NASIONAL, mediakita.co– Berita kunjungan Raja Willem Alexander dan Ratu Maxima Zorreguieta Cerruti Belanda ke Indonesia kali ini memiliki makna tersendiri. Setidaknya, ada dua catatan penting yang menyertai dalam kunjungan kenegaraannya, Selasa, (10/03/2020).
Raja dan ratu Belanda diterima Presiden Joko Widodo di Istana Bogor. Dalam jumpa pers, Raja Willem menyampaikan kata penyesalan dan permintaan maaf atas kekerasan yang pernah dilakukan dimasa lalu. Selain ungkapan menyejukan itu, Pemerintah Belanda juga mengembalikan keris milik Pangeran Diponegoro.
Keris Wangsa Mataram itu, sebelumnya sempat dinyatakan hilang selama ratusan tahun lalu. Keris yang disebut Kyai Naga Siluman itu dikabarkan dipajang diruang teratai Istana Bogor. Mereka, Presiden Jokowi dan Raja Willem dan istri juga berkesempatan berfoto setelah bersama-sama menyaksikan keris tersebut yang dipajang dalam kotak kaca.
Sekretaris kabinet Pramono Anung melalui akun Instagram pribadinya menyatakan, Keris Pangeran Diponegoro diserahkan oleh raja Willem Alexander melalui dubes Indonesia di Belanda pada tanggal 3 Maret 2020 kepada Presiden Jokowi dan dalam kunjungan Raja Belanda hari ini, tanggal 10 Maret 2020 di Istana Bogor, keris tersebut dipamerkan.
Setelah perang Jawa pada 1825-1830, sejumlah sumber menyebut keris itu pernah dihadiahkan oleh Pangeran Diponegoro kepada Raja Willem I pada 1831. Hadiah itu diserahkan melalui Jenderal Hendrik Markus de Kock, Kolonel Jan-Baptis Clerens, saat ditangkap pada tanggal 28 Maret 1830.
Sudah 189 tahun keris Kyai Nogo Siluman berada di Belanda. Demikian, kalimat pembuka dilaman Historia, tentang pandangan sejarawan berkebangsaan Inggris Peter Carey yang paling tekun meneliti sosok Pangeran Diponegoro dan dikenal sangat Indonesianis.
“Saya agak heran, bagaimana bisa sebegitu teledor keris dari seorang Diponegoro bisa hilang. Padahal keris ini masuk dalam koleksi kerajaan (Koninklijk Kabinet van Zeldzaamheden atau KKZ) sejak Januari 1831,” ujar sejarawan Peter Carey kepada Historia, dikutip oleh mediakita.co, Rabo (11/03/2020).
Pun saat Belanda dan Indonesia terlibat Cultural Accords pada 1975, keris Kyai Nogo Siluman masih misterius. Hanya tombak Kiai Rondhan dan pelana kuda Diponegoro yang kembali dan jadi koleksi Museum Nasional, Jakarta.
Adapun riset tentang keris Kyai Nogo Siluman baru terjadi medio 2017. Selain desakan eksternal akan isu dekolonisasi, risetnya dipicu beberapa buku yang terbit kemudian mengenai Diponegoro. Salah satunya karya Peter Carey, The Power of Prophecy: Prince Dipanegara and the End of and Old Order in Java, 1785-1855.
“Setelah ada beberapa buku, termasuk buku saya, mulai ada arus yang mau menguak sorot Diponegoro. Tahun 2017 mereka baru melakukan riset. Dalam pandangan saya, ini mencerminkan tidak bertanggung jawabnya Belanda. Jika mereka punya rasa hormat, mereka akan merawat betul benda bersejarah itu,” ujar Carey.
“Mungkin riwayat yang terjadi dengan keris ini mencerminkan apa yang terjadi dengan sekian banyak pembuangan tokoh lainnya yang kemudian dilupakan setelah dikuasai. Ini seperti citra Belanda terhadap perlakuan mereka atas kebudayaan Jawa. Mereka datang ke sini untuk menjadi kolonialis yang sukses, menangkap Diponegoro, lantas peduli setan dengan hal lainnya,” tandas Carey.
Menanggapi kontroversi keaslian keris tersebut, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan, proses penelitian terhadap keaslian keris tersebut sudah cukup lama. Pemerintah bahkan sudah mengirimkan sejumlah ahli ke Belanda untuk meneliti dan membuktikan keasliannya.
“Dengan datangnya tim Indonesia, sudah dikonfirmasi keris tersebut adalah keris Pangeran Dipponegoro dan kemudian dikembalikan ke Indonesia,” tu kasnya.
Oleh : Redaksi mediakita.co/01