ajibpol
PANTURA

Kisah Pembuat Ikan Asin, di Tengah Sepinya Pasokan Ikan

Pekalongan, Mediakita.co- Terik matahari serta hembusan angin laut yang lengket di Kelurahan Panjang Wetang Kecamatan Pekalongan Utara, tak menjadikan Saryuti mengeluh. Sebab, sengatan panas yang terasa menjilat kulit itu membuat ribuan ikan asin yang dijemurnya mengering sempurna. Tepat di samping sebuah rumah berdinding anyaman bambu di sebelah utara Pantai Pasir Sari, Kota Pekalongan itulah, hamparan ikan asin milik Saryuti terlihat pasrah. Meski begitu, tak ada seekor kucingpun yang berusaha mendekati santapan lezat tersebut.

“Kucinge mpun mblenger mas. Mblenger niku kekenyangan. Pertama memang langsung ngeroyok, tapi nek mpun disukani nggih mpun.” Begitulah ungkapan hangat Saryuti menjawab basa-basi Radar ketika mendatangi lokasi, kemarin siang.

Meski sambil melanjutkan aktivitas di hadapan beberapa ember berisi ikan, perempuan berkerudung pink itu terlihat ramah. “Sekarang ini dapat ikannya sulit mas. Lelang di TPI sepi. Mulai habis lebaran kemarin, harga ikan naik,” ungkapnya sembari mengayunkan golok untuk memangkas ikan.

Sulitnya mendapat ikan, tentu membuat Saryuti memelintir otak. Sebab, sedikitnya pasokan ikan tentu membuat produktivitas ikan asin bikinannya menurun. “Kalau dulu biasa produksi ikan asin sampai 6 kwintal mas. Sekarang ini, 2 kwintal saja, sudah alhamdulillah,” kata dia.

Namun di tengah kemerosotan itu, ibu empat anak yang merintis usaha sejak lima tahun lalu ini tak menyerah. Bersabar dan tekun dalam berusaha membuatnya kebal menghadapi segala cuaca.

Baca Juga :  Polres Ringkus 7 Maling Motor, Termasuk Seorang Pelajar

“Kalau ikan mahal, itu permintaannya banyak, dan jualnya cepat. Tapi kalau ikan murah, jualnya lambat,” paparnya sembari menggores ikan di telapak tangannya.

Ikan mahal, kata Saryati, di antaranya seperti ikan asin gesek dan ikan asin berbahan ikan layang. Sedangkan yang masuk kategori murah yakni ikan asin yang dibikin dari jenis ikan seperti Juwi.

Berdasarkan kejelian membaca pasar, mantar buruh “nggereh” itu akhirnya memprioritaskan ikan mahal untuk produksi ikan asin bikinannya. “Semuanya dibuat, tapi sedikit-sedikit. Yang paling cepat itu memang ikan mahal,” kata dia.

Proses pembuatan gereh (ikan asin) sendiri juga dibutuhkan ketelatenan. Bahan ikan segar yang diperoleh dari TPI kemudian melewati proses penggaraman di tempat khusus. Setelah ‘digaremi’ (proses penggaraman) selama satu malam, ikan kemudian dicuci sebelum dijemur mulai pagi hari.

“Untuk yang gereh gesek, sebelum digaremi dibelah dulu. Proses lainnya sama. Saya hanya pakai garam krosok. Tidak pakai bahan lain,” jelasnya.

Produk ikan asin (gereh) milik Saryuti, biasa dipasok ke berbagai kota seperti Karangkobar, Banjarnegara dan Comal, Pemalang. Untuk wilayah Pekalongan gereh Saryuti juga dipasok ke sejumlah daerah seperti Kecamatan Doro, Kesesi Kabupaten Pekalongan dan Pasar Banjarsari Kota Pekalongan.

“Untuk jenis Juwi jualnya Rp 10 ribu per kilogram. Kalau yang gesek dan ikan layang, Rp 20 ribu. Kalau yang dulu murah tapi menjadi mahal itu ikan asin, Tanjang,” timpalnya.

Baca Juga :  Polsek Bodeh Sidangkan Penjual Miras di Pengadilan

Meski begitu, Saryuti mengaku dirinya kerap dilanda kerugian. Hal itu disebabkan anjloknya harga ikan asin di pasaran padahal harga ikan basah melonjak seperti sekarang.

Untuk harga ikan basah, kata Saryuti, jenis Ikan Juwi yang semula Rp 6 ribu – Rp 7 ribu per kilogram naik menjadi Rp 9 ribu – Rp 10 ribu. Ikan Japo, dari harga Rp 6 ribu – Rp 7 ribu naik menjadi Rp 13 ribu. Ikan Tanjang, dari harga Rp 5 ribu naik menjadi Rp 10 ribu. Sedangkan Ikan Layang, dari harga Rp 10 ribu, kini naik menjadi Rp 18 ribu – Rp 19 ribu per kilogram.

“Pas rugi itu ya, harga beli ikan segar mahal, tapi pasaran ikan garing anjlok, seperti sekarang,” timpalnya.

Saryuti berharap, harga ikan kembali normal. Namun sembari berharap, pengusahan yang memiliki enam pegawai itu mengaku, harus tetap bersabar. “Pastinya tetap berusaha dan bersabar. Tekun menjaga kualitas, itu penting,” turunya.

Sementara itu, seorang pergawai, Saenah (40) menambahkan, pengerjaan gereh mulai dilakukan pukul 10.00. “Di sini yang ikut bantu enam orang. Ya, masih saudara semua,” kata Saenah sambil memilah gereh kering sebelum memasukkannya ke dalam kardus.

“Kalau kerinya sempurna, bisa sampai berbulan-bulan,” imbuhnya.

 

(MK 013)

Artikel Lainnya