ajibpol
NASIONAL

Melawan Lupa: WS Rendra Pernah Ditawan Demi Kebebasan Pers

Nasional, mediakita.co- 24 tahun lalu, tepatnya tanggal 27 Juni 1996 budayawan ternama WS Rendra ditawan karena aksi demo atas pembredelan 3 media masa atau SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers).

Media yang menjadi sasaran unjuk rasa tersebut adalah Detik, Editor dan Tempo.

Seniman Rendra tidak sendiri dalam aksi tersebut, ia bersama 20 anggota Bengkel Teater. Sedangkan sistem yang digunakan dalam aksi damai tersebut hanya duduk di lokasi dan menyanyikan lagu Padamu Negeri, yang kemudian dilanjutkan dengan pembacaan puisi oleh WS Rendra.

Aksi damai itu dilakukan oleh pendemo di depan Kantor Departemen Penerangan, Jalan Merdeka Barat, Jakarta.
Walaupun hanya aksi damai, namun para demonstran ditangkap karena melanggar hukum berkumpul tanpa adanya izin.

“Mereka melakukan tindak pidana melanggar ketentuan berkumpul di tempat umum lebih dari 5 orang tanpa izin tertulis dari Kapolda,” Tegas Kapolda Metro Jaya, Mayjen (Pol) Drs. M. Hindarto kala itu.

Kenyataannya tidak hanya di Departemen Penerangan demo dilakukan, tetapi juga di beberapa wilaya di Jakarta seperti Bundaran Thamrin dan Gedung DPR RI.

Baca Juga :  Mengaku Sabar dan Diperlakukan Lebih Sadis Saat Masih Presiden, Ini Nasihat SBY untuk Pemerintah dan Rakyat Indonesia.

Dikabarkan, di Bundaran Thamrin lebih mengecam sehingga menimbulkan luka-luka dan dilarikan ke rumah sakit, salah satu demonstran yang terlibat dalam aksi di Bundaran Thamrin adalah seniman Semsar Siahaan.

Sementara, di Gedung DPR, pendemo lebih menekankan menggunakan poster berisi protes. Salah satu contohnya adalah, “Tegakkan pers yang sehat, bebas, dan bertanggung jawab”.

Selain di Jakarta, demonstrasi juga berlangsung di Yogyakarta, Surabaya dan Pekanbaru dengan aksi mengecam pencabutan SIUPP.

Di Yogyakarta sendiri, banyak mahasiswa yang juga seniman ikut andil dalam aksi tersebut. Beberapa di antaranya adalah, seniman Dr Umar Kayam, Drs Ashadi Siregar, Emha Ainun Najib, Drs Cornelis Lay, Dr Afan Gaffar, Dr Mochtar Mas’oed dan Rizal Malaranggeng.

Artikel Lainnya