BANTEN, mediakita.co- Adanya aturan dalam Standar Operasional Pelayanan (SOP) yang diberlakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) dilingkungan Kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Provinsi Banten, dalam pelayanan dan penerimaan wajib pajak kendaraan banyak menuai protes berbagai kalangan di masyarakat Banten.
Pasalnya, pemberlakuan tersebut dianggap ‘cukup menghambat’ dan merugikan kedua belah pihak, khususnya masyarakat wajib pajak di wilayah provinsi Banten yang terpaksa harus kena denda atau tidak dibayarkan pajaknya akibat harus cari dan pinjam KTP Asli si pemilik pertama kendaraan miliknya.
Selain itu, tentunya juga menimbulkan kerugian pemerintah dalam keterlambatan penerimaan pajak sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) di daerah yang bersangkutan.
Sebut saja Yudi, salah satu warga asal Kabupaten Tangerang, Banten, ia membeli kendaraan second (bekas,red) dari seseorang yang kebetulan pajak kendraan tahunannya harus diperpanjang kembali. Sementara, pajak plat kaleng (Nopol) kendaraannya masih berlaku 4 tahun lagi.
“Berkas saya ditolak oleh bagian pelayanan di samsat kelapa dua, kabupaten tangerang, banten. Hanya gara-gara dipersoalkan tidak bisa menunjukan KTP asli dari si pemilik kendaraan pertama yang sudah pindah alamat rumah, padahal di berkas itu ada poto copy KTP si pemilik kendaraan pertama dengan alamat yang dulu, STNK asli, BPPKB asli plus kwitansi pembelian kendaraan juga sudah saya lampirkan, lagian plat nomor kendaraan saya masih berlaku lama,” ujarnya.
Yudi pun menambahkan, kewenangan Samsat adalah melayani masyarakat yang membayar pajak kendaraan miliknya, baik itu pajak tahunan ataupun pajak kendaraan per 5 tahunan. Pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Pendapatan setempat harus bijak soal kepemilikan kendaraan umumnya di Indonesia dan mayoritas beli kendaraan bekas pakai, terlebih disaat pandemi seperti saat ini.
“Bukan mempersoalkan KTP pemilik kendaraan itu siapa dan yang bayar pajak itu KTP siapa sehingga terkesan kami ini pemilik kendaraan ilegal?. Ini’ kan aneh, masyarakat mau taat wajib pajak diperhambat oleh aturan karet yaitu harus menunjukan KTP asli si pemilik pertama kendaraan,terkesan kita ini seperti mau pinjam uang dengan menggadaikan kendaraan di lembaga keuangan perbankan, pegadaian, atau koperasi?,” tuturnya.
Tambah Yudi, bila aturan itu terus dipertahanakan dan diberlakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah dilingkungan Provinsi Banten, ia meyakini masyarakat di ajarkan untuk ‘malas’ bayar pajak kendaraannya. Selain itu, diduga kuat membuka luang untuk praktek ‘percaloan’ kembali dikalangan orang dalam kantor Samsat dengan ketentuan ‘biaya ektra’ yang dipungut liar dari masyarakat pemilik kendaraan.
“Saya meyakini itu, karena saya dengar katanya bila punya orang dalam cukup hanya lampirkan berkas STNK dan BPPKB asli, serta lampirkan poto copy KTP si pemilik pertama kendaraan juga kwitansi asli jual belinya,ya sudah lancar,” ucap Yudi, sambil mengatakan bahwa dinegeri ini masih banyak oknum dipelayanan masyarakat umum yang menerapkan “Bila Bisa Dipersulit,Kenapa Harus Dipermudah Dalam Pelayanan Kepada Masyarakat,’ imbuhnya sambil tersenyum kecut.
Hal serupa juga diungkapkan oleh warga lainnya, sebut saja Fia warga asal Kota Serang, ia pun mengalami hal yang sama ketika mau balik nama kendaraan motor miliknya. Dan kebetulan si pemilik pertama kendaraannya itu tidak jelas kedudukan tempat tinggalnya.
“Sementara tempat tinggal di KTP nya itu adalah rumah milik orangtuanya. Dan anaknya itu (nama di STNK dan BPPKB, red) sudah tidak tinggal dengan orangtuanya lagi, karena menurut keterangan orangtuanya bahwa anaknya itu sudah lama tidak pulang karena bekerja disebuah proyek di luar pulau jawa, tanpa kabar berita,” katanya.
Sementara itu kata Fia, pihak pegawai Samsat tetap ‘kekeuh’ dan harus memperlihatkan KTP Asli si pemilik pertama kendaraan yang dia beli dari relasinya itu yang hanya memiliki poto copy KTP dan kwitansi jual belinya saja.
“Ini’kan merepotkan kita sebagai masyarakat yang ingin taat dalam wajib pajak, bagaimana bila orang itu sudah meninggal atau sedang bekerja di luar negeri, atau tidak jelas lagi dimana tempat tinggalnya karena sesuatu hal seperti yang dialami pemilik pertama kendaraan saya itu?,” tuturnya.
Fia juga menambahkan, bahwa alasan pegawai Samsat itu katanya demi menghindari kendaraan dari soal ‘kriminalitas’ atau dugaan persoalan atas kendaraan milik masyarakat yang akan bayar pajak. Itu katanya adalah keanehan tersendiri?. Sehingga masyarakat ‘dipaksa’ untuk di tilang ketika ada razia kendaraan oleh pihak kepolisian, sebagai imbas dari sulitnya untuk membayar pajak kendaraan miliknya, yang kini terpaksa pajak kendaraannya itu mati akibat pemberlakuan wajib memperlihatkan KTP Asli si pemilik pertama kendaraan motornya.
“Yang saya tanyakan ini kantor samsat tempat bayar pajak kendaraan atau lembaga penyidik hukum negara ?,” herannya.
Ungkap Fia, dengan memperlihatkan buku BPPKB Asli , STNK Asli dan poto copy KTP pemilik kendaraan pertama serta tanda tangan di kwitansi jual beli yang bermaterai ditandatangani saja, itu sudah cukup kuat dan sah terhadap kepemilikan sebuah harta benda termasuk kendaraan bermotor.
“Tidak semua masyarakat itu mampu untuk langsung balik nama kendaraan bermotor, adakalanya pajaknya saja yang mati tapi STNK dari kepolisian itu masih berlaku cukup lama juga. Terkecuali, ketika balik nama tidak ada biaya lagi soal STNK dari kepolisiannya dan itu mungkin lain soal bagi masyarakat,” paparnya.
Masih kata Fia, sebenarnya pihak Samsat tidak usah repot-repot mengurusi persoalan hukum atas kendaraan milik masyarakat umum yang mau bayar pajak demi Kas Negara, tindakan kejahatan itu ada di kewenangan lembaga hukum semisal Kepolisian, dan Kejaksaan, serta Pengadilan Negeri.
“Tidak mungkin dong kendaraan hasil kejahatan dibayarkan pajaknya oleh si pencuri itu plusdia itu memiliki buku BPPKB dan STNK asli dan poto copy KTP juga kwitansi jual beli bermaterai bertanda tangan pula,” jelasnya.
lanjutnya, inilah yang dianggapnya sebagai generasi muda bangsa kekinian bahwa pelayanan dilingkungan kantor Samsat dituding masih tidak sejalan dengan program pemerintah pusat yang sering digaungkan oleh presiden jokowi yaitu agar memangkas terhadap bentuk pelayanan bagian birokrasi yang dianggap menyusahkan masyarakat terlebih ketika akan membayar pajaknya.
“Istilah kerennya perlu direformasi birokrasi dalam pelayanan!. Dan lain soal apabila KTP asli itu, diundang-undangkan oleh pemerintah sebagai salah satu alat bukti pembayaran yang sah di negeri ini, lha kita ini mau bayar pajak kepada pemerintah lho?. Ko’ harus dipersulit begitu, nanti ujung-ujungnya calo lagi saja yang jadi pahlawan bagi masyarakat umum yang akan bayar pajak kendaraannya itu,“ tandasnya.
Ditempat terpisah, Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Banten, Opar Sochari, sampai berita ini diturunkan dan dihubungi wartawan via ponsel ataupun WA di nomor 0811127222 belum memberikan jawaban dan klarifikasinya atas persoalan yang dikeluhkan masyarakat umum pemilik kendaraan yang ada diwilayah Banten.
Penulis : D’Mulyadi – mediakita.co