Salatiga, Mediakita.co,- Buku “Geger Pacinan 1740-1743, Persekutuan Tionghoa-Jawa Melawan VOC”, yang ditulis K.R.M.H. Daradjadi Gondodiprodjo, diperbincangkan secara interaktif, di Recital Hall Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Sabtu pagi (14/12/19). Demikian seperti tertulis dalam rilis kepada Mediakita.co.
Penulis buku hadir secara langsung menjadi narasumber dalam kegiatan tersebut, dan dimoderatori Panji Hanief Gumilang-pemilik dan kurator Rumah Museum Java Mooi.
Kota Salatiga menjadi kota tangsi VOC yang menentukan semasa Geger Pacinan. Salatiga tidak bisa dipisahkan dari narasi pembagian negeri Mataram. Kadipaten Mangkunegaran di Surakarta lahir dan disepakati di Salatiga dengan Perjanjian Salatiga, pada 17 Maret 1757. Sehingga, membahas Salatiga dengan Kadipaten Mangkunegaran di Surakarta merupakan satu kesatuan historisitas.
Buku terbitan Kompas itu, mengangkat tiga tokoh kunci, yakni Raden Mas Said-Pangeran Samber Nyawa, Pangeran Mangkubumi, dan Kapitan Sepanjang.
Relasi yang terlihat menjelaskan dan memberi bukti tentang hubungan baik Tionghoa dengan Jawa di prakolonial VOC. Geger Pacinan yang terjadi dari tahun 1740 sampai dengan 1743 membuktikan tentang hubungan baik tersebut sekaligus menunjukan bahwa Tionghoa pernah melakukan perang besar melawan kolonial Belanda. Kesultanan Yogya dan Kadipaten Mangkunegaran dibangun dari perlawanan terhadap kolonial tersebut.
Dengan membaca buku karya keturunan Mangkunegaran itu, bisa menjadi kunci penyelesaian problematika Tionghoa yang mendapat berbagai stigma hingga kekerasan melalui stereotipe yang ditanamkan kebenciannya yang telah mengakar di dalam masyarakat.
Daradjadi, seperti disampaikan kepada Kepala Biro Pengembangan dan Mobilisasi Sumber Daya UKSW Esthi Susanti Hudiono, menyatakan keinginannya untuk mengatasi masalah rasialisme yang terjadi melalui tulisannya. Penulis buku mendukung ide kesetaraan di antara semua warganegara, dan jalan paling efektif yang ditempuh adalah melalui jalan seni dan budaya. (sf/Mediakita.co).