BUDAYA, mediakita.co – Sebuah video seorang nenek merokok dalam baju Jawa dan memberi wejangan mental di kanal youtube Kulonprogo channel mendadak viral di jagad medsos. Selain tampilan Si Nenek yang unique isi pesannya pun mengena. Tulisan ini menjadi refleksi sederhana mediakita.co atas konten video di tersebut.
Sesaat melihat video tampilan Si Nenek sudah sangat menarik. Seakan ada teater hidup dalam dirinya Ai Nenek. Kalimat terakhirnya di video berdurasi kurang lebih 2,5 menit itupun menyentak= “sing penting Gusti Allah” (…yg utama Tuhan …). Saya pikir bener juga Si Nenek, semua agama juga kepercayaan memiliki Tuhan nya … (saya secara pribadi meyakini yang mereka maksud Tuhan adalah Allah Tuhan saya juga (Tuhan Yang Esa) … Sontak tiba-tiba merasa, bukankah kebutuhan yang ada dan bisa diakses semua manusia adalah kebutuhan akan Tuhan.? Dan Tuhan itu sendiri yang hadir di balik yang ada dan yang selalu dibutuhkan.
Teringat Kisah Diogenes tokoh kaum Stoa era Stoa di Yunani, pemikiran kritisnya dikenal luas hingga raja, kehidupannya bebas bahkan dia tidak pernah mau pakai baju. Ia tinggal di dalam tong, kadang di tengah jalan..
Suatu saat raja datang menemuinya dan mengajaknya agar mau tinggal di Istana… Diogenes menjawab “aku cuma pengen engkau (raja) jangan halangi sinar matahari yang menyinariku… itu yang aku butuhkan dan semua makhluk juga membutuhkannya.
Sepintas cerita seperti biasa… Namun bukankah kalau kita renungkan sesungguhnya kebutuhan paling azali dan azasi itu mestinya kebutuhan yang semua manusia bisa memilikinya.? Seperti sinar matahari, oksigen, air, udara, api, tanah, hawa (iklim)…
Awalnya kebutuhan manusia biasa-biasa saja (belum rumit dan kompleks) oksigen, makan, tidur secukupnya, berteduh dll… Hingga zaman tertentu hal itu masih menjadi sesuatu yang dianggap normal yang ada setiap zamannya. Kemudian hari lazim dikenal sebagai sesuatu yang (natural) atau alami.
Namun perkembangan kemudian hal yang di zaman tertentu paling normal di zaman lain menjadi paling tak normal. Bahkan yang sesungguhnya natural acapkali dianggap tidak normal karena tidak mengikuti zaman (yang sesungguhnya bukan zaman melainkan kemauan manusia atau “rekaan”).
Dalam rentang peradaban beberapa pemikir (filsafat) seperti JJ Rousseau menyerukan agar kembali ke alam (back to nature), maksud dia biar “normal” kembali. Banyak upaya kritis manusia menghadirkan saling imbangan atas dualitas menjadi yang positif dari yang negatif. Rem dari blong kecepatan laju. Sinar dari gelap.
Kembali ke alam imajiner era Stois di Yunani… (yang jauh di zaman saat manusia telanjang menjadi biasa, karena banyak yang masih di hutan-hutan dan masih ada perbudakan) …
Diogenes selengekan tetapi ia menyembuhkan ketidaknormalan dengan ‘ketidakwarasannya’ …
Sambil merokok Si Nenek di video begitu percaya diri “Nyi Among Ki Among…” Sing Penting Gusti Allah…
Mengingatkan kita: kembali ke Gusti Allah, bukankah itulah momen mengembalikan yang alamiah dari hidup manusia di urusan dunia…
…bukan terus-menerus tenggelam dalam kerepotan, kompleksitas, ritme, masalah, tugas, beban ini itu yang tak berkesudahan… yang sesungguhnya tak lebih dari hasil “rekaan”.
Sing penting Gusti Allah… Matur nuwun mbah… (Yang penting Allah, terima kasih mbah) (Janu/ mediakita.co)
#MaturSuwunMbahVideonya
#SingPentingGustiAllah