OPINI, mediakita.co – Solidaritas, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat (perasaan) solider, sifat satu rasa (senasib dan sebagainya), perasaan setia kawan (www.kbbi.web.id). Era pandemi Covid19 ini, segala sektor kehidupan terdampak sehingga solidaritas sangatlah diperlukan.
Rendahnya solidaritas sudah terlihat di awal era pandemik tahun 2019 lalu, saat semua orang membutuhkan masker untuk menghambat penyebaran sekaligus menjaga dari tertularnya virus Covid19, mendadak muncul kelompok yang menimbun masker dan menjualnya kembali dengan harga yang melambung tinggi, masker kemudian menjadi barang langka dan mahal.
Obat-obatan, vitamin, susu, oksigen dan tabung mendadak menjadi langka, mahal dan bahan rebutan bagi mereka yang mampu. Sedangkan kepasrahan dan keputusasaan dirasakan oleh mereka yang tidak mampu. Apakah solidaritas belum terpatri di hati rakyat Indonesia?
Kurangnya solidaritas juga terlihat dari perilaku sebagian orang di masa Pandemi, mereka yang enggan mematuhi anjuran 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, membatasi mobilitas) dengan berbagai alasan, tidak memahami bahwa dirinya dapat menjadi pembawa/penyebar virus Covid-19 kepada orang disekitarnya, terutama pada kelompok rentan (orang dengan komorbid, manula, imunitas rendah dan obesitas). Kurangnya pemahaman, ketidak perdulian dan ego yang tinggi mungkin menjadi penyebab hilangnya solidaritas.
Sektor ekonomi yang terdampak sebenarnya bisa segera bangkit bila solidaritas tinggi dari masyarakat. Banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan dan sumber penghidupan, bisa ditopang oleh mereka yang masih mempunyai pekerjaan dan penghasilan stabil dan atau berkemampuan finansial lebih.
Prinsip solidaritas sudah tercermin pada sebagian masyarakat yang mengaktifkan sistem “Jogo Tonggo” atau menjaga tetangga, dengan konsep sangat sederhana yaitu “Sing wareg ngopeni sing ngelih” atau mereka yang kenyang harus memberi makan pada yang lapar.
Apabila di suatu wilayah terdapat 5% masyarakat kurang mampu atau kelaparan, maka kehidupan harus ditanggung 95% masyarakat yang mampu. Bila terdapat 50% yang miskin, maka 50% warga yang mampu bergotong royong, 1 mampu menopang 1 miskin.
Lalu bagaimana jika ada 95% yang tidak mampu ? Ini tidak mungkin terjadi, karena Indonesia sudah merdeka, dan menurut data Badan Pusat Statistik Indonesia hasil sensus penduduk pada September 2020 sebanyaj 270,2 juta jiwa, dimana persentase penduduk miskin pada September 2020 sebesar 10,19% atau sebanyak 27,55 juta jiwa. (www.bps.go.id).
Solidaritas juga bisa dilakukan dengan berbelanja kebutuhan sehari-hari di pasar tradisional, warung tetangga dan pedagang keliling. Roda perekonomian tetap dapat berputar dengan stabil apabila kita menjadi konsumen tetap bagai produsen dan penjual lokal. Sehingga terdampaknya ekonomi seharusnya kita atasi bersama dengan semangat solidaritas, bukan malah dijadikan ide ujaran kebencian, isu yang digoreng untuk menggiring opini rakyat terhadap branding sosial kaum tertentu.
Apakah solidaritas merupakan ilmu baru sehingga ada orang yang belum memahaminya ? Pancasila sila ke 5 mengajarkan solidaritas, dimana Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, dilambangkan dengan padi dan kapas, bahwa kesejahteraan sosial adalah tanggung jawab seluruh penduduk Indonesia yang berdasar negara Pancasila. Solidaritas ada didalam ajaran agama Islam, Allah SWT berfirman dalam QS Al Ma’idah ayat 2, yang artinya “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”.
Disebutkan juga dalam QS Al Anfal ayat 1, yang artinya “Bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu. dan ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman”. Dalam hadist yang shahih Rasulullah SAW bersabda “Perumpamaan kaum mukminin dalam hal kecintaan, rahmat dan perasaan di antara mereka adalah bagai satu jasad. Kalau salah satu bagian darinya merintih kesakitan, maka seluruh bagian jasad akan ikut merasakannya dengan tidak bisa tidur dan demam” (HR Muslim 2586).
Tadhamun atau takaful bermakna solidaritas merupakan bagian dari nilai Islam, yang menurut Gus Mus adalah humanistic-transedental, dimana tidaklah cukup hablumminallah tanpa disertai hablumminannas, shaleh ritual-shaleh sosial. (www.fai.um-surabaya.ac.id). Apakah Islam hanya mengajarkan solidaritas pada sesama muslim ?
Dikutip dari www.jurnal.uinsu.ac.id, disebutkan bahwa Nabi Muhammad sebagai seorang pemimpin mampu menyatukan seluruh elemen masyarakat Madinah, dari isi Piagam Madinah yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan, tanggung jawab sosial, toleransi dan juga sikap saling menghormati ditengah-tengah masyarakat Madinah yang heterogen dan pluralistik.
Mari kita bersama menanamkan solidaritas dalam hati, mengejawantahkan dalam perbuatan sehari-hari, sehingga segera berakhirlah era pandemi. Selamat Tahun Baru Islam 1443 Hijriah, 10 Agustus 2021.
Penulis:
dr. Nieke Indrawati Patabara, Sp.N
Wakil Ketua DPD Partai Solidaritas Indonesia Kabupaten Pemalang