NASIONAL, mediakita.co – Sejumlah kelompok masyarakat yang peduli dengan perkembangan Kota Depok bertemu untuk menentukan sikap politiknya. Endang, salah seorang warga Depok menyarakan bahwa gerakan kerelawan ini terbentuk atas keinginan untuk pembenahan Kota Depok. Bertempat di Rumah Pesona Depok, Minggu 11/10/2020, gerakan tersebut dibentuk.
Issue Kesehatan
Data profil kesehatan di Kota Depok hanya bisa diakses hingga Tahun 2017, dan data tersebut juga tidak bisa dilacak di Pusdatin Kemenkes maupun di tingkat provinsi Jawa Barat. Padahal, menurut Lestari Octavia (43 tahun) salah seorang pegiat dan pemerhati persoalan kesehatan, menyatakan, “Pada 2019 sempat diberitakan ada KLB – Kejadian Luar Biasa (KLB) di Kota Depok terkait merebaknya kasus Hepatisis A di sekolah menengah. Ini merupakan potret pola hidup warga yang kesulitan akses air bersih, sehingga rentan dicemari infeksi virus hepatitis,” jelasnya. Terlebih, Bappenas menerbitkan SK Penetapan Perluasan kota lokasi fokus intervensi penurunan stunting terintergrasi utk th 2021, dan Kota Depok menjadi salah satu kota yang ada di dalamnya.
Persoalan stunting, merupakan bukti gizi buruk kronis, wujud malnutrisi yang terjadi sebelum anak dilahirkan. “Persoalan masih tingginya kasus stunting sesungguhnya menjadi tanggungjawab dan prioritas Pemerintah Kota untuk mewujudkan warga Depok menjadi SDM yang sehat, dan unggul. Jadi, jika anak mengalami stunting artinya kejadian gizi buruknya sudah lama, jauh sebelum anaknya lahir atau ibunya juga sudah kurang gizi,” terang Ayi panggilan Lestari Octavia.
Hal itu dibenarkan oleh dokter anak Sri Saparni, “Anak kurang gizi akan menciptakan generasi kurang gizi berikutnya kalau tidak ada perbaikan dari pemerintah. Alhasil, siklus kualitas hidup buruk akan berputar seperti lingkaran tak berujung.”
Realitas Data Kesehatan Kota Depok sesungguhnya bertolakbelakang dengan prestasi yang dicapai, pada tahun 2019 Kota Depok itu mendapat penghargaan tertinggi Swasti Saba Wistara. sebuah penghargaan dari Kemenkes bersama Kemendagri untuk kategori KOTA SEHAT.
Pandemi Covid-19
Depok menjadi terkenal karena pasien no 1 dan 2 berasal dari Depok dan dirujuk di RSIP Sulianti Saroso, Jakarta. Menurut Ayi, “Pemerintah Kota Depok tidak sigap dan menyiapkan fasilitas kesehatan dalam penanganan pandemi. Baru di tanggal 4 Mei, pemerintah kota Depok menyebutkan ada 10 RS yang siap menjadi RS rujukan pasien covid-19. Padahal di Depok terdapat RS pendidikan dari universitas besar yang seharusnya pemerintah dapat mengoptimalkan kerjasama dalam penanganan pandemi,” jelasnya.
Respons Pemkot Depok menurut Ayi juga sangat lambat dan tidak taat protokol. “Setidaknya, tercermin dari istri walikota yang terkena dan dinyatakan positif Covid-19 di akhir Agustus 2020 lalu. Ditengarai kunjungan istri walikota di kantor kecamatan Sukmajaya menimbulkan kerumunan, dan mengalami kontak erat dengan terduga pejabat yang positif Covid-19. Hal tersebut menjadi kontraproduktif karena di masa pandemi malah diisi dengan kunjungan yang mengumpulkan massa, padahal ada teknologi yang memudahkan untuk berkoordinasi.”
Di mata Relawan Benahi Depok, “Banyak pekerjaan rumah yang tidak dapat diselesaikan pemerintah yang berkuasa tiga periode untuk memajukan dan menyejahterakan warga Kota Depok. Minimnya fasilitas publik untuk berkegiatan fisik meningkatkan resiko penyakit tidak menular di kota Depok. Saatnya Depok berubah, memilih pemimpin yang mau membenahi Depok untuk meningkatkan kualitas hidup warganya,” kata Ayi menutup pembicaraan.
Penulis : Harshan/mediakita.co