Jakarta, mediakita.co – Viralnya video tentang penangkapan seorang pria yang membentangkan poster saat rombongan mobil Presiden Joko Widodo beranjak meninggalkan lokasi vaksinasi di PIPP, Kota Blitar, Jawa Timur. Berdasarkan unggahan tersebut, pria itu membentangkan poster dengan tulisan “Pak Jokowi Bantu Peternak Beli Jagung dengan Harga Wajar.” Usai kejadian, pria yang membentangkan poster itu digelandang oleh polisi, Kamis (9/9/2021).
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI), Arjuna Putra Aldino, mempertanyakan klaim Kementerian Pertanian (Kementan) yang disampaikan oleh Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin) Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian tentang proyeksi neraca jagung tahun 2021 yang dikatakan surplus.
“Prediksi Kementan tentang produksi jagung akan meningkat menjadi 32,65 juta ton pada 2021. Namun fakta di lapangan sebaliknya, para peternak menjerit karena harga bahan dasar pakan yang berasal dari jagung kian meroket. Logiknya stok banyak pasti harga terjangkau,” tuturnya.
Dalam pantuan mediakita.co, harga jagung terus naik selama lima bulan terakhir hingga menyentuh 6.200 rupiah per kilogram, Mei 2021, harga tersebut jauh lebih mahal dari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag). Melambungnya harga jagung, turut menyebabkan harga pakan terkerek naik dari 6.974 rupiah per kilogram pada awal tahun menjadi 7.379 per kilogram pada Mei 2021.
Arjuna menyayangkan Kementan gagal menciptakan manajemen stok jagung pemerintah. Sehingga hanya secara data saja, stoknya disebut melimpah, akan tetapi realisasinya tidak mencukupi. Manajemen stok jagung sangat penting guna menjamin ketersediaan jagung nasional. Sehingga ketersediaan jagung tidak bergantung musim dan tidak sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar yang membuat harga jagung dalam negeri sepenuhnya bergantung pada harga jagung dunia dan nilai tukar mata uang.
“Masalah klasik jagung seharusnya bisa diselesaikan dengan penciptaan manajemen stok, pengelolaan cadangan pasca panen. Sehingga ketersediaan jagung tidak bergantung musim dan tidak diserahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar bebas. Perlu ada tangan pemerintah untuk menciptakan keseimbangan permintaan dan pasokan,” tambahnya.
Selain itu, ia juga meminta Kementan untuk mengevaluasi alur tata niaga jagung. Pasalnya, harga jagung ditingkat konsumen tidak merefleksikan harga jagung ditingkat petani. Hal ini disebabkan rantai pasok jagung yang sangat panjang dan tidak efisien. Di setiap tahapan mata rantai pasok jagung terdapat tengkulak dan pedagang besar yang mengambil keuntungan yang relatif besar sehingga harga jagung ditingkat konsumen ikut malambung tinggi.
Untuk itu, GMNI meminta Kementan bekerja memperpendek rantai pasok jagung agar lebih efisien serta untuk menghindari munculnya kartel yang mengendalikan pasar dan menghambat transmisi harga. GMNI juga mengkritik peran Kementan yang hanya sebatas fokus pada dukungan sarana fisik, pengawasan dan penciptaan rantai pasok yang efisien tidak diperhatikan.
“Pemerintah harus melakukan intervensi memangkas panjangnya rantai pasok. Kementan harus turun tangan benahi tata niaga jagung. Karena distribusi logistik jagung salah satu faktor pembentuk harga. Jangan sampai lebih memilih impor, solusi instan untuk stabilitas daripada memperbaiki rantai pasok jagung. Kita tunggu political will dari Menteri Pertanian,” pungkasnya.
Oleh : Arief Syaefudin