Nasional, Mediakita.co,- Kementerian Luar Negeri Israel membuka dokumen yang berhubungan dengan keterlibatan Mosad, Dinas Rahasia Israel, dalam serangkaian interaksi dengan Pemerintahan Sukarno dan Suharto. Dokumen yang baru-baru ini dibuka itu, menunjukan keenganan Israel mendukung Sukarno, dan sikap “mesra” Israel dengan Orde Baru. Berikut adalah tulisan Eitay Mack, seperti dipublikasikan dalam 972mag.com.
Hubungan informal antara Israel dengan Indonesia telah berlangsung sejak 1950-an, terutama dalam bidang pertahanan dan keamanan. Walaupun demikian, tidak ada hubungan secara diplomatik secara resmi diantara keduanya. Alasannya adalah, sikap Indonesia yang menyokong dunia arab.
Menurut laporan telegram yang dikirim oleh perwakilan kementerian luar negeri dan pertahanan Israel, tertanggal 28 Februari 1957, disebutkan bahwa Indonesia tertarik untuk membeli pesawat tempur dari Israel. Pada bulan November 1957, Kementerian Pertahanan menindaklanjuti dengan menyiapkan daftar perlatan militer yang siap dijual ke Indonesia.
Namun, dalam pertemuan antara Wakil Kepala Kedutaan Besar Israel di Den Haag dengan Direktur Politik Kemenlu Belanda, 12 Desember 1957, diketahui bahwa Pihak Belanda menyebutkan sebagian besar kelompok pemberontak di Indonesia merupakan kelompok antikomunis, dengan demikian jika komunis mampu meraih pengaruh di Jakarta dan Jawa Tengah, maka pemberontakan akan terus tumbuh. Pihak Israel mendapat kesan bahwa Belanda tidak mempermasalahkan pemberontakan yang terjadi di Indonesia.
Pemerintah Israel memutuskan untuk tidak menjual senjatanya ke Indonesia. Setidaknya ada tiga alasan. Pertama, Indonesia menolak membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Kedua, kesulitan menjaga kerahasiaan. Dan terakhir, penjualan itu beresiko membahayakan hubungan Israel dengan negara-negara lain di wilayah itu.
Shmuel Bendor, perwakilan Israel di Cekoslowakia, mengirimkan telegram pada 15 April 1958, mengenai pertemuannya dengan Duta Besar Indonesia di Praha. Menurut Shmuel, Duta Besar Indonesia itu, menolak klaim Amerika Serikat, dan mengkritik sikap Israel terhadap Indonesia.
Dokumen Kemenlu Israel mengungkapkan bahwa, beberapa bulan setelah terjadinya pembantaian terhadap anggota dan simpatisan PKI, Mosad sebenarnya sudah tahu siapa yang bertanggungjawab. Sebuah laporan, tertanggal 15 November 1966, dituliskan “Pada Oktober 1965, kaum komunis mencoba mengambil alih pemerintahan dengan bantuan Cina. Tentara berhasil menghentikan upaya itu, dan Partai Komunis dinyatakan terlarang”. Dikemudian hari, diketahui bahwa belum ada relasi antara PKI dan Cina.
Lebih lanjut, laporan itu juga menyebutkan PKI berkolaborasi dengan Cina, berada di bawah kepemimpinan D.N. Aidit merupakan partai kuat di Indonesia, dengan anggota mencapai tiga juta. Jika pengambilalihan kekuasaan berhasil, Cina akan mendapatkan keuntungan melalui keseimbangan kekuatan di wilayah itu. Disebutkan juga korban pembantaian berkisar antara 300.00-700.000.
Laporan tersebut juga menyebutkan nama Suharto, sebagai Jenderal yang mengambil kekuasaan dari Sukarno, pada Bulan Maret 1967. Suharto disebut sebagai pendukung antikomunis dan pro-barat.
Dalam rapat yang terjadi di Kemenlu Israel, pada 4 April 1967, Menlu Abba Eban menyatakan bahwa Israel mencari kepemimpinan baru, dan kemungkinan yang bisa dilakukan membuka perwakilan di Indonesia, serta pendirian perusahaan. Namun semuanya didasarkan pada turunnya Sukarno.
Walau Mosad mengetahui dalang pembantaian, hubungan dengan Rezim Suharto tetap dibina, terutama di bidang ekonomi dan keamanan. Dinas Intelegen Israel itulah yang memulai hubungan dengan militer Indonesia untuk bekerja sama dalam proyek minyak, kapas, fosfat, daging sapi, penerbangan domestik, dan lainnya. Hubungan bisnis itu dikelola melalui perusahaan proksi.
Pihak militer Israel dan Indonesia bekerja sama mendirikan perusahaan pemasaran berlian dari Indonesia, dengan nama “Berdikari”, pada 28 Mei 1967.
Kunjung-mengunjung terjadi terjadi antara pihak Mosad dan pihak militer Indonesia. Pertemuan antara delegasi Indonesia dan Israel juga terjadi pada 30 Juli 1967. Pihak Indonesia dalam pertemuan itu tertarik untuk mencari pengganti peralatan militer yang diperoleh dari Uni Soviet (saat ini bernama Rusia). Dalam pertemuan itu, hadir Kepala Mosad, Menteri Pertahanan ISrael, serta Kepala Staf Pertahanan Israel (IDF). (sf/mediakita.co).