Bastem, mediakita.co – Di Pantilang ada beberapa kuburan dan kumpulan tulang belulang masih misterius hingga kini. Salah satunya adalah kuburan alam bernama bangka yang berada di bawah kaki gunung batu Se’pon Liang Desa Pantilang Bastem Utara. Kuburan hanya beberapa meter dari rumah kami terletak di sudut kebun dan persawahan. Di bawahnya mengalir sungai Noling yang banyak memberi kehidupan bagi masyarakat Bastem. Di masa kecil saya sering bermain disekitar kuburan itu sembari memetik kopi atau biji kemiri yang pohonnya banyak tumbuh di sisi Se’pon Liang. Ketika itu dua puluh tujuh tahun yang lalu saat saya belum meninggalkan kampung halaman.
Meski sudah terbiasa dengan tempat itu dan tak jauh dari rumah namun sensi mistis sangat terasa saat memasuki area kuburan tersebut. Bulu kuduk merinding. Tapi karena didorong oleh rasa penasaran dan keinginan untuk melihat lebih dekat lagi kuburan alam itu, saya pun mengabaikan sensasi itu. Saya berjalan perlahan bersama kedua saudara saya, menyelinap masuk di antara sela-sela batu. Seperti membuka tabir pembantaian, tulang belulang dan tengkorak manusia berserahkan di mana-mana menyambut kami. Beberapa sudah mulai lapuk karena terkena hujan dan tanah yang lembab. Tapi beberapa di antaranya tetap utuh seolah tersenyum menyambut kami. Tulang belulang itu berserahkan di bawah sela-sela batu. Diletakkan dalam beberapa peti kayu. Ada tujuh peti kayu atau bangka penduduk setempat menyebutnya. Bangka itu panjangnya kira-kira tiga meter, lebar setengah meter dan dalamnya sekitar satu setengah meter. Setiap Bangka berisi puluhan tengkorak manusia. Karena kayunya sudah termakan usia maka sebagian tulang belulang dan tengkorak yang menghuni kuburan itu berserahkan di tanah.
Dengan bulu kuduk yang masih sedikit berdiri. Mata saya tertarik pada ukiran yang ada pada peti-peti itu. Semua diukir dengan sentuhan sederhana bergambar kepala kerbau. Ukirannya hampir mirip dengan ukiran khas masyarakat Toraja zaman sekarang. Hanya ukiran kepala kerbau yang terdapat pada bangka itu, kedua ujung tanduknya bertemu melengkung ke atas sehingga membentuk lingkaran penuh. Sedangkan pada ukiran khas Toraja sekarang ujung tanduk kerbaunya tidak membentuk lingkaran penuh. Saya juga tertarik mengamati tulang-tulang yang ada dalam bangka-bangka itu lebih panjang dan besar dari tulang manusia kebanyakan. Saya membolak-baliknya dan mengukurnya dengan tulang-tulang saya. Tulang-tulang itu tiga perempat lebih panjang dari tulang-tulang saya. Saya pun berkelakar sembari berucap, ‘Mungkin mereka ini adalah turunan raksasa ya’. Sebagai perbandingan tinggi saya 167 cm.
Merasa cukup memelototi tulang-tulang itu saya kembali ke rumah tetapi rasa penasaran masih njelimet dibenak saya. Saya pun bertanya kepada para tua-tua yang ada di kampung. Tetapi kuburan itu tetap misteri. Tak ada yang tahu siapa saja yang dikuburkan disana. Sebab kuburan-kuburan itu sudah ada sejak lama sebelum mereka ada. Bahkan nenek moyang mereka juga tak tahu. Karena tak ada yang tahu siapa yang dikubur di sana, keberadaannya pun terabaikan tak terawat.
Saya pun berangan-angan bahwa satu-satunya cara untuk melestarikan dan menjaganya adalah menjadikannya obyek wisata. Obyek wisata, kuburan alam yang ada di sini tak kalah menariknya dengan yang di Tana Toraja. Di seluruh Bastem ada puluhan kuburan alam seperti yang ada di Se’pon Liang Pantilang. Bagi para peneliti, menarik untuk melakukan eksplorasi; kapan kuburan-kuburan itu ada dan mengapa tulang mereka yang disemayamkan di sana sebagian besar lebih panjang dari manusia masa kini.
Di sisi lain kuburan-kuburan alam Se’pon Liang, ada beberapa gua alam yang masih aktif digunakan sebagai kuburan masyarakat setempat. Dalam periode-periode tertentu dibuka dan tulang-tulang yang ada di dalamnya dibungkus dengan rapih. Tapi tak dilakukan dengan sembarangan ada upacara yang harus dilakukan. Upacaranya disebut Ma’tollongngi yang artinya mengunjungi.
Seiring perkembangan zaman gua-gua batu sudah jarang digunakan sebagai kuburan. Gantinya adalah bangunan yang terbuat dari semen dan batu. Patane namanya. Bagi keluarga yang cukup mampu Patane dibuat sekokoh dan seindah mungkin dengan biaya yang tidak murah. Kadang-kadang lebih bagus dan lebih kokoh dari tempat tinggal manusia yang masih hidup.
Jika anda berkunjung ke Pantilang Bastem Utara jangan lewatkan untuk berkunjung ke Kuburan Alam Se’pon Liang. Di sana anda akan melihat tengkorak-tengkorak raksasa yang masih misterius hingga kini. Anda tak perlu mengeluarkan biaya untuk bisa menikmatnya anda pun hanya berjalan kaki beberapa ratus meter dari jalan utama sembari menikmati alam sekitar yang indah dan sejuk. – Penulis: Piter Randan Bua