ajibpol
POLITIK

Pemerintah Tidak Perlu Tunda Pilkada Serentak 2020, Asalkan Mampu Dalam Hal Berikut

JAKARTA. mediakita.co. Wacana penundaan pilkada muncul seiring melonjaknya orang yang tertular covid-19 di Indonesia setiap harinya. PBNU memberikan pandangannya untuk penundaan pilkada serentak 2020, saran penundaan juga muncul dari Mantan Wakil Presiden M Jusuf Kalla dan Perludem (Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi).

Perludem menyebut penundaan pilkada tidak merusak demokrasi. Menyusul hari ini PP muhammadiyah juga menyarankan tunda pilkada. Sementara itu PDI Perjuangan melalui Sekretaris Jenderalnya Hasto Kristianto pada Minggu (20/9/2020) menyebut penundaan pilkada justru memunculkan ketidak pastian politik. Pendapat agar tidak perlu menunda pelaksanaan pilkada juga terus muncul.

Pengamat kebijakan dari Propatria T. Hari Prihatono melalui sambungan telepon menyampaikan ke mediakitaco, Senin (21/9/2020), bahwa pilkada serentak 2020 tidak perlu ditunda dan pemerintak tidak perlu terbitkan Perpu baru.

Menurut Hari Prihartono rencana penerbitan Perpu lebih satu kali untuk isu yang sama, dalam perspektif hukum dan kebijakan justru menjadikannya akan kehilangan relevansi dan berpotensi mereduksi kebijakan pemerintah. Hal itu memperlihatkan adanya “kepentingan yang memaksa” bahkan justru berpotensi mereduksi kredibilitas pemerintah.

Menurutnya, pemerintah dan penyelenggara pemilu justru akan nampak tidak bisa mengantisipasi masalah Pilkada di masa pandemi. Yang perlu diyakinkan ke publik justru mestinya KPU paham tugas dan wewenangnya sebagai regulator sehingga tidak selalu minta perlindungan dengan Perpu.

Tidak Harus Perpu Lagi

“Dalam situasi darurat Pilkada dimasa pandemi bisa diterbitkan aturan Pilkada darurat di tingkat PKPU, tidak selalu harus dengan Perpu. Perpu kok berulang”, lanjut Hari.

Baca Juga :  Kiai Kampung se-Pemalang All Out Menangkan An-Nur
Pengamat kebijakan Propatria, T Hari Prihartono

Lebih lanjut menurut Hari, rencana pemerintah mengeluarkan dua opsi Perpu dan percepatan revisi PKPU terkait pelaksanaan Pilkada 2020 dalam kondisi saat ini bisa dikata terlambat.

Menurutnya, tanpa adanya pendampingan di tingkat akar rumput, bisa dipastikan Perpu itu justru tidak akan berpengaruh banyak untuk mencegah kerumunan massa dalam kampanye yang akan digelar mulai tanggal 26 September hingga 5 Desember 2020.

“Andainya pun Perpu akan mengenakan sanksi (magistrature of sanction) karena terjadinya kerumunan, hal itu bisa dipastikan akan blunder karena ketidakjelasan obyek hukum yg akan dikenai sanksi. Bahkan, rencana Perpu kedua yg dimaksudkan secara spesifik mengatur protokol Covid-19 beserta sanksinya, bisa dikata sudah kehilangan relevansi dan gregetnya di masyarakat. Terlebih secara psikologis, masyarakat sudah pada tingkat kejenuhan paling tinggi sehingga mereka akan mengacuhkan berbagau peraturan yang akan dikeluarkan dan diterapkan pemerintah.,” ungkapnya.

Perlu Contoh Perilaku Banyak Tokoh

Harry menyampaikan dalam situasi semacam ini perlu adanya contoh perilaku tokoh dalam penerapan disiplin yang luwes.

“Apalagi tanpa contoh dan tokoh yg patut digugu lan ditiru. Jika berbagai peraturan itu tetap dipaksakan dari penerapan sanksi administrasi hingga pidana, hal ini akan berakibat blunder yang akan menyebabkan pemerintah semakin kehilangan legitimasinya. Pemerintah sebagai pihak yang seharusnya memberi pengaruh (magistrature of influence) perlu dijaga wibawanya dengan narasi bijak dalam pilkada”, terangnya.

Baca Juga :  Terhitung 1 Mei, Iuran BPJS Kesehatan Batal Naik, Ini Penjelasannya

Harry memberikan saran tindak mengingat bahwa masa kampanye Pilkada 2020 terhitung tinggal sepekan (mulai 26 September), solusi yg memungkinkan adalah pertama, menyebar sebanyak-banyaknya community organizer (CO) yang kredibel yang bertugas mengendalikan massa dan mengubahnya menjadi bentuk aktivitas lain tanpa mereka harus “kehilangan prospek manfaat ekonomi masa kampanye pilkada”, atau kedua, jika hal itu memang tidak sanggup dilakukan baru opsi batalkan dan tunda kelanjutan proses Pilkada 2020 dengan pertimbangan nyawa lebih dari 100 juta masyarakat Indonesia dipertaruhkan.

Sebagaimana kita (publik) ketahui, Perpu No 2 Th 2020 yang sudah ditetapkan menjadi UU No 6/2020 menyebutkan jika tidak dapat dilaksanakan karena bencana nasional covid-19 pilkada bisa ditunda tetapi jika tetap bisa dilaksanakan asal mampu dalam hal SOP Kesehatan dan Covid diterapkan maka bisa dilaksanakan. Semua harus dikonsultasikan dan dikordinasikan dengan DPR RI untuk dibahas dan disetujui bersama.

Dalam aturan tersebut, kata harry, sebenarnya sudah ada penundaan waktu pelaksanaan Pilkada yang sebelumnya yakni dari rencana bulan September 2020 menjadi menjadi 9 Desember 2020 sebagaimana UU 6/2020 (Perppu 2/2020).

Penulis : Jawi/ mediakita.co

Artikel Lainnya