ajibpol
SEJAGAD

Bagaimana Taliban Telah Mengubah Kehidupan Warga : Saya Hidup dan Bernapas, Tapi Tanpa Tujuan

AFGANISTAN, mediakita.co-Perebutan kekuasaan secara tiba-tiba oleh kelompok militan Taliban di Afghanistan telah menjungkirbalikkan kehidupan di seluruh negeri.

Seorang jurnalis BBC baru-baru ini telah meminta warga Afghanistan untuk memberi gambaran pekerjaan mereka sebelum dan sesudah perubahan politik di Afganistan. Beberapa dari mereka adalah warga biasa, pekerja kantoran hingga aktivis.

Disebutkan, ada tanggapan yang antusias untuk menunjukkan seberapa banyak keadaan yang digambarkan sebagai berubah secara radikal.

Ahmed misalnya, dia bekerja sebagai manajer kantor di sebuah perusahaan swasta Afghanistan sebelum Taliban merebut kekuasaan. Dia mengaku telah bekerja di sana sejak September 2019.

“Ini adalah saat tepat bagi saya karena saya bekerja dan mendukung saudara perempuan saya yang masih kuliah dan sekolah,” katanya kepada BBC, dikutip mediakita.co, Senin (1/11/2021)

Ahmed mengaku, semula dia mendapat gaji yang bagus dan itu hampir cukup menghidupi keluarganya. Selain itu, dia juga karena mengaku bisa menabung dan sering bisa mengirim makanan ke rumahnya.

“Saya punya banyak teman di tempat kerja dan mereka semua kehilangan pekerjaan dan menjadi pengangguran,” ungkapnya.

“Tapi sekarang hidup lebih sulit bagi saya, terutama untuk keluarga saya, karena tidak ada pekerjaan untuk orang-orang di sini dan tidak ada cara untuk mendapatkan penghasilan bagi keluarga” tambahnya.

Ahmed adalah anak laki-laki satu-satunya dan anak tertua di keluarganya. Ayahnya, yang berusia sekitar 60 tahun, tidak dapat bekerja lantaran usianya dan masalah pada lututnya.

“Itu membuat saya merasa lebih bertanggung jawab. Situasi ini membosankan bagi kami setiap hari,”

ujarnya, seraya menambahkan bahwa harga makanan setiap hari semakin meningkat.

Baca Juga :  Wow! Guru MTs Ini Berikan Solusi Kumpulkan Tugas Lewat Dua Cara

Zahra: Hidup saat ini bukanlah kehidupan

Tanggapan senada diperoleh dari Zahra. Mahasiswi di salah satu universitas ini mengaku sejauh ini belum dapat melanjutkan kuliahnya pasca pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban.

“Periode sempurna dalam hidup saya adalah ketika saya masih mahasiswa kedokteran. Saya mencoba selama dua tahun guna meraih nilai impian saya dalam ujian pendaftaran universitas dan hal itu sepadan,” katanya.

“Hidup sekarang bukanlah kehidupan. Saya hidup dan bernafas, tapi tanpa tujuan. Ini bukanlah kehidupan yang saya impikan ketika saya masih sekolah dan bersiap-siap untuk ujian masuk universitas. Saya jatuh cinta dengan belajar bersama teman-teman saya dan saya sangat merindukan menjadi mahasiswa,” keluhnya.

Zahra mengatakan, kini sebagian besar waktunya hanya dihabiskan di rumah. Dia juga menyatakan kerinduannya bisa keluar rumah “tanpa ragu-ragu” seperti era sebelumnya.

“Saya bekerja untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris saya dan belajar hal-hal baru dari buku, tapi sayangnya situasinya menyedihkan. Barangkali kita akan kembali ke kampus kita suatu saat nanti,” harapnya.

Ungkapan serupa datang dari Sana. Perempuan yang banyak terlibat dalam aktivisme hak-hak perempuan di Afghanistan ini mengaku telah banyak kehilangan hak-haknya sebgai warga negara.

“Sebelum Taliban datang, kami kehilangan banyak hak kami, tetapi kami senang karena kami memiliki kebebasan. Kita bisa belajar, bekerja, pergi keluar dengan teman-teman kita, duduk bersama, berdebat dan tertawa,” katanya.

“Kami senang memperjuangkan hak-hak kami bersama… kami mencoba mengubah undang-undang tetapi tiba-tiba semuanya berubah dan kami kabur dari tanah air kami,” paparnya.

Sana saat ini tinggal di Iran dan memiliki visa untuk pergi ke Jerman. Tetapi dia belum memutuskan untuk pergi.

Baca Juga :  Sandiaga Uno, Bangga Berdiskusi dengan Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban yang Anti Islam

“Saya harap ini seperti mimpi buruk dan saya bangun dan segera pulang ke rumah. Sulit bagi saya untuk jauh dari tanah air say. Sulit bagi saya untuk kehilangan semua yang kami buat. Saya secara fisik hidup, tetapi saya merindukan keluarga dan rumah saya.”

“Saya merindukan rakyat saya, bahasa saya, upaya yang sudah kami lakukan. Saya telah bermigrasi tetapi jiwa saya tertinggal di Afghanistan dan terluka.”

Sayed, pekerja jurnalis dan pembawa acara berita di salah satu media terbesar di Afghanistan ini mengaku rindu dengan profesinya.  Profesi yang membawakannya dalam mimpi-mimpi yang kini telah hancur.

“Saya merindukan kehidupan profesional saya sebagai jurnalis, dan semua mimpi yang saya miliki untuk maju dalam karir profesional saya. Saya merasa hancur untuk mengingat saat-saat sekarang,” katanya.

Sayed bekerja pada hari ketika Taliban menguasai Kabul dan pada sore itu segalanya telah berubah.

“Kantor kami hampir kosong, semua staf perempuan meninggalkan kantor dan tim teknis kami telah mengganti pakaiannya dengan pakaian orang biasa.”

Sayed berada di AS dan mencari suaka sebagai pengungsi. Keluarganya tetap di Afghanistan. Perjalanan dan pengorbanan selama 20 tahun semuanya berantakan dan semuanya hancur, termasuk harapan dan impiannya dalam hitungan jam.

“Semuanya berantakan begitu cepat, saya masih tidak percaya. Kehidupan sekarang sulit karena berada jauh dari orang-orang yang saya cintai di lingkungan yang sama sekali berbeda, di mana saya dapat menghilangkan trauma, yang lebih mudah diucapkan daripada dilakukan,” kisahnya.

 

 

 

 

Artikel Lainnya