Dunia seni saat ini terpuruk akibat pandemi Covid-19. Namun, di tengah keterpurukannya beberapa seniman menggeliat dalam kreasinya masing-masing. Salah satunya adalah Eggy Yunaedi, lelaki kelahiran Rembang 53 tahun lalu, ia beberapa kali menggelar pertunjukan speed painting atau melukis cepat di beberapa lokasi.
Kegiatan speed painting di Rengas Dengklok adalah karya terbarunya, dengan 2 (dua) buah karya menampilkan sosok Bung Karno dan Bung Hatta, Sang Proklamator.
Orang Bebas
Jauh sebelum menjadi “orang bebas” yang melukis, Eggy adalah pekerja kreatif. Melukis telah dijalani dalam waktu yang CUKUP lama, sejak ia masih kuliah di pertengahan 1980-an meski dengan intensitas yang rendah. Ilmu komunikasi yang ditekuninya saat kuliah dipadu dengan bakat melukisnya, membawa sosok Eggy bekerja di dunia advertising, dengan posisi sebagai Creative Director sebelum akhirnya resign.
Selepas dari industri advertising, Eggy mencoba menjalani beragam kehidupan yang sama sekali berbeda, salah satunya mencoba bertani dan melukis. Kegiatan lain yang juga dilakukannya adalah melakukan kerja kebudayaan bersama dengan beberapa kelompok masyarakat dan komunitas. Salah satu komunitas yang menjadi concern-nya adalah komunitas Sedulur Sikep di Pegunungan Kendeng, kegiatan yang dilakukan secara personal.
Dalam kebebasannya, Eggy juga terlibat berbagai aktivitas dalam format kelembagaann sebagai Tenaga Ahli di Platform Kebudayaan Indonesiana di bawah Ditjen Kebudayaan Kemendikbud RI. Melalui platform tersebut, ia berkesempatan bekerja bersama komunitas dan masyarakat adat dari berbagai daerah, di antaranya dengan masyarakat Gayo di Aceh, Ngada di Flores dan ndilalah juga dengan Sedulur Sikep di Blora yang sebelumnya sudah dikenalnya.
Sedulur Sikep
Ikatan batin Eggy dengan Sedulur Sikep tidak bisa dilepaskan, karena ia lahir di Rembang dan melalui masa kecilnya di wilayah Rembang, Pati dan Blora . Ikatan tersebut menguat manakala di Wilayah Pati dan Rembang terjadi ancaman kerusakan lingkungan oleh industri pertambangan. perjuangan mempertahankan kelestarian alam yang mendukung kehidupan masyarakat di sekitar Pegunungan Kendeng menjadi semacam magnet yang menariknya untuk “kembali pulang”.
“Awalnya barangkali sekedar sentimen masa lalu, karena masa kecil saya memang saya lalui di daerah sekitar Kendeng Utara. Ketika lebih jauh bergaul dengan mereka saya tahu mereka memang harus didukung karena mereka sedang memperjuangkan sesuatu yang bahkan tidak hanya untuk diri mereka sendiri, tapi juga buat kita semua, yakni memperjuangkan kelestarian alam yang mendukung kehidupan”, papar Eggy mengenai keterlibatannya dalam mensupport Sedulur Sikep.
Dan, berbicara mengenai pengalaman bersama Sedulur Sikep ini, banyak sekali peristiwa yang bisa direfleksikan sebagai sebuah pengalaman spiritual, salah satunya adalah peristiwa yang memperlihatkan keterjalinan antara masa lalu Eggy dan leluhurnya dalaam berinteraksi dengan Sedulur Sikep. “Saya merasa menjadi bagian dari komunitas ini. Barangkali itu yang menggerakkan saya” tegas Eggy.