Peringatan Hari Tani Nasional, GMNI Soroti Minimnya Regenerasi Petani

Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Arjuna Putra Aldino
Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Arjuna Putra Aldino

JAKARTA, mediakita.co – Setiap tanggal 24 September, rakyat Indonesia memperingati Hari Tani Nasional. Penetapan Hari Tani tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 169 Tahun 1963, hal ini adalah suatu bentuk penghormatan terhadap petani Indonesia, Sabtu (25/9/2021).

Ketua Umum GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), Arjuna Putra Aldino, menyoroti tentang minimnya kaum muda yang bertani. Petani acap kali dianggap profesi yang terpinggirkan, rataan usia para petani saat ini dapat dikatakan sudah uzur.

“Sejumlah riset menyebutkan rata-rata petani usianya di atas 65 tahun, kelompok usia produktif di bawah 45 tahun justru mengalami penurunan. Kita sudah mengalami krisis regenerasi petani, ini yang harus kita refleksikan, sebab dalam 50 tahun ke depan jika berlanjut akan berbahaya bagi Indonesia,” tuturnya dengan mediakita.co.

Ia menilai ada beberapa aspek yang menyebabkan sektor pertanian tidak diminati generasi muda, yaitu upahnya tidak pasti dan kesejahteraan mereka rendah. Bahkan ada stigmatisasi profesi yang minor di kalangan masyarakat.

Pendapatan riil petani sangat rendah, dalam tiga kali panen terkadang petani hanya mendapatkan 700 ribu sampai 1 juta rupiah saja. Belum dibebani dengan ongkos produksi yang tinggi, mirisnya lagi mereka tidak menjadi pemilik sawah,” ungkap Arjuna.

Bacaan Lainnya

Menurutnya, penyebab lain ditinggalkannya profesi petani karena semakin intensifnya alih fungsi sawah. Lahan baku sawah, misalnya, tercatat mencapai 8,1 juta hektare pada tahun 2009. Selang 10 (sepuluh) tahun berikutnya, luas lahan berkurang hingga 604,3 ribu hektare menjadi 7,46 juta hektare.

“Saat ini banyak sawah yang beralih menjadi area industri dan real estate. Sawah terus menyusut dan ini berpotensi membuat profesi petani semakin punah,” ucapnya.

Dirinya mengatakan pemerintah harus lebih ketat dan selektif lagi dalam memberikan izin alih fungsi lahan. Jangan sampai sawah produktif berubah menjadi sebuah bangunan.

Presiden harus menertibkan daerah yang tidak mengintegrasikan lahan pertanian produktif ke dalam RTRW mereka. Bahkan daerah seringkali banyak manipulasi data. Pemda enggan mempertahankan lahan sawah produktif, karena dianggap lebih menguntungkan jika dibangun menjadi pabrik, pusat perbelanjaan dan real estate,” kata Arjuna pada mediakita.co.

Pemerintah juga diminta untuk mendorong percepatan transformasi teknologi di bidang pertanian. Semua ini dilakukan agar profesi petani dan sektor pertanian kembali menggeliat dan mampu menopang perekonomian bangsa.

“Penggunaan teknologi mutlak digunakan demi meningkatkan produktifitas lahan, jika lahannya sudah produktif maka perekonomiannya akan naik. Harapannya bisa menarik generasi zaman now bercocok tanam,” tutupnya.

 

Oleh : Arief Syaefudin

Pos terkait