Bagaimana Cara Mbah Malik Kenang Jasa Para Pahlawan, Ini Ceritanya

Habib Luthfi dan Mbah Malik Purwokerto
Habib Luthfi dan Mbah Malik Purwokerto

PEMALANG, mediakita.co – Begitu dalamnya para kyai dan sesepuh kita dalam menghormati serta menanamkan karakter nasionalisme, hingga pada perjalanan antara Bantarbolang – Randudongkal, KH Abud Malik bin Ilyas Purwokerto secara spontan meminta untuk menghentikan perjalanannya lalu berdoa.

Ditengah perjalanan antara Bantarbolang – Randudongkal, KH Abdul Malik bin Ilyas Purwokerto secara tiba-tiba menyuruh untuk menghentikan perjalanannya. ” Pak Yuti, berhenti dulu, ” pinta Mbah Malik kepada Suyuti, supir, untuk menghentikan kendaraannya.

” Nggih Mbah, kata Suyuti,” mobil pun menepi untuk berhenti.
” Ke tempat yang adem saja, biar enak untuk gelaran,” ucap Mbah Malik.

Waktu itu sekitar pukul 09.45 WIB. Setelah mendapat tempat untuk beristirahat, tikar digelar dan termos juga dikeluarkan, kemudian Mbah Malik mengeluarkan rokok khasnya, klembak menyan, kemudian diraciknya sendiri sebelum dinikmati. Sesekali beliau (Mbah Malik) mengeluarkan jam dari kantongnya, dan berkata ” Delat maning (sebentar lagi) “. Sang murid pun heran, ada apa gerangan yang berulangkali diucapkan gurunya ‘delat maning’ itu. Namun, setelah pukul 09.50 WIB, rokok yang belum habis tadi tiba-tiba dimatikan. Kemudian berkata ” Ayo Pak Yuti, Habib, mriki (kesini), printah Mbah Malik “.

Setelah itu, Mbah Malik membacakan hadhrah al-fatihah untuk Nabi, para sahabat dan seterusnya sampai disebutkan pula sejumlah nama pahlawan seperti Pangeran Diponegoro, Sentot Prawirodirjo, Kai Mojo, Jendral Sudirman dan lain sebagainya.

Bacaan Lainnya

Sampai ketika tepat pukul 10.00 WIB, sang kyai yang juga mursyid thariqah ini terdiam beberapa saat dan kemudian berdoa ‘Allahummaghfirlahum warhamhum…’. Setelah selesai, Habib Luthfi yang penasaran dengan apa yang dilakukan gurunya kemudian bertanya ” Mbah, wonten napa ta (ada apa) ? ”

” Anu, napa niki jam 10, niku napa namine, Pak Karno, Pak Hatta rumiyin baca napa ( pukul 10 dulu Pak Karno, Pak Hatta dulu membaca apa) ? ” tanya Mbah Malik.
” Proklamasi Mbah”, jawab Habib Luthfi bin Yahya yang waktu itu turut serta dalam perjalanan.
” Ya niku lah, kita niku madep ngormati ( ya itulah kita berhenti sejenak untuk menghormati ), jawab Mbah Malik.

Sungguh luarbiasanya para kyai dan sesepuh kita dalam menghormati dan menanamkan karakter nasionalisme. ” Sampai begitu mereka, kita ini belum apa-apanya. Makanya sampai sekarang saya etok-etoke meniru, setiap tanggal 17 Agustus kita baca al-fatihah. Rasa mencintai dan memiliki. Tanamkan pada anak-anak kita !,” tegas Habib Luthfi bin Yahya mengakhiri kisahnya.

Sumber : muslimoderat

Redaksi : mediakita.co

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.