ajibpol
PERISTIWA

Berbeda dengan Istana Soal Relaksasi PSBB, Pandangan Mahfud di Tolak MPR dan Partai Demokrat

JAKARTA, mediakita.co– Wacana pelonggaran atau relaksasi pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Indonesia yang disampaikan Menko Polhukam Mahfud Md, ditanggapi oleh berbeda baik dari istana, MPR hingga oposisi. Istana sendiri menilai, relaksasi PSBB hanya bisa dilakukan jika penurunan kasus Corona di Indonesia signifikan.

Tenaga Ahli Utama Kepresidenan KSP Dany Amrul Ichdan menyebut, adalah Menteri KesehatanYang berhak menyatakan penurunan status itu setelah mendapatkan laporan dan usulan dari pemerintah daerah.

“Dan harus ada protokol baru di bawah PSBB terhadap program relaksasi tersebut, apa batasan-batasan nya dan semuanya harus dalam kerangka ilmu public health,” tambahnya.

Senada dengan istana, juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19, dr Achmad Yurianto bekata bahwa kebijakan pelonggaran aturan PSBB menjadi kewenangan pemerintah daerah (pemda).

“Pemerintah pusat hanya buat kebijakan global, sudah diatur apa yang boleh, apa yang dilarang, apa yang dibatasi, detail operasionalnya itu diatur di Perda tentang jam berapa toko buka, jam berapa toko tutup, itu perda yang bikin,” kata Yuri.

Baca Juga :  Pemerintah Longgarkan Larangan Mudik, Begini Bocoran dan Caranya !

Terkait wacana PSBB yang dikatakan Mahfud, Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet), pun angkat bicara menolak pandangan mahfud. Politisi Golkar ini bahkan meminta pemerintah tidak terburu-buru menerapkan relaksasi PSBB itu.

Bamsoed menilai, sejauh ini kecepatan penularan virus Corona belum bisa dikendalikan. Untuk itu maka wacana relaksasi PSBB dinilai bukan langkah yang tepat. Pemerintah diminta untuk mengkaji dulu seberapa besar efektivitas PSBB yang sudah diterapkan dibeberapa daerah dalam menahan penyebaran virus corona.

Tak hanya MPR, tanggapan tak sejalan datang dari partai oposisi. Secara khusus, Partai Demokrat (PD) bahkan mengkritik wacana relaksasi PSBB yang dikatakan Mahfud. Waksekjen PD Irwan menilai, persoalan yang dihadapi masyarakat bukan kebijakan PSBB, melainkan ketidakmampuan negara menjamin biaya hidup masyarakat selama pembatasan.

“Logika Mahfud terkait PSBB bikin masyarakat stres itu keliru besar dan terlalu dibuat-buat. Justru kebalikannya, PSBB itu sangat longgar dan tidak tegas. Makanya pasien positif dan yang meninggal terus bertambah karena masyarakat masih bebas beraktivitas,” kata Irwan kepada wartawan, Minggu (3/5/2020).

Baca Juga :  Sejalan Dengan Sikap Presiden, DPR Sepakat Tunda Pengesahan RKUHP

“Seharusnya pemerintah malah memperketat PSBB dengan aturan di bawahnya karena regulasi PSBB tidak ada sanksi tegas, bersifat imbauan, sehingga tidak efektif. Jika pun ada masyarakat yang stres, bukan karena PSBB, tetapi karena biaya hidupnya selama dibatasi tidak dijamin oleh negara,” imbuhnya.

Sebelumnya, melalui akun Instagram pribadinya @mohmahfudmd, Menko Polhukam Mahfud Md mengemukakan pemerintah sedang memikirkan relaksasi PSBB sebagai tanggapan atas keluhan masyarakat yang tidak dapat melakukan aktivitas dengan bebas saat pembatasan sosial.
Mehfud menilai, bila masyarakat terlalu dikekang dapat menimbulkan stres yang akhirnya berdampak menurunkan imunitas serta membuat tubuh menjadi lemah.
Pelonggaran-pelonggaran aktivitas pada relaksasi PSBB itu menurut Mahfud seperti dengan mengizinkan rumah makan untuk buka. Namun dengan tetap menerapkan protokol tertentu. Menurutnya, imunitas masyarakat bisa menurun jika masyarakat merasa stres karena dikekang dengan aturan PSBB.

Di olah redaksi mediakita.co, dari sejumlah sumber detik.com

Artikel Lainnya