SAYA BERSAKSI, ADE ARMANDO RAJIN SALAT

OPINI, mediakita.co – Jika sumpah ‘’demi Allah’’ saya dibutuhkan untuk tulisan kali ini, saya bersumpah demi Allah saya bersaksi bahwa Ade Armando rajin salat. Saya berharap kalimat pertama dalam tulisan saya ini tidak dianggap berlebihan. Itu saya ungkapkan lebih karena saya sedih menonton video yang merekam detik-detik sebelum Ade Armando dikeroyok secara tidak manusiawi, yang di dalamnya terdengar suara perempuan berteriak ‘’munafik … munafik .. pengkhianat …’’ lalu pengeroyokan biadab itu pun terjadilah.

Saya mengenal Ade Armando sejak 1995, ketika kami sama bertugas sebagai anggota redaksi Harian Umum Republika. Saat itu saya mengenalnya sebagai dosen muda yang cerdas, berpikiran progresif, dan mencintai kajian Islam. Ketika kami telah keluar dari Republika, saya heran di media sosial Ade Armando terkenal dengan ‘’cap liberal’’ yang berkonotasi negatif dalam berpikiran tentang berislam. Padahal, apa yang selama ini bisa disebut liberal dari tindakan (bukan pikiran) berislam seorang Ade Armando? Saya malah menganggapnya sangat konservatif!

Simak baik-baik kisah nyata ini sebagai contoh. Pada 6 Agustus 2016, sejumlah alumni Republika menggelar reuni di rumah kawan kami, Tommy Soetomo, di Bogor. Kami menumpahkan rindu, saling bercerita tentang pekerjaan baru. Sekitar pukul 17:10, saat kami bergembira ria, seorang lelaki gemuk datang terlambat, memecah keriangan kami. Semua yang hadir menoleh ke arahnya dan berteriak girang: Ade Armando!

Satu per satu kami menghambur kepadanya, memeluknya, menyalaminya. Tapi, itu tak lama. Belum selesai semua kami menyalaminya, tiba-tiba Ade berkata lugas: ‘’Tunggu, gue belum salat Ashar. Ini udah jam lima lewat, takut keburu maghrib. Sorry ya gue salat dulu, entar salam-salaman kita lanjutin!’’

Ade Armando tak peduli beberapa teman tampak tak puas. Dia ngeloyor begitu saja ke kamar mandi, wudhu, lalu salat seorang diri. Kawan saya, Failani ‘Ila’ Rizona, nyeletuk keras: ‘’Tokoh liberal kok salat?’’ — lalu kami tertawa bersama.

Bacaan Lainnya

Buat saya, juga kami semua, apa yang dilakukan Ade Armando sebenarnya tidak aneh. Kami justru merasa aneh di luar sana orang-orang mengatakan dosen Universitas Indonesia ini liberal dalam berislam.

Di Republika, saya juga sering melihat Ade salat. Saya dan Ade pernah satu lantai menggarap redaksi koran bernafaskan Islam itu. Kerja bareng di lantai empat, dia harus selalu melewati meja kerja saya untuk mencapai mushalla. Biasanya dia berhenti dulu di depan meja kerja saya, menggulung baju, lalu bercerita apa saja terutama persoalan-persoalan keislaman. Barulah setelah itu dia berwudlu lalu salat di mushalla kami yang penuh kenangan itu.

Karena itu, ketika kami telah berpisah dan gelar Ade kini bertambah dalam konotasi negatif ‘’liberal’’, saya sungguh heran. Apa yang liberal dari seorang Ade Armando? Dia bahkan sangat konservatif dalam beragama: salat dan berpuasa di bulan Ramadan!

Makanya, di paragraf kedua saya sengaja merangkai kata ‘’liberal dalam berpikiran tentang berislam’’ — bukan berislam secara liberal!

Islam adalah agama yang satu untuk semua Muslim di dunia. Ukuran akidahnya seragam: percaya pada Allah SWT sebagai Tuhan dan Muhammad SAW sebagai nabi akhir zaman. Titik. Tapi ‘’berislam’’ alias menjalankan syariah dalam beragama ini bisa bermacam-macam, tergantung di mana seorang Muslim dididik dan di lingkungan apa ia dibesarkan. Makanya dalam Dunia Islam ada banyak mazhab fiqih (bukan cuma empat!).

Sekarang mari renungkan makna ‘’liberal’’ dan ‘’berislam’’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata liberal diartikan sebagai ‘’bersifat bebas’’; ‘’berpandangan bebas (luas dan terbuka)’’. Jika Ade Armando sering mengungkapkan pikiran luas dan terbuka tentang berislam sesuai makna liberal tadi, dan karena itu banyak berbeda pandangan dengan rata-rata masyarakat Indonesia, adakah itu sebuah kesalahan yang pelakunya harus dikeroyok hampir mati? Berdosakah seseorang berpikiran luas dan terbuka? Silakan Anda jawab dengan kepala dingin dan hati tenang!

Jika benar liberal berarti berpikiran luas dan terbuka, Ade Armando bukanlah orang pertama yang berpandangan bebas (luas dan terbuka) dalam berislam. Ia bahkan biasa-biasa saja dibanding contoh-contoh berikut ini:

Ketika ulama lain menyebut Al-Quran adalah kalam Allah, sementara kaum Mu’tazilah menyebut Al-Quran adalah makhluk, apakah kaum Mu’tazilah liberal? Pemikir Islam terkenal dari Pakistan, Muhammad Iqbal (1877 – 1938), tidak percaya Adam manusia pertama dan dalam bukunya ‘’The Reconstruction of Religious Thought in Islam‘’ yang terbit pada 1930 menyebut kisah kejatuhan Adam ke dunia dalam Al-Quran hanyalah legenda dan alegori belaka, apakah Iqbal liberal?

Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi, atau di Barat dikenal sebagai Rhazes, percaya bahwa dengan kekuatan rasio, manusia mampu mengenal Allah lalu bertuhan. Pemikir Muslim yang hidup antara 864 – 930 ini lalu mengatakan, karena dengan rasio manusia bisa mengenal Tuhan, maka para nabi sebenarnya tidak dibutuhkan. Apakah Ar-Razi liberal? Atau, apakah Ade Armando juga seberani Ar-Razi yang menyatakan diturunkannya para nabi ke dunia ini tidak dibutuhkan?

Contoh lain, Nabi Muhammad SAW jelas-jelas melarang para sahabatnya mencatat firman-firman Allah yang disampaikannya kepada para sahabatnya saat beliau masih hidup. Tapi, begitu Nabi wafat dan banyak penghafal Quran tewas dalam peperangan, Umar bin Khattab meminta Khalifah Abu Bakar membukukan Al-Quran. Apakah Umar bisa disebut liberal karena tindakannya itu berarti menentang larangan Nabi SAW? Ade Armando belum tentu seberani Umar bin Khattab dalam berpikir dan bertindak. Tapi, bukankah berkat tindakan Umar yang berpikiran luas dan terbuka, kita sekarang jadi punya Al-Quran cetak dan kemudian berkembang jadi Al-Quran digital?

Ade Armando pernah diributkan di media sosial gara-gara berkata bahwa dalam Al-Quran perintah salat dalam sehari hanya tiga kali, bukan lima kali. Banyak orang di medsos ribut. Saat itu saya berkata kepada banyak orang yang mempertanyakan Ade Armando, ‘’Lha, kalau ini mah, di mana sisi liberal Ade Armando? Lha wong Al-Quran sendiri, khususnya surat Al-Israa ayat 78, tegas menyatakan bahwa dalam sehari salat memang diperintahkan dalam tiga waktu kok. Jika Anda mengkritik Ade Armando, berarti Anda mengkritik Al-Quran!’’ — (Atau belum baca ayat itu lalu teriak-teriak seperti cacing kepanasan!)

Tapi, mengapa banyak umat Islam melaksanakan salat lima kali sehari? Pelaksanaan salat lima kali sehari secara teknis diajarkan oleh Nabi SAW, bukan oleh Al-Quran. Jadi, hadis Nabi itulah yang dijadikan rujukan, termasuk oleh Ade Armando yang juga melaksanakan salat lima kali sehari. Makanya tidak salah jika Ade Armando mengatakan Al-Quran hanya memerintahkan salat dalam tiga waktu!

Tapi, mengapa kepada publik dia merasa perlu menggembar-gemborkan ayat itu padahal dia sendiri salat lima kali sehari? Ade Armando itu doktor bidang komunikasi. Kita sebagai pendengar pernyataannya harus pandai menangkap retorika dan apa yang dia tuju dari setiap pernyataannya (bukan hanya topik salat).

Jika sehari-hari dia sendiri salat lima kali sehari tapi gembar-gembor menyampaikan Al-Quran hanya memerintahkan salat sehari dalam tiga waktu, itu artinya dia sedang mengajak kita semua, terutama orang-orang yang gemar mengurusi ibadah orang lain dan merasa paling benar dengan tafsir mereka tentang berislam, agar bertoleransi kepada mereka yang menafsirkan Al-Quran secara berbeda dan tekstual, lalu akibatnya sehari-hari mereka hanya salat dalam tiga waktu tapi dijamak. Artinya, mereka tetap salat lima kali sehari tapi dalam tiga waktu sesuai bunyi teks Al-Quran. Bukankah Nabi SAW juga melakukan cara ini jika beliau sedang bepergian?

Bolehkah salat lima kali dalam tiga waktu seperti itu? Buat yang menafsirkannya begitu, ya boleh. Tapi, kalau Anda tidak menafsirkan ayat Al-Quran dan hadis Nabi seperti itu, ya silakan salat lima kali sehari tapi jangan sewot apalagi mengamuk akibat tafsir orang lain. Yang dilarang itu kan jika Muslim sama sekali tidak salat. Mengapa pusing dengan orang yang hanya salat tiga waktu? Jalankan saja tafsir Anda sendiri dengan baik, lalu berbuat baiklah setelah salat. Itulah tujuan salat!

Jika Anda berpikiran liberal sesuai definisi KBBI (bersifat bebas, luas, dan terbuka), Anda akan tersenyum kecil saja setiapkali mendengar ceramah Ade Armando di medsos. Anda tidak akan marah apalagi mengembangkan otot. Renungkan definisi KBBI! Orang baru bisa berpikiran bebas jika dia berwawasan luas. Orang harus berwawasan luas dulu baru bisa bersikap terbuka. Jika Anda marah dengan pernyataan-pernyataan Ade Armando, instrospeksi diri, jangan-jangan wawasan Anda memang hanya selebar kepalan tangan. Makanya Anda gampang mengeroyok orang, atau minimal gembira melihat orang dikeroyok lalu bersorak-sorai di grup-grup Whatsapp!

Jika Anda seorang Muslim tapi tidak berpikir liberal sesuai definisi KBBI, bagaimana mungkin Anda akan menjawab tantangan Al-Quran dalam surat Al-Rahman (55) ayat 33 yang memerintahkan umat Islam berpikir sebebas-bebasnya, seluas-luasnya, kalau perlu sampai muntah, agar kita bisa bersaing dengan bangsa jin (bukan bangsa manusia lagi!) dalam menguasai jagad raya.

Tidak percaya Al-Quran memerintahkan kita berpikir seluas-luasnya dan memerintahkan kita bersaing dengan bangsa jin dalam menguasai ilmu pengetahuan? Baca firman Allah SWT di bawah ini:

يٰمَعْشَرَ الْجِنِّ وَا لْاِ نْسِ اِنِ اسْتَطَعْتُمْ اَنْ تَنْفُذُوْا مِنْ اَقْطَا رِ السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضِ فَا نْفُذُوْا ۗ لَا تَنْفُذُوْنَ اِلَّا بِسُلْطٰنٍ

“Wahai golongan jin dan manusia! Jika kalian sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka tembuslah. Kalian tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan kekuatan (akal pikiran).” (QS. Ar-Rahman 55: Ayat 33)

Kembali pada pernyataan Ade Armando tentang perintah salat dalam Al-Quran, saya hanya ingin menggarisbawahi bahwa Indonesia negara kita tercinta ini bukanlah negara agama, tapi sangat menjunjung tinggi religiositas masyarakatnya sesuai sila pertama Pancasila. Pasal 29 Ayat 2 UUD 1945 menyatakan: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”

Atas nama dan berdasarkan konstitusi ini, agama-agama diperbolehkan tumbuh subur di negeri ini, bahkan aliran kepercayaan pun tidak dibasmi. Ade Armando hanya ingin mengatakan lewat retorikanya itu, jika agama-agama lain saja Anda perbolehkan hidup berdampingan dengan Islam sesuai undang-undang, mengapa tafsir orang lain tentang ajaran Islam (salat tiga kali sehari dengan jamak) yang Anda rasa berbeda dengan tafsir Anda (salat lima kali sehari) membuat Anda mengamuk? Mengapa begitu sulit membaca jalan pikiran seorang Ade Armando?

Dulu, pada 1258, kaum Barbar menghancurkan kota Baghdad dan membakar habis perpustakaan terbesar milik Khilafah Abbasiyyah. Bangsa Barbar ini hanya terbiasa mengandalkan otot, tak terbiasa berdiskusi ilmiah, tidak doyan baca buku, akibatnya wawasan berpikir mereka sependek kepalan tangan. Itulah sebabnya kaum Barbar tidak ambil pusing saat membakar beribu-ribu buku, kekayaan intelektual umat manusia yang tak ternilai. Nah, karakter Barbarianisme itulah yang ditunjukkan para pengeroyok Ade Armando di depan Gedung DPR RI!

Bedanya, jika kaum Barbar asal Mongolia pimpinan Hulagu Khan itu hanya mengandalkan otot, mereka yang mengeroyok Ade Armando itu lebih berbahaya sebab mereka tidak hanya mengandalkan otot, tapi juga menjual takbir. Mereka yang gemar berpikiran bebas, luas, juga terbuka mestinya merasa terancam dengan para pengusung ideologi takfir dan pengusung label munafik ini.

Jika kemarin Ade Armando, sangat mungkin besok Anda!

Helmi Hidayat
Dosen UIN Jakarta

Kutipan diambil dari status facebook Helmi Hidayat.

Pos terkait