Belasan Pemuda Asal Papua Gelar Demonstrasi di Salatiga Tuntut Amerika Bertanggungjawab Atas Penjajahan di West Papua

Belasan Pemuda Asal Papua Gelar Demonstrasi di Salatiga Tuntut Amerika Bertanggungjawab Atas Penjajahan di West Papua

Salatiga. Mediakita.co – Belasan pemuda asal Papua yang menamakan diri Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI – West Papua) menggelar aksi demonstrasi di Kota Salatiga tepatnya di depan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga (15/8/2019). Selain berorasi mereka juga membentangkan spanduk besar yang bertuliskan, ‘Amerika Harus Bertanggungjawan Atas Penjajahan di West Papua’. Di samping itu ada beberapa poster yang menyuarakan keadilan atas tanah papua di antaranya, ‘Berilah hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Papua’, Buka akses bantuan kemanusiaan dan jurnalis nasional maupun internasional ke Nduga, segera buka akses jurnalis ke Nduga, dll’.

Menurut salah seorang peserta aksi yang tidak mau disebutkan namanya bahwa aksi ini dilakukan karena berlarut – larutnya kejahatan kemanusiaan di Bumi Cendrawasih khususnya di Nduga yang sangat menyakitkan masyarakat Papua. Ia juga mengatakan bahwa Indonesia sudah 74 tahun merdeka tetapi rakyat Papua tetap terjajah sampai sekarang.

Dikesempatan itu para demonstran juga membagikan selebaran yang berjudul, ‘Illegal New York Agreement 15 Agustus 1962 dan Tragedi Kemanusiaan di Nduga’, Tema: Amerika Bertanggung Jawab Penjajahan di Atas Tanah West Papua’. Berikut isi lengkap selebaran tersebut:

Pergerakan dan perjuangan bangsa West Papua merupakan manivesto gerakan yang sedang rakyat terus memperjuangkan secara demokratik dan untuk membebaskan bangsa West Papua dari kolonialisme Indonesia maupun dari antek – antek Imperialisme, kapitalisme dan borjuasi yang sedang melekat pada kehidupan rakyat West Papua. Pada tahapan merebut kemerdekaan bangsa West Papua secara sejarah bahwa pada 01 Desember 1961 sebagai embrio nasionalisme bangsa West Papua telah merdeka sama sejajar dengan bangsa – bangsa lain dan memperoleh hak kemerdekaan sebagai konstitusi yang sah di mata dunia. Namun kemerdekaan di kalim secara sepihak sehingga menghadirkan goncangan TRIKORA (Tri Komando Rakyat) pada 19 Desember 1961 oleh Ir. Soekarno di Alun – Alun Utara Kota Yogyakarta dengan Imbas untuk membubarkan atau menghapuskan nama negara West Papua yang telah merdeka dan melakukan perjajian – perjanjian yang tidak sesuai keinginan rakyat West Papua bahkan belum pernah dipertanyakan, apakah perjanjian – perjanjian itu perlu disetujui oleh rakyat West Papua atau tidak?

Inilah kepihakan Belanda, Indonesia dan Amerika Serikat mengambil bagian untuk kepentingan mereka atas West Papua. Kepetingan ini adalah merujuk pada aneksasi West Papua secara tidak demokratis membawa ke meja PBB untuk di proses lagi. Sehingga proses aneksi ini merupakan kesepakatan – kesepakatan yang dihadirkan oleh negara – negara tersebut terhadap bangsa West Papua. Padahal, proses tersebut tidak sama sekali keinginan rakyat West Papua yang mendiami seluruh West Papua. Hanya satu solusi yang diinginkan oleh rakyat West Papua ketika itu yaitu merdeka di atas tanah sendiri.

Bacaan Lainnya

Proses Ilegal Perjanjian New York Agreement 15 Agustus 1962, proses aneksasi bangsa Papua Barat ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dilakukan dengan illegal berawal dari Trikora 19 Desember 1961, perjanjian New York Agreement 15 Agustus 1962, penyerahan administrasi Papua Barat deserahkan kepada Indonesia oleh UNTEA 01 Mei 1963 dan proses pelaksanaan Pepera 1969.

Pemerintah Amerika Serikat (AS) pada waktu itu sangat takut akan jatuhnya negara Indonesia ke dalam Blok Komunis. Soekarno dikenal oleh dunia barat sebagai seorang presiden yang sangat anti imprealisme barat dan pro Blok Timur. Pemerintah Amerika Serikat ingin mencegah kemungkinan terjadinya perang fasifik antara Belanda dan Indonesia. Maka Amerika Serikat memaksa pemerintah Belanda untuk menyerahkan Papua Barat ke tangan Republik Indonesia.

Disamping menekan pemerintah Belanda, Pemerintah AS berusaha mendekati Presiden Soekarno. Soekarno diundang untuk berkunjung ke Washington (Amerika Serikat) pada tahun 1961. Tahun 1962 utusan pribadi Presiden John Kennedy yaitu Jaksa Agung Robert Kennedy mengadakan kunjungan balasan ke Indonesia untuk membuktikan keinginan Amerika Serikat tentang dukungan kepada Soekarno didalam usaha menganeksasi West Papua.

Untuk mengelabui mata dunia maka proses pengambil alihan kekuasaan di West Papua dilakukan melalui jalur hokum internasional secara sah dengan dimasukkannya masalah Papua Barat ke dalam agenda Majelis Umum PBB pada tahun 1962. Dari dalam Majelis Umum PBB dibuatlah perjanjian New York 15 Agustus 1962 yang mengandung, “Act of Free Choice” (Pernyataan bebas memilih). Act of Free Choice kemudian diterjemahkan oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai PEPERA (Pernyataan Pendapat Rakyat) yang dilaksanakan pada tahun 1969.

Panandatanganan New York Agreement (Perjanjian New York) antara Indonesia dan Belanda yang disaksikan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa – Bangsa, U Thant dan Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Ellsworht Bunker pada 15 Agustus 1962. Beberapa hal pokok dalam perjanjian serta penyimpangannya (kejanggalan) adalah sebagai berikut:

  1. New York Agreement (Perjanjian New York) adalah suatu kesepakatan yang tidak sah, baik secara yuridis maupun moral. Perjanjian New York itu membicarakan status tanah dan nasib bangsa Papua Barat, namun di dalam prosesnya tidak pernah melibatkan wakil – wakil resmi bangsa Papua Barat.
  2. Sejak 1 Mei 1963 bertepatan dengan Unites Nasions Temporrary Executive Administratins (UNTEA) atau Pemerintah Sementara PBB di Papua Barat menyerahkan kekuasaan kepada Indonesia. Selanjutnya Pemerintah Indonesia mulai menempatkan pasukan militernya dalam jumlah besar di seluruh tanah West Papua, akibatnya hak – hak politik dan hak asasi manusia dilanggar secara brutal di luar batas – batas kemanusiaan.

Pada XVIII ayat (d) New York Agreement mengatur bahwa, ‘The eligibility of all adults, male and female not foreign nationals to participate in the act of self determination to be carried out in accordance whit international practice’. Aturan ini berarti penentuan nasib sendiri harus dilakukan oleh setiap orang dewasa Papua pria dan wanita yang merupakan penduduk Papua pada saat penandatanganan New York Agreement. Namun hal ini tidak dilaksanakan. Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 dilaksanakan dengan cara local Indonesia yaitu musyawarah oleh 1025 orang dari total 800.000 orang dewasa laki – laki dan perempuan. Sedangkan dari 1025 orang yang dipilih untuk memilih, hanya 175 orang saja yang menyampaikan atau membaca teks yang telah disiapkan oleh pemerintah Indonesia.

Dari kondisi perjanjian New York atau New York Agreement mempunyai tugas yang dijalankan dan dikerjakan dalam kesepakatan – kesepakatan tersebut, ini adalah kesepakatan bersama kecuali tidak ada rakyat West Papua yang terlibat:

The New York Agreement (15 Agustus 1962)

Ilegal Perjanjian New York Agreement dan tidak konstitusional. Hasil – hasil dari bangsa colonial Indonesia tidak ingin bangsa West Papua merdeka secara demokratik melainkan Indonesia menggugat terhadap Belanda, dan Amerika Serikat sebagai penengah membicarakan persoalan kebangsaan West Papua melalui The New York Agreement dengan beberapa point isi dari tuntutan tersebut tanpa keterlibatan rakyat West Papua yakni:

Pertama, apabila Badan Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) atau United Nation (UN) telah membenarkan persetujuan atau perjanjian itu melalui rapat umum, maka Belanda segera menyerahkan kekuasaan atas Irian Jaya (Papua) kepada UNTEA. Kedua, terhitung sejak tanggal 1 Mei 1963 UNTEA yang memikul tanggung jawab Administrasi Pemerintah di Irian Jaya (West Papua) selama 6-8 bulan dan menyerahkannya kepada Indonesia. Ketiga, pada akhir tahun 1969 di bawah pengawasan Sekretaris Jenderal PBB dilakukan Act of Free Choice, Rakyat West Papua dapat menentukan bergabung dalam Indonesia atau menentukan status kedudukan yang lain (Merdeka sendiri), penentuan nasib sendiri. Keempat, Indonesia dalam tenggang waktu tersebut diharuskan mengembangkan dan membangun kebersamaan Rakyat Papua Barat untuk hingga akhir 1969, Papua dapat menentukan pilihannya sendiri.

Kesepakatan dan progress yang telah ditetapkan tidak sesuai dengan konsep dasar rakyat West Papua dan Indonesia, Belanda serta Amerika memainkan peran pentingnya sebagai aneksasi dan perdagangan ekonomi terhadap negara – neg–ra imperialisme atas dasar sumber daya alam yang dimiliki di West Papua.

Tragedi Kemanusiaan Nduga – Papua

Pada tahun 1996 – 1997 operasi yang terjadi di Mapenduma di mana dalam prosesnya TNI/POLRI melakukan pembunuhan massal sebanyak 20 orang, penghilangan paksa terhadap 5 orang, membakar rumah warga sipil sebanyak 182, membakar 15 tempat ibadah yang mengakibatkan sebanyak 2000 lebih warga sipil mengungsi keluar dari Kabupaten Nduga. Tidak hanya itu, paling sedikit 500 ribu juta jiwa rakyat Papua telah dibantai dalam berbagai operasi militer yang dilancarkan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polisi Republik Indonesia (POLRI) sejak tahun 1962 pasca Indonesia menduduki West Papua. Pendekatan militeristik Indonesia telah menjadi pola mempertahankan kedudukan kekuasaannya tersebut demi kepentingan ekonomi politik di Bumi Papua.

Kini pada tahun 2018 akhir, tepatnya pada tanggal 02 Desember, Negara Indonesia hadir kembali dengan wajah militer di Kabupaten Nduga. Operasi gabungan yang dilakukan oleh TNI/POLRI hingga saat ini terhitung telah berjalan 9 bulan (02 Desember 2018 – Agustus 2019) telah memakan banyak korban. Pembakar rumah warga sipil termasuk Pendeta Gemin Nirigi yang dibakar secara brutal, sejumlah 40 ribu lebih warga sipil mengungsi keluar dari Kabupaten Nduga dan 183 orang meninggal dipengungsian akibat kelaparan dan kekurangan gizi.

Dalam operasi militer yang telah berjalan selama 9 bulan terakhir mengakibatkan gelombang pengungsian, kematian massal di pengungsian akibat operasi militer, pemerkosaan dan pembakaran rumah warga sipil. Hinggal hari ini, masih terus terjadi tindakan kebrutalan militer Indonesia atas West Papua.

Demikian isi selebaran yang disebarkan belasan demonstran asal Bumi Cenderawasih tersebut.

Belasan Demonstran dengan Poster Tuntutan

Penulis: Piter Randan B/Mediakita.co

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.