Kondangan Apa Nyaur Utang?

RANDUDONGKAL, Mediakita.co – Bicara soal kondangan mungkin sudah tidak asing lagi ditelinga sebagian besar masyarakat di lingkungan kita, kebiasaan yang sudah menjadi budaya ini sering kita jumpai saat acara pernikahan atau khitanan.

Kata kondangan menurut Masduki salah seorang pemerhati sosial, kondangan itu berasal dari  kata ke dan undangan, dimana ke itu artinya menuju dan undangan itu artinya ajakan. dari penggabungan itu jadilah kata keundangan. “Karena lidah orang jawa sulit untuk melafalkan kata keundangan, jadi kata itu melebur jadi kata kondangan yang artinya menuju ke tempat undangan pernikahan atau lainnya untuk mengucapkan selamat dan doa. Tentunya tak lupa memberikan sumbangan.” katanya.

Selain itu, Masduki menambahkan bahwa ada yang berbeda dengan budaya kondangan di daerah pedesaan, perbedaan itu dilihat dari nilai sumbangan yang menurutnya kini telah dianggap sebagai utang piutang. Nah dari kegiatan menyumbang itulah yang menjadi berbeda dari tujuan awal budaya kondangan itu sendiri.

Sebagai contoh si A mengadakan khajatan lalu mengundang B, C dan lainnya. Disaat si B kondangan dengan membawa sumbangan semisal beras lima liter dan uang 50 ribu lalu ia mencatatnya sebagai titipan yang nantinya ia minta kembali.

“Jadi jika si B nantinya menggelar khajatan, sudah barang tentu si B memberikan undangan pada si A dengan mencantuman tulisan beras 5 beruk duit Rp 50ewu”. Ungkapnya

Bacaan Lainnya

Menurut Yati (52) warga desa asal Gembyang, Randudongkal, Pemalang tujuan menulis tanda tagihan itu supaya yang diberi undangan tidak lupa, Sebenarnya dulu tidak ada tulisan tagihan seperti saat ini, tapi sekarang ditulis supaya orang yang pernah saya kondangi tidak lupa berapa beras dan duit yang saya kondangkan.

Kendati demikian, menurut Yati tidak semua undangan dituliskan tagihannya karena satu memang tidak ada dicatatan atau undangan baru, kedua masih dianggap saudara sendiri.

Walaupun demikian, iya mengungkapkan, terkadang ada juga yang tidak datang (Jawa: ora nyaur) untuk kondangan. Maka ia menyiasatinya dengan menanyakan pada kerabat atau tetangganya. Bahkan ketika sampai selesai khajatan tidak juga datang, maka didatangi rumahnya untuk ditagih.

Padahal menurut Masduki kondangan itu bukan sesuatu hal yang diutangkan, melainkan hanya sekedar menyumbangkan uang atau beras sebagai hadiah. Namun budaya orang desa yang kental dengan tolong menolong dan merasa tidak enak inilah yang menyebabkan kondangan itu menjadi sesuatu yang diutangkan, sehingga dalam kegiatan kondangan muncul istilah “kepotangan”yang berasal dari kata keutangan. (Ikhrom/Ed: Mas Iben)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.