SALATIGA, Mediakita.co,- Indra Charismiadji, seorang pemerhati dan praktisi pendidikan di tanah air, menyampaikan cara bagi sekolah dalam mengadopsi teknologi digital. Hal itu disampaikannya saat menjadi pembicara dalam Webinar yang diselenggarakan Fakultas Biologi UKSW, Jumat (4/6/2021).
“Kalau di tahun 2021 ini masih banyak lembaga pendidikan yang mengatakan tidak bisa menyiapkan atau melaksanakan pembelajaran yang memanfaatkan gadget, memanfaatkan teknologi online, tidak ada kuota, berarti lembaga-lembaga pendidikan tersebut bahkan tidak siap untuk menjadikan anak didiknya bekerja di level driver ojol,” jelas Indra.
Indra mengatakan, terlepas dari positif dan negatif dari gadget, penggunaan gadget sudah menjadi bagian dari alat kerja manusia. Indra memberi contoh di tahun 2021 ini misalnya, pekerjaan-pekerjaan yang tidak membutuhkan pendidikan yang tinggi, seperti driver ojol, saat ini butuh gadget, butuh online, dan butuh kuota.
Sisi positif pandemi Covid-19, membuat dunia pendidikan mengadopsi teknologi digital. Namun, implementasinya tidak optimal. Hal itu terlihat dari kontradiksi antara pihak Kemendikbud yang ingin mengupayakan pengajaran tatap muka, namun di sisi lain bertentangan dengan kajian lembaga kesehatan.
Indra mengungkapkan satu hasil studi yang menempatkan satu sekolah virtual terbesar di dunia yang ada di Florida, ternyata capain belajar mereka di atas sekolah-sekolah regular (tradisional). Berdasar itu, Indra mengatakan, “Eranya memang era digital, harusnya terus didorong memanfaatkan digitalisasi”.
Dampak negatif yang muncul kepermukaan disebabkan karena adopsi teknologi digital di Indonesia tanpa perencanaan. Oleh sebab itu, Indra yang mengutip Handzic, menyebut perlunya perencanaan di tiga hal, yakni infrastruktur, Infostruktur, dan Infokultur, kesemuannya perlu dipersiapkan dengan baik oleh lembaga pendidikan. “Tiga-tiganya harus dilakukan, tidak hanya satu atau dua, nanti pincang jadinya. Tidak optimal dan tidak efektif dan tidak efesien”, lanjut Indra.
Infrastruktur bicara tentang perangkat yang digunakan dalam proses pembelajaran digital, dan tentunya alat yang multitasking, yakni dapat digunakan untuk berbagai fungsi. Indra menekankan untuk menggunakan alat yang multitasking itu secara optimal, tidak hanya untuk keperluan satu arah saja. “Membuat gambar bisa, membuat video bisa, bikin aplikasi bisa,” katanya.
Jika di Infrastruktur berhubungan dengan alat, maka di Infostruktur lebih ke identitas lembaga di dunia maya, seperti alamat situs, akun-akun sivitas yang berhubungan dengan nama domain lembaga. “Penggunaan domain itu penting, untuk membedakan dengan kebutuhan pribadi”, tegas Indra. Selain domain, lembaga pendidikan juga perlu menyipkan aplikasi-aplikasi yang dapat digunakan untuk proses pembelajaran. Indra memberi contoh seperti penggunaan Cloud-based Office Application, School Management System, ataupun Learning Management System.
Hal terakhir yang penting, tapi sering dilupakan adalah Infokultur. “Orang tidak menyadari bahwa kultur di era digital berbeda dengan era tradisional”, tandas Indra. Dalam kultur di era digital dikenal istilah “Anytime, Anywhare, Any Device”. Maksudnya, saat ini belajar bisa kapan saja, dimana saja, dan menggunakan alat apapun.