NASIONAL, mediakita.co – Bertempat di Istana Merdeka, Presiden Joko Widodo memimpin Rapat Terbatas (Ratas) berkenaan dengan Percepatan Penyerapan Garam Rakyat, pada Senin 05/10/2020. Ratas dilakukan secara daring.
Dijelaskan oleh Presiden, bahwa saat ini Indonesia masih terkendala dalam produki garam, yakni pertama, kualitas garam rakyat yang rendah sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan industry dan kedua adalah rendahnya produksi garam nasional yang baru mencapai 2 juta ton per tahun.
Kebutuhan Garam Industri
Kebutuhan garam nasional Indomesia mencapai 4 juta ton per tahun, dengan produksi garam yang baru mencapai 2 juta ton per tahun, maka saat ini Indonesia masih melakukan impor garam.
Kebutuhan garam industry Indonesia mencapai 2,94 juta ton per tahun. Dengan demikian Indonesia memerlukan berbagai pengembangan produksi garam.
Pada kesempatan tersebut, Presiden menyampaikan, “Kita perlu mendorong Penerapan Hasil Inovasi untuk Tingkatkan Produktivitas dan Kualitas Garam Rakyat. Kita perlu produksi garam rakyat dengan memperhatikan lahan produksi yang cepat terintegrasi dengan salah stunya ekstensifikasi lahan. Kedua adalah penggunaaan inovasi teknologi produksi, terutama penyiapan washing plant serta Gudang penyimpanan. Ke depan juga sudah harus mengarah pada produk turunannya.”
Hasil Rapat Terbatas Ratas Percepatan Penyerapan Garam Rakyat
Selepas Rapat Terbatas, Menko Luhut Binsar Panjaitan menjelaskan bahwa, garam industry boleh diimpor langsung oleh perusahaan, namun dengan perjanjian bahwa garam tersebut tidak boleh didistribusikan ke pasar. Kondisi pandemi Covid-19, negara dipaksa melahirkan teknologi-teknologi sehingga kita tidak tergantung pada import.
Lebih lanjut, Luhut menegaskan bahwa pihaknya mendorong untuk pengembangan teknologi dan yang akan dibertanggungjawab atas pengembangan teknologi garam dan gula untuk kepentingan industry Kemenristek BPPT. Sementara untuk mengatur dilakukan oleh Menteri Perindustrian.
Impor termasuk gula rafinasi yang boleh melakukan impor adalah industry pangan.
Menristek BPPT, Bambang Brojonegoro menjelaskan bahwa penggunaan teknologi diintensifkan untuk mengurangi ketergantungan pada impor garam industry. Selama ini garam industry paling besar penggunaannya untuk pabrik kaca yang menyerap sekitar 2,3 juta ton per tahun. Untuk garam aneka pangan sekitar 540 ton per tahun, yang lebih kecil untuk pertambangan dan farmasi.
Demikian juga, kebutuhan garam aneka pangan, akan meningkatkan penyerapan garam rakyat. Dan saat ini yang kita kembangkan adalah garam industry terintegrasi, yakni pabrik garam yang terintegrasi dengan lahannya. Di mana petani garam bisa mengirim ke pabrik, dan pabrik yang akan meninngkatkan kadar NaCl-nya hingga mencapai kadar di atas 97%.
Pemenuhan garam industry untuk pabrik kaca, Menristek akan bekerjasama dengan PLTU di Serang, yang air buangannya akan diolah menjadi garam industry dan sebagian air siap minum. Dengan pengebangan teknologi ini akan mengurangi impor, meski nilai investasinya agak tinggi, namun bisa mengurangi ketergantungan secara signifikan.
Sementara itu, Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Agus Gumiwang menyatakan, “Banyak bahan baku industry impor yang harusnya masuk ke industry ternyata merembes ke pasar sehingga mempengaruhi petani garam lokal dan petani tebu.
Industri yang telah mendapat ijin, jika melanggar akan kena sangsi tegas.
Agus Gumiwang menjelasan bahwa Kementerian sejak tahun 2018 telah memfasilitasi MoU Program Bussiness Matching antara Industri Peggguna Garam dengan Petani Garam. Hasil dari kerjasama tersebut, pada Periode juli 2018 – Juli 2019 target 1,1 juta ton, realisasi 1,053 juta ton dan target Juli 2019 1,1 juta ton per Juli 2020 realisasi 1,5 juta ton.
Penulis : Harshan/mediakita.co