohonan perselisihan hasil Pemilu paling lambat 3 hari setelah KPU memperoleh surat pemberitahuan dari MK.
– Penetapan hasil pemilu dengan permohonan perselisihan hasil pemilu paling lambat 3 hari pasca putusan MK.
– Pengucapan Sumpah/Janji Presiden/Wakil Presiden pada 20 Oktober 2024.
– Pengucapan Sumpah/Janji DPR dan DPD pada 1 Oktober 2024.
– Pengucapan Sumpah/Janji DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota disesuaikan dengan akhir masa jabatan masing-masing Anggota.
Sementara itu, apabila terjadi putaran kedua pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, maka tahapan penyelenggaraannya akan berlangsung dengan jadwal sebagai berikut:
– Pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih dari 22 Maret s.d. 25 April 2024.
– Masa kampanye pemilu dari 2 s.d. 22 Juni 2024.
– Masa tenang dari 23 Juni s.d. 25 Juni 2024.
– Pemungutan suara pada 26 Juni 2024.
– Penghitungan suara dari 26 s.d. 27 Juni 2024.
– Rekapitulasi hasil penghitungan suara dari 27 Juni s.d. 20 Juli 2024.
– Penetapan hasil pemilu tanpa permohonan perselisihan hasil pemilu, paling lambat 3 hari setelah KPU memperoleh surat pemberitahuan dari MK.
– Penetapan hasil pemilu dengan permohonan perselisihan hasil pemilu, paling lambat 3 hari pasca putusan MK.
– Pengucapan Sumpah/Janji Presiden/Wakil Presiden pada 20 Oktober 2024.
Melihat jadwal tahapan keserentakan Pemilu dan Pilkada 2024 berkonsekuensi terjadi irisan tahapan karena dibulan Desember 2023 pemilu pilpres dan pileg memasuki jadwal kampanye dan pilkada sedang berjalan tahapan. Jadi dibulan yang sama akan terjadi dua kegiatan. Sehingga akan menjadi tantangan besar bagi Bawaslu.
Tantangan dalam Pemilu 2024 kedepan bagaimana bawaslu melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap politik uang (money politic). Kerawanan terhadap praktik-praktik politik uang harus mampu dicegah secara bersama-sama. Maksimalkan sosialisasi kepada masyarakat serta memberikan pendidikan politik kepada masyarakat, bahwa politik uang dalam Pemilu adalah perbuatan melawan hukum dan bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi serta nilai-nilai agama. Dalam pandangan Islam, politik uang dapat disamakan dengan perbuatan suap/sogok atau risywah yaitu suatu pemberian dalam bentuk hadiah yang diberikan kepada orang lain dengan mengharapkan imbalan tertentu yang bernilai lebih besar.
Sebagai wujud terhadap larangan praktik politik uang disebutkan dalam Pasal Pasal 280 Ayat (1) huruf c dan d Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum sudah jelas melarang pelaksana, peserta dan tim kampanye untuk melakukan perbuatan-perbuatan sara, hoax dan money politik dimana ancaman hukumannya adalah pidana. Sedangkan yang termaktub dalam pasal 280 ayat (1) huruf j Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, yakni larangan money politic. Dalam Pasal ini disebutkan bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang “menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu.” Sanksi politik uang dalam Pasal 515 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, yakni “Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).” Tentu hukuman berat akan membuat jera para pelaku yang ingin menghalalkan segala cara.
Oleh karena itu semua stakeholder untuk ikut serta berpartisipasi dalam pengawasan tahapan dan jadwal penyelenggaraan Pemilu 2024 sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat untuk ikut serta melakukan pengawasan partisipatif Pemilu 2024. Sehingga harapan Pemilu dan Pilkada Bersih dan Berintegritas akan terwujud.
Oleh: Imam Santoso