ajibpol
NASIONAL

Etika Lebih Penting dari Jabatan, Satu Persatu Pejabat IAKN Toraja Mundur

Toraja, Mediakita.co – IAKN Toraja saat ini berada di titik krusial dalam sejarah institusinya. Krisis yang bermula dari tindakan plagiarisme oleh Rektor Dr. Agustinus kini berkembang menjadi momen penting untuk merefleksikan ulang arah moral dan integritas akademik kampus. Setelah Ketua LPPM Naomi Sampe, Ph.D., lebih dahulu menyatakan mundur, kini giliran dua tokoh lainnya—Wakil Direktur Pascasarjana Dr. Rannu Sanderan dan Dekan Fakultas Teologi dan Sosiologi Kristen (FTSK), Pdt. Syukur Matasak, M.Th.—yang mengambil langkah serupa sebagai bentuk komitmen terhadap etika akademik.
Dalam pernyataannya, Dr. Rannu Sanderan menyebut pengunduran dirinya sebagai bentuk “ketegasan etik” di tengah ketidakjelasan penyelesaian dugaan plagiarisme yang menyeret rektor kampus tersebut.
“Saya sudah menyampaikan surat pengunduran diri tadi ke bagian umum. Ini adalah bentuk sikap etis saya terhadap kasus plagiarisme yang hingga kini belum diselesaikan secara jelas oleh Kementerian Agama maupun Dirjen Bimas Kristen, meski para dosen telah menyuarakan penolakan melalui aksi mogok mengajar,” ujar Rannu (Senin, 24/3/2025).
Ia menekankan bahwa penyelesaian yang tegas bukan hanya soal sanksi personal, melainkan bentuk tanggung jawab kolektif dalam menjaga kehormatan akademik institusi.
“Saya berharap kasus ini segera dituntaskan karena telah mencederai reputasi akademik IAKN Toraja di mata publik,” tambahnya.
Sementara itu, berdasarkan informasi internal, Pdt. Syukur Matasak, M.Th. juga menyampaikan pengunduran dirinya secara lisan dalam rapat koordinasi akademik kampus. Hingga kini, belum ada konfirmasi resmi dari beliau mengenai alasan pengunduran diri, namun langkah tersebut dipandang sebagai bagian dari gelombang dorongan moral untuk pemulihan institusi.
Dorongan Etik untuk Perubahan yang Bermartabat
Gelombang pengunduran diri ini sepatutnya tidak dibaca semata sebagai bentuk krisis, tetapi sebagai ekspresi moral dari para akademisi yang ingin menyelamatkan integritas institusi. Ketika para dosen dan pimpinan akademik memilih mundur bukan karena tekanan politik, melainkan demi nilai-nilai kebenaran ilmiah, maka kita menyaksikan hadirnya kekuatan moral yang langka dan patut dihargai.
Langkah ini juga memperkuat pesan bahwa tanggung jawab moral tidak berhenti pada individu, namun menyentuh sistem. Tindakan plagiarisme bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan pelanggaran terhadap semangat keilmuan yang menjadi fondasi perguruan tinggi. Ketika pemimpin akademik melakukan tindakan seperti itu dan tidak segera bertanggung jawab secara elegan—misalnya dengan mengundurkan diri—maka wajar jika institusi mengalami guncangan kepercayaan.
Namun, di sinilah letak peluang besar IAKN Toraja: menjadikan krisis ini sebagai tonggak perubahan menuju kampus yang lebih bersih, lebih transparan, dan lebih bermartabat. Pengunduran diri rektor, jika dilakukan secara sukarela dan terhormat, bukanlah kekalahan, melainkan bentuk kepemimpinan moral tertinggi. Tindakan ini akan membuka ruang bagi rekonsiliasi, konsolidasi internal, dan pembaruan struktural yang dibutuhkan.
Kementerian Agama dan Dirjen Bimas Kristen diharapkan segera mengambil langkah tegas dan adil dalam menyikapi situasi ini. Ketidakpastian yang berlarut-larut hanya akan memperdalam luka kepercayaan sivitas akademika. Di sisi lain, masyarakat menanti teladan dari seorang pemimpin akademik yang bersedia mengutamakan institusi daripada ego pribadi.
Sudah saatnya Rektor IAKN Toraja mempertimbangkan pengunduran diri sebagai langkah solutif, terhormat, dan visioner. Ini bukan sekadar bentuk pengakuan atas kesalahan, tetapi juga warisan moral bagi generasi akademik berikutnya: bahwa kejujuran dan integritas tetap menjadi mahkota tertinggi dalam dunia pendidikan tinggi.

Baca Juga :  Forkim Pertanyakan Keseriusan Menag dan DBK Tangani Kasus Plagiat Rektor IAKN Toraja

Kisah IAKN Toraja belum berakhir—justru tengah membuka babak baru: babak keberanian moral dan pembaruan institusional. Semoga keberanian para dosen dan pimpinan yang memilih jalan etik mampu menjadi pelita dalam masa transisi ini. Dan semoga mereka yang berada di puncak kepemimpinan dapat menjawab panggilan yang sama: demi kampus, demi ilmu pengetahuan, dan demi masa depan yang lebih jujur. (Red/mediakita.co)

Artikel Lainnya