Mediakita.co – Namun alih-alih mendapatkan dukungan, pilkada serentak ini justru memicu sejumlah silang pendapat. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) misalnya mendapati temuan beberapa hal yang dapat menghambat pilkada.
Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menuturkan, PKPU Nomor 12/2015 mengatur penundaan pelaksanaan pilkada untuk daerah yang hanya memiliki satu calon karena kekhawatiran ada satu calon yang didukung semua partai politik. Ia merasa perlu ada pembatasan bahwa satu calon hanya diperbolehkan mendapat dukungan maksimal dari separuh partai politik peserta pemilu.
“Tapi ini belum ada ketentuan, masih dalam pikiran kita. Kalau untuk setingkat UU, tentu dengan Perppu, tapi Pak Presiden belum berpikir soal itu,” ucap Yasonna, seperti dilansir dari detik.com.
Pendaftaran calon kepala daerah yang akan bertarung dalam pilkada serentak dimulai pada bulan Juli ini. Waktu pendaftaran calon kepala daerah dari jalur independen telah berlangsung, dan pendaftaran calon dari partai politik dimulai pada 26-28 Juli.
Tahun ini, pilkada serentak akan digelar pada 9 Desember 2015 di 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 36 kota. Pilkada serentak selanjutnya digelar pada Februari 2017 di 7 provinsi, 76 kabupaten, dan 18 kota. Pada Juni 2018, akan digelar pilkada di 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota.
Secara nasional, pilkada serentak akan digelar pada tahun 2027, di 541 daerah. Pelantikan gubernur terpilih akan dilakukan oleh Presiden, secara bersamaan di Istana Negara. Untuk bupati dan walikota pelantikannya akan tetap dilaksanakan dalam sidang paripurna DPRD kabupaten/kota.
Upaya pemerintah untuk menjajaki sejarah baru mekanisme suksesi kepemimpinan daerah melalui Pilkada serentak rupanya mendapati sejumlah ganjalan. Mekanisme ini memang digadang-gadang sapat menghemat anggaran negara.
Memang pilkada serentak memicu polemik dan silang pendapat. Diawali dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait beberapa hal yang dapat menghambat pilkada, kisruh parpol Golkar dan PPP, serta terbitnya PKPU tersebut.
sebelumnya Tjahyo Kumolo, mengungkapkan, PKPU Nomor 12/2015 itu memiliki semangat agar tidak ada calon kepala daerah yang membeli dukungan dari semua partai politik. Meski demikian, ia mengaku mendengar kritik bahwa PKPU itu dapat menghambat calon petahana atau figur populer menjadi kepala daerah karena tidak ada calon lain yang berani menjadi pesaing dalam pilkada.
Saat pelaksanaan pilkada ditunda, kata Tjahjo, maka posisi kepala daerah di daerah tersebut akan diisi oleh pejabat daerah sampai ada kepala daerah terpilih. Posisi gubernur kemungkinan akan diisi oleh eselon I yang ditunjuk Mendagri, dan untuk bupati/wali kota akan dipilih Mendagri dari tiga eselon II yang diajukan oleh gubernur.
“Kalau ditunda akan dipimpin pejabat daerah dua sampai tiga tahun. Anggaran (pilkada) yang tidak dipakai dikembalikan lagi,”