BANTEN, mediakita.co- Dalam agenda rapat kerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Pemerintah Daerah (Bappeda) Provinsi Banten, di Hotel Grand Serpong Tangerang, Banten beberapa waktu lalu (12/9/2023).
Aktivis lingkungan Kawali Indonesia Lestari DPW Provinsi Banten yang diketuai oleh D. Mulyadi, mengusulkan agar dalam kegiatan program kedinasan dan lembaga yang ada lingkungan Pemerintahan Provinsi Banten, untuk lebih berhemat penggunaan anggaran dan menekankan pentingnya sebuah pembangunan dengan kearifan lokal.
Hal ini menurut Ketua DPW Kawali Provinsi Banten, D. Mulyadi, pentingnya sebuah pembangunan tapi juga lebih penting lagi dengan mengedepankan dengan kearifan lokal, sebagai bentuk kepedulian yang dampaknya guna mendukung melestarikan alam lingkungan di Banten yang tetap lestari.
Ia juga mengungkapkan, salah satu yang disoroti dalam usulan Kawali Provinsi Banten dalam rapat kerja RPJMD Provinsi Banten tersebut diantaranya, menyoal keberadaan warisan alam, yaitu Geopark yang dimiliki oleh Provinsi Banten.
Menurutnya, selama ini pemerintah Provinsi Banten belum maksimal dalam pemberdayaan warisan alam Geopark dan menjadikan aset daerah yang dapat dibanggakan dalam kelestariannya.
“Kami sebagai aktivis lingkungan Kawali Indonesia Lestari Banten, mengusulkan keberadaan Geopark untuk di berdayakan dalam kelestariannya kepada Tim perumus RPJMD Banten agar dalam penyusunan Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah, dan Jangka Panjang pemerintahan Provinsi Banten dalam kaitannya tersebut,” jelasnya.
Dirinya menegaskan, sebagai aktivis lingkungan yang tergabung di lembaga Kawali Indonesia Lestari, ia juga mengusulkan beberapa point saran dan usul, diantaranya yaitu:
– Dalam kebijakannya, kami harapkan Pemprov Banten secara serius dalam mendorong dan mendukung sepenuhnya pengembangan Geopark melalui Melalui Program SKPD-SKPD, seperti : Bappeda, Dinas ESDM (sudah aktif), Disbudpar, Dinas Pendidikan, Dinas PUPR, Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup prov Banten, Dinas Koperasi, dan DPMPTSP serta SKPD lainnya agar turut berperan aktif guna mendukung dan mendorong kelestarian Geopark yang ada di Banten, baik melalui program Dinas atau di kelembagaannya.
“Hal ini harus ditekankan, perlunya dukungan oleh perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan kelembagaan masing-masing dinas, badan, dan lembaga yang ada dilingkungan pemerintahan provinsi Banten,” tuturnya.
Lanjut Mulyadi, saat ini berdasarkan informasi yang di terima oleh lembaga Kawali Banten, bahwa dari 3 (tiga) aset warisan alam potensi geopark yang dimiliki Banten, baru 2 (dua) saja yang bergerak sedang proses dalam pemberdayaannya, yaitu:
1). Geopark Ujung Kulon (informasinya masih menunggu penetapan sebagai Geopark Nasional oleh kementerian);
2). Geopark Bayah Dome (penyampaian dan penyempurnaan persyaratan setelah diajukan utk penetapan Geopark Nasional);
3). Geopark Rawa Dano.
“Pemerintah daerah masih berjalan ditempat, Alias belum bergerak untuk mendukung pemberdayaan keberadaan warisan alam Geopark tersebut,” jelasnya.
Ketua DPW Kawali Provinsi Banten juga mengungkapkan, bahwa berdasarkan UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur prinsip desentralisasi dalam pengelolaan sumber daya alam, dan pasal 1 ayat (30) UU No.32 Tahun 2009 Tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara yuridis formal kearifan lokal telah diperkenalkan dalam pasal 1 ayat (30) UU No.32 tahun 2009 yang mengatur bahwa kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kelola antara lain melindungi dan pengelolaan lingkungan hidup secara lestari.
Padahal lanjut dia, aset alam Geopark yang dimiliki oleh daerah Banten sangat banyak manfaat bagi nilai-nilai kehidupan manusia kekinian dan bahkan generasi yang akan datang.
“Karena selain bisa dijadikan obyek wisata alam, juga dapat dijadikan sebagai kawasan bahan study riset dalam keilmuan geologi dan sejarah untuk pengetahuan generasi yang akan datang, dari warisan alam yang dimiliki daerah banten,” terangnya.
Sebagai aktivis lingkungan hidup, dengan menjaga dan melestarikan lingkungan, khususnya keberadaan aset warisan alam Geopark itu tujuannya dianggap sangat mulia.
“Ada pepatah, bahwa dengan memuliakan bumi (alam lingkungan) maka akan berdampak ikut serta dalam mensejahterakan masyarakat,” tegasnya.
Mulyadi juga memaparkan, dengan mengembangkan Geopark dan melestarikannya itu, berarti semua pihak stakeholder yang ada di Banten telah melakukan konservasi positif sumber daya alam sekaligus memberdayakan masyarakat sekitar, melalui kegiatan Ekowisata dan geowisata.
Selain itu, lembaga Kawali juga memberikan usulan dan saran kritik lainnya, dalam hal ini terkait pelaksanaan program pembangunan di lingkungan dinas-dinas dan lembaga yang ada dilingkungan Pemprov Banten, khususnya menyoroti program di Dinas PUPR Provinsi Banten.
Katanya, Lembaga aktivis lingkungan Kawali berharap, ada sebuah ketegasan dari mereka (para pemilik kebijakan) dilingkungan Pemprov Banten.
Pentingnya memiliki aturan ketat terkait penghematan biaya anggaran program pembangunan di situasi dan kondisi era kekinian.
Hal ini terkait dalam sebuah program pembangunan yang ada di kedinasan atau lembaga dilingkungan Pemprov Banten. “Artinya, jangan berpihak yang sifatnya hanya demi sebuah meraup keuntungan pribadi atau kelompok, dengan cara membeli bahan-bahan material untuk sebuah pembangunan dari luar daerah. Padahal bisa lebih efektif dengan membangun yang bahan materialnya dibeli dari lokal (Banten),” ungkapnya.
Seperti misalnya, ada sebuah informasi yang diterima oleh Kawali Banten, untuk pembangunan tanggul irigasi program dari dinas PUPR Banten bahan materialnya dibeli dari Lampung, seperti yang terjadi dalam proyek pembangunan irigasi yang ada di lingkungan Cipare Kota Serang, dimana bahan untuk pembangunan penahan tanggul irigasi dengan anggaran senilai miliaran rupiah atau kurang lebih Rp 1,9 M.
“Akan tetapi hasil volume panjang pembangunan tanggul tersebut hanya sekitar 140 meteran saja, ini sama dengan pemborosan anggaran dari uang hasil pajak masyarakat banten, yang kurang baik,” katanya.
Padahal kata Mulyadi, bila saja dibangun dengan sistem pembangunan berbahan dasar lokal seperti batu, dan pasir, serta semen yang dibeli dari perusahaan-perusahaan lokal (Banten), maka selain akan berdampak dalam penghematan anggaran dan tidak pemborosan anggaran daerah dari hasil pajak masyarakat Banten, juga sangat dimungkinkan dalam volume pembangunannya itu diyakini akan lebih baik (yaitu volume bertambah panjang, bukan hanya 140 meteran, red).
“Inilah salah satu contoh sebuah perilaku kearifan lokal dan akan berdampak positif bagi semua pihak, khususnya kebermanfaatan dari hasil pembangunannya tersebut. Yaitu hemat anggaran dari uang hasil pajak masyarakat banten, dan juga uang dari pajak masyarakat itu masih berputar nilainya diwilayah banten juga tidak keluar, ” tuturnya.
Kawali Banten pun menyikapi keterkaitan pembangunan proyek Bronjong yang berada di wilayah Cibeo Baduy kabupaten Lebak, yaitu diduga terjadinya penyempitan alur sungai. “Ini juga termasuk kurangnya kearifan lokal, bukan hanya demi keindahan pembangunan tanggul atau bantaran sungai, tetapi hak alur air sungai malah di persempit. Ini kami khawatirkan, akan berdampak kepada pemborosan anggaran dalam pembangunannya itu, karena bangunan itu khawatir akan sia-sia karena dimungkinkan cepat jebol atau rusak kembali ketika datang musim penghujan di wilayah hulu. Karena tak jarang dikawasan itu tiba-tiba datang arus sungai deras bahkan terjadi banjir bandang dadakan,” paparnya.
Disinilah, perlunya semua pihak yang terlibat dalam proyek bronjong tersebut untuk berpikir kearifan lokal.
“Karena ketika alam dihambat atau bahkan dirusak, maka malapetaka bencana akan ditanggung semua orang termasuk berimbas kepada kerugian bagi sebuah negara juga pada akhirnya,” imbuhnya.
(*/Ist)