BANDUNG, mediakita.co- Semboyan bhinneka tunggal ika di tengah perkembangan era digital kian mendapatkan tantangan. Pengakuan dan penghargaan terhadap adanya keragaman di Indonesia seakan kian rendah, setidaknya ini yang nampak dalam perbincangan di media sosial.
Saat ini, khususnya di dunia maya, berbeda menjadi sesuatu yang sangat menakutkan. Celakanya ini bukan hanya menyangkut persoalan suku, agama, dan ras (SARA) tapi juga sudah masuk pada level perbedaan pandangan atau pendapat.
Menurut Anggota DPR, Nico Siahaan, fenomena seperti ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Dia menduga bahwa aktivitas di dunia maya merupakan wujud ekspresi laten yang terungkap dalam masyarakat kita. Sebab, di dunia maya seseorang dapat bersuara tanpa harus diketahui jati diri sesungguhnya (anonim/pseudonim).
“Aktivitas di dunia maya itu perlu mendapatkan perhatian pemerintah. Karena lingkup digital dapat disusupi atau diinfiltrasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Opini bisa digiring di media sosial oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab dan dapat merugikan perdamaian di dunia nyata. Saya juga kuatir, jangan-jangan itu bentuk ekspresi publik yang tidak dapat disampaikan secara terus terang di dunia nyata,” ujar Anggota DPR RI Dapil Jawa Barat I (Kota Bandung dan Kota Cimahi) ini.
Nico menegaskan bahwa penghargaan terhadap perbedaan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat harus dibiasakan sejak kecil. Sehingga, peran lingkungan keluarga sebagai institusi terkecil dalam masyarakat dan lembaga pendidikan menjadi sangat penting.
“Keluarga harus tercerahkan mengenai doktrin kehidupan yang selaras dan harmonis di masyarakat, dalam konteks pendidikan, maka sekolah juga harus memberikan dukungan dengan mengajarkan penghargaan terhadap perbedaan yang ada, baik itu aspek SARA, maupun perbedaan pandangan atau gagasan, tegasnya.
(Redaksi/mediakita.co)