BREBES, mediakita.co – Menanggapi keluhan dari warga mengenai pabrik pengupasan rajungan di Desa Prapag Lor, kecamatan Losari, Brebes, Pemkab Brebes langsung menindaklanjutinya. Melalui DLHPS brebes, petugas langsung mengecek ke lokasi tersebut.
Petugas pun mengecek saluran pembuangan yang dituduhkan warga menyebabkan bau busuk. Dari hasil pengecekan itu, petugas justru menemukan bahwa bau busuk itu ditimbulkan dari limbah rumah tangga.
“Kami langsung mengecek ke lokasi dan mendatangi pabrik yang dimaksud warga. Kemudian kami juga mengecek saluran-saluran air yang ada di sekitarnya. Ternyata pabrik pengolahan rajungan itu tidak membuang air di saluran, melainkan ditampung di tempat penampungan sendiri,” kata Budhi Darmawan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Sampah (DLHPS) Brebes, Budhi Darmawan menyatakan belum ditemukan adanya pelanggaran terhadap home industri Mika Jaya Lancar yang merupakan pabrik pengupasan rajungan di Desa Prapag Lor Kecamatan Losari. Hal itu merupakan hasil pengecekan di lokasi yang dilakukan pada Selasa (19/10/2021).
“Kami belum menemukan adanya pelanggaran di home industri itu. Kami akan menindaklanjuti keluhan warga dengan nanti melakukan musyawarah dengan berbagai pihak,” kata Budhi Darmawan.
Budhi memastikan bahwa keberadaan pabrik yang sempat diprotes warga tersebut tidak ada pencemaran limbah. Hal ini lantaran air sisa cucian rajungan langsung ditampung di tempat khusus oleh pihak pabrik. Sementara bau busuk yang dikeluhkan warga ditimbulkan oleh limbah rumah tangga. Ditambah lagi dengan adanya banjir rob yang mengakibatkan bau tercampur.
“Di lokasi itu selain ada pabrik rajungan, juga ada pabrik pengolahan terasi, ikan asin, dan lainnya. Sehingga, kalau terjadi banjir rob itu bau itu akan tercampur. Tapi kami akan melakukan uji laboratorium kandungan air cucian peralatan pengupasan rajungan,” lanjutnya.
Selain meninjau lokasi pabrik, DLHPS juga mengecek perizinan pabrik pengolahan rajungan tersebut. Menurut Budhi Darmawan, pabrik tersebut tergolong home industri (industri rumahan). Pabrik itu pun diketahui sudah memiliki dokumen perizinan, yaitu melalui perizinan online atau Online Single Submission (OSS).
“Izinnya sudah ada, lewat OSS. Kami sudah mengecek kelengkapan dokumen perizinan pabrik itu, dan tidak ada masalah. Kami datang ke lokasi hanya untuk peninjauan. Karena sampai saat ini belum ada aduan dari warga kepada kami. Kalau ada masalah, silakan adukan ke kami. Kami akan langsung tindaklanjuti,” ungkap Budhi.
Lebih lanjut, Kepala Bidang Pengelolaan Sampah Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) DLHPS, Agus Kholik mengungkapkan, pihaknya juga mengamati proses pengolahan rajungan di pabrik itu. Menurutnya, saat ada kiriman bahan baku (rajungan) langsung dimasukkan di dalam pabrik yang kemudian langsung dilakukan pengupasan oleh pekerja.
“Setelah dikupas, kemudian area pabrik disiram dengan air untuk pembersihan. Air itu kemudian langsung dimasukkan ke penampungan. Jadi tidak ke saluran seperti yang diprotes warga,” tambahnya.
Terkait dengan permintaan warga untuk melakukan penutupan pabrik tersebut, DLHPS menanggapinya akan menindaklanjutinya dengan melakukan musyawarah bersama berbagai pihak. Menurut Agus, terdapat sisi positif dengan adanya pabrik tersebut, yakni terkait ekonomi masyarakat. Sehingga, saat ini pihaknya akan berupaya mencari solusi terbaik.
“Di situ roda perekonomian warga. Banyak warga sekitar yang bekerja di pabrik itu. Jadi kami bersama kepala desa dan camat nanti akan mencari solusi terbaik,” tutupnya. (jun/dn)