SALATIGA, mediakita.co – Maraknya pemberitaan media terkait dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Joseph Paul Zhang atau Shindy Paul Soerjomoeljono yang juga merupakan alumni UKSW Salatiga, maka UKSW menganggap perlu mengeluarkan pernyataan.
Berdasarkan informasi yang diterima mediakita.co pernyataan tersebut dikeluarkan lamgsung oleh Rektor UKSW Salatiga Neil Semuel Rupidara, S.E., M.Sc., Ph.D (21/4/2021)
Berikut adalah pernyataan resmi dari Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga tersebu selengkapnya:
Pertama, Shindy Paul Soerjomoeljono adalah alumni Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW). Yang bersangkutan lulus dari Fakultas Pertanian (sekarang Fakultas Pertanian dan Bisnis) pada tahun 1996. Sempat melanjutkan pendidikan S2 Magister Manajemen, tetapi tidak selesai.
Kedua, Atas pernyataan yang dinilai mengandung muatan penistaan agama, UKSW sesalkan itu dilakukan oleh Jozeph Paul Zhang sebagai alumni UKSW. Di satu sisi, sebagai almamaternya, UKSW adalah lembaga yang menjunjung tinggi kebebasan berpikir dan berekspresi. Namun kami menilai, tindakannya menyampaikan pandangan pribadi, apalagi yang bersifat subjektif dan kontroversial di ruang digital publik, tanpa mempertimbangkan secara bijaksana konteks Indonesia sebagai negara majemuk menggambarkan ketiadaan sikap fairminded atau adil dalam dirinya. Ia sepertinya perhitungkan secara baik efek pernyataannya dan ketidakdapat-berterimaan pihak lain atas pandangannya itu. Di sisi lain, kami memandang sikap pribadinya tidak kompatibel dengan wawasan almamaternya. Sejak awal berdiri hingga saat ini, UKSW adalah kampus yang mengembangkan ciri-ciri keberagaman komunitasnya, termasuk keragaman etnis dan juga agama. UKSW adalah kampus Indonesia Mini. Dalam setting komunitas yang seperti itu, UKSW mendidik warga dan terutama mahasiswa-mahasiswanya untuk dapat berpikir dan bersikap peka dan toleran terhadap keragaman latar belakang. Mahasiswa UKSW tidak dididik untuk mengekspresikan pandangannya dengan cara-cara yang dapat melukai orang lain. Dalam interaksi-interaksi formal, non formal, maupun informal di setiap kegiatan-kegiatan pembelajaran dan pembinaan mahasiswa di kampus, mahasiswa UKSW dikondisikan untuk menyadari dan mengakui akan realitas kepelbagaian itu. Dalam hal terkait pandangan teologis, UKSW adalah kampus yang didukung oleh 18 gereja pendukung yang tersebar di seluruh Indonesia dan berbeda-beda latar belakangnya sehingga di UKSW tidak dikembangkan pandangan-pandangan teologis yang simplistik dan terjebak pada posisi mencari salah benar, atau menuding ketidakbenaran pandangan keagamaan, apalagi secara serampangan. Sebagian warga UKSW memahaminya sebagai mahasiswa yang tergolong pandai saat berstudi di UKSW. Sepatutnya ia kini menjadi seorang pribadi yang lebih matang karena pengalaman-pengalaman hidupnya. Namun, melihat apa yang dilakukannya, kami sulit memahami itu dari perspektif model perilaku warga UKSW. UKSW membentuknya menjadi pribadi yang kritis pada hal-hal yang prinsipil, sekaligus realistis terhadap kondisi lingkungannya. Ia berada di ruang sosial yang heterogen sehingga harusnya ada tanggung jawab moral dan sosialnya dalam menyampaikan pikiran-pikiran yang membangun, daripada sebaliknya. Oleh karena itu, kami melihat bahwa apa yang dilakukan Shindy Paul adalah sikap pribadi yang tidak mewakili siapa-siapa. Bukan saja itu tidak merepresentasi karakter alumni UKSW, itu juga bukan gambaran perilaku kaum Kristen pada umumnya, juga etnis tertentu. Pengemukaan pendapatnya yang tidak membawa damai sejahtera bagi sesamanya, bukan saja merupakan hal yang sia-sia tetapi telah juga mengganggu ketenangan warga Muslim menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan ini. Kami karenanya berharap sebagai pribadi Kristen yang adalah alumni UKSW yang baik, Sdr. Shindy Paul dapat menyampaikan penyesalannya dan dapat memohon maaf atas keteledorannya. Semoga ia dapat juga dimaafkan karenanya.
Ketiga, Namun, karena masalah ini telah masuk dalam ranah hukum, UKSW karenanya memandang bahwa aparat hukum dapat menangani kasus ini dengan baik sesuai prinsip dan sistem hukum yang berlaku di negeri ini. Di samping itu, kami berpandangan bahwa fenomena penistaan agama yang mungkin muncul karena sikap-sikap beragama yang dangkal, fundamentalis, dan intoleran masih merupakan masalah yang cukup terbuka di Indonesia, tidak hanya dilakukan oleh Sdr. Shindy Paul. Pola perilaku seperti itu bagaimanapun menciderai rasa kebangsaan kita semua. Oleh karena itu, belajar dari kasus Sdr Shindy Paul ini, kami mendorong pemerintah Indonesia dan segenap tokoh masyarakat untuk mengikis persoalan itu dengan bersama-sama membangun iklim berbangsa yang saling menghargai, yang sejuk, tanpa kecuali. Kasus Paul Zhang harus dilihat sebagai bagian dari konstruksi sosio-kultural masyarakat Indonesia kontemporer yang masih cenderung rapuh, di mana ekspresi-ekspresi sikap atau pendapat pribadi yang masuk ke ruang publik tidak ditempatkan dalam kerangka penghargaan atas realitas masyarakat Indonesia yang plural ini. Karena itu, kami mendorong semua pihak untuk dapat mengartikan secara lebih serius lagi apa arti menjadi masyarakat Indonesia yang plural dan terbuka, yang menuntut dikembangkannya di dalamnya sikapsikap bertoleransi, adanya rasa empati akan sesama saudara sebangsa yang berbeda latar belakangnya. Sekalipun setiap warga negara bahkan hak asasi manusia melindungi kebebasan seseorang dalam berpikir dan berekspresi, namun hak-hak pribadi hendaknya dipakai secara bijaksana. Membangun masyarakat Indonesia yang adil mulai dari cara berpikir dan dalam setiap ekspresi pikiran kita harusnya menjadi tujuan kita bersama untuk menjadikan Indonesia yang majemuk ini lebih baik.
Salatiga, 21 April 2021
Neil Semuel Rupidara, S.E., M.Sc., Ph.D.
Rektor UKSW
(Prb/mediakita.co)