MAGELANG, mediakita.co- Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah himbau pemerintah pusat maupun daerah tidak mengizinkan pendirian toko modern, karena berdampak negatif terhadap eksistensi warung tradisional maupun toko kelontong.
Terkait dengan itu, Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Pemalang Ahmad Dasuki menyambut baik himbauan tersebut. Menurutnya, disaat sebagian yang lain terjebak permainan politik, ada yang sekedar ikut-ikutan, ada yang salah sambung dan bahkan ada yang keliru fatal, PWNU Jateng cerdas membela pedagang kecil di kampung- kampung.
Ia berharap, Pemerintah sebelum memberikan ijin harus baca hasil bahsul masail PW NU Jateng. Bagaimana dengan beberapa izin usaha yang sudah terlanjur diterbitkan dan sudah berdiri beberapa toko modern, pemerintah wajib berusaha meminimalsir dampak negatif adanya toko modern tersebut.
” Seperti membuat perda atau perbup yang mewajibkan toko – toko modern itu 1/3 nya diisi dg produk – produk hasil UMKM dari masyarakat di sekitar toko – toko modern itu didirikan,” pintanya.
Ditambahkan, bila produk – produk UMKM dari masyarakat sekitar belum memenuhi standar produksi sebagaimana standar yg bisa diterima oleh toko – toko itu maka pemerintah berkewajiban memberi bimbingan kepada UMKM sampai produknya memenuhi standar sehingga bisa diterima di toko tersebut.
Dalam forum bahtsul masail (musyawarah hukum Islam, red) yang diikuti semua Pengurus Cabang NU dan perwakilan pondok pesantren se-Jawa Tengah di Pondok Pesantren Al-Asnawi Kabupaten Magelang, Senin (5/12/16). Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah KH Ubaidulloh Shodaqoh menyampaikan, bahwa dampak ekonomi yang ditimbulkan dari banyaknya pendirian toko-toko modern yaitu tutupnya toko-toko tradisional, yang berujung pada kesenjangan ekonomi yang semakin jauh.
“Menjamurnya toko-toko modern itu dapat menimbulkan dlarar (bahaya, red). Dlarar di sini tidak boleh dilihat dalam jangka pendek yang terkait dengan perorangan, tapi harus juga dilihat jangka menengah dan panjang. Keberadaan pasar-pasar modern dalam jangka panjang akan mengakibatkan terjadinya monopoli ekonomi yang hanya dikuasai kaum borjuis yang berjumlah sangat sedikit,” paparnya.
Sebelumnya, dilansir nujateng.com , Dewan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Itqon Kota Semarang itu menyebut, menjamurnya toko-toko modern yang menggunakan konsep waralaba atau franchise merupakan petanda berkembangnya kapitalisme global di Indonesia yang berdampak negatif terhadap ekonomi rakyat.
“Karena itu, NU Jawa tengah terpanggil untuk andil dalam mengadvokasi kepentingan rakyat dalam hal kemandirian ekonomi berbasis maslahah, sebagaimana yang telah diamanatkan Pancasila dan UUD 45,” jelasnya.
Dalam forum bahtsul masail yang dipimpin oleh Wakil Katib Syuriah PWNU Jawa Tengah KH Hudallah Ridwan dan KH Busyro itu, ditetapkan kesepakatan fatwa bahwa pemerintah haram memberikan izin usaha ritel modern yang diduga kuat akan berdampak negatif terhadap pedagang tradisional atau toko kelontong.
Selain itu, forum bahtsul masail NU Jawa Tengah juga meminta kepada pemerintah supaya meninjau ulang dan mencabut izin usaha yang sudah dikeluarkan apabila mengakibatkan kerugian terhadap usaha kecil dan menengah.
“Dalam hukum Islam dinyatakan bahwa pemerintah dalam memberikan keputusan harus berpijak kepada kepentingan rakyat, tasharruful imam manuthun bil mashlahatir ra’iyyah. Karena itu jika pemberian izin berdampak pada kerugian yang dialami oleh pedagang-pedagang kecil maka izin tidak boleh dikeluarkan. Para pedang kecil ini menempati jumlah mayoritas,” kata KH Hudallah Ridwan.
Keputusan tersebut juga berdasarkan pada kaidah hukum Islam yang menyatakan bahwa kerusakan harus dihilangkan (adldlarar yuzalu). “Dalam hal ini apabila izin usaha sudah terlanjur dikeluarkan pemerintah, maka pemerintah harus meninjau ulang. Apabila jelas berdampak pada kerugian para pedagang kecil, maka izin itu harus dicabut, adldlarar yuzalu (bahaya harus dihilangkan),” tambahnya.
Ditulis : Yugi