Yang kita tau, penganut Komunis identik dengan Anti tuhan, atau ateis. Namun bagaimana kasusnya, Seorang penganut Komunis, beragama, bahkan dia bergelar Haji (sudah menunaikan rukun islam kelima) dan pandai mengutip ayat ayat Al-Qur’’an. Bahkan menurutnya, Islam dan Komunis tidaklah bertentangan. Ikuti kisah dibawah ini.
Tersebutlah nama Misbah, seorang pedagang Batik di Surakarta. Ia lahir di Kauman Surakarta pada 1876. Nama kecilnya adalah Achmad, ketika dewasa ia bernama Darmodiprono, setelah menunaikan ibadah haji, ia mengganti namanya menjadi Mohammad Misbah. Misbah kecil sudah dimasukan ke pesantren. Setalah dewasa, ia dikenal pula sebagai pendakwah.
Jiwa misbah yang supel membuat ia suka berorganisasi. Ia aktif di organisasi TKNM (Tentara Kanjeng Nabi Muhammad) sebagai donatur, ia juga pendiri SATV (Sidiq, Amanah, Tablig, Fathonah-yang merupakan sifat nabi) dan sekolah Ze School Met Den Qur’en. Misbah akif pula di IJB (Inlandesche Journalist Bond) yang didirikan oleh Marco Kartodikromo, ia juga aktif di Sarekat Islam.
Misbah awalnya menerbitkan surat kabar bernafaskan islam, misal Medan Moeslimin 1915, dan Islam Bergerak, pada 1917. Awalnya surat kabar tersebut sebuah respon terhadap terbitnya surat kabar kristen, yaitu Mardi Raharjo. Namun kemudian Surat Kabar tersebut menjadi Surat Kabar paling kritis terhadap kolonialisme Belanda, Misbah menentang mati matian Kolonialisme Barat.
Sebelum tahun 1920, terjadi pemogokan besar besaran di daerah Klaten, Misbah diduga terlibat di dalamnya. Ia ditangkap karena diduga sebagai Propaganda, Misbah kemudian dipenjarakan di Pekalongan.
Ia keluar pada 22 Agustus 1922 dan kembali ke Kauman. Ketika keluar, masa pemogokan telah berakhir, dan muncul era kepartaian. Misbah keluar dari Muhammadiyah pada 1922, dan setahun kemudian ia muncul sebagai propagandis PKI (SI Merah), dan berbicara tentang pertalian antara Islam dan Komunisme.
Bergabungnya Misbah ke PKI, menurut Nur Hiqmah (2008) adalah bentuk kekecewaan Misbah terhadap perilaku kooperatif pimpinan Sarekat Islam waktu itu kepada Pemetintah Hindi Belanda. Dinataranya keputusan Sarekat Islam yang yang mengirim utusan di Voolkraad (dewan rakyat) yang dianggapnya sebagai langkah kerjasama, bukan menentang Kolonialisme pemerintah Hindia Belanda.
Hal ini berbeda dengan PKI, yang waktu itu amat radikal menentang Pemerintah hindia Belanda. PKI pada awalnya didirikan oleh anggota Sarekat Islam yang kecewa dengan langkah kooperatif Tjokroaminoto. Mereka yang kemudian terkena disiplin partai, memutuskan membentuk Sarekat Islam merah dan kelak berubah menjadi Partai Komunis Indonesia.
Misbah kemudian memimpin PKI di Vostenlanden, dan mendirikan PKI Afdeling Surakarta dan mengorganisir rapat rapat umum. Dengan tanpa bosan, menentang kolonialisme Hindia Belada, Misbah akhrinya kembali ditangkap pada Juli 1924. Ia dibuang di Manokwari, ia menghembuskan nafas di terkahir di tanah Papua pada 24 Mei 1924 akibat penyakit malaria.
Islam dan Komunis
Terpenjara secara fisik, tidak membuat gagasan Misbach redup. Bandung Mawardi dalam Misbach, Islam, dan Kota Solo (2014), mengungkapkan, kesulitan menyeru dakwah melawan kolonialisme diselesaikan dengan jalan mengedarkan gagasan melalui tulisan. Salah satu tulisan yang terkenal dari Misbah di pembuangan adalah,’Islam dan Komunisme’.
Hal ini menjadi Keunikan Misbah karena kemampuanya mentautkan ajaran komunisme dengan ajaran islam. Pada kongres PKI tanggal 4 maret 1923 dihadiri 16 cabang PKI, 14 cabang SI merah dan perkumpulan sarikat komunis, Misbach memberikan uraian mengenai relevansi Islam dan Komunisme dengan menunjukan ayat ayat Al-Qur’an. Dalam salah satu tulisanya, Misbah menggambarkan pertautan ini sebagai berikut :
“Kapitalisme adalah fitnah, nafsoe untuk melenjapkan keimanan kita kepada Toehan dengan menggoda keimanan kepada Toehan. Kommoenisme jang mengadjarkan kita oentoek menentang Kapitalisme, karena itoe adalah tertjakup dalam Islam, saya menerangkan hal itu sebagai moeslim dan Kommoenist”
Tulisan lainya yang menunjukan ketertarikan Misbah terhadap Pertautaun Islam dan Komunisme adalah Nasihat yang tersaji di Medan Moeslimin. Yang menyeru umat agar tak berhenti melawan Kolonilaisme.
“Hai Saoedara-saoedara ketahoeilah! Saja seorang djang mengakoei setia kepada agama dan djoega masoek di dalam lapangan pergerakan Komoenis. Dan saja mengakoe tambah terboekanja fikiran saja di lapangan kebenaran atas perintah agama Islam, tidak lain ialah sesoedah saja mempeladjari ilmoe komoenis”
Bagi Misbah, Islam dan Komunis sama sama mengajarkan jalan melawan para penindas, terutama dalam bidang sosial dan ekonomi. Perjuangan melawan penindasan dan membela yang tertindas waktu itu tidak dilakukan oleh Sarekat Islam yang dianggap Misbah malah bekerja sama dengan para penindas. Hingga ia melihat aura perlawanan utamanya terhadap Kapitalisme dalam Komunis itu sendiri. Misbach kemudian tertarik menggabungkan keduanya.
Memang diantara yang berjuluk Islam Komunis, mungkin nama Misbah yang cukup tenar. Meski ada nama Haji Rasul dari Minang, yang merupakan murid dari Ayah Hamka. Jalan pikiranya hampir sama dengan Misbach, bahkan dalam Diskusi bertajuk Islam dan Komunisme di Komunitas Salihara beberapa tahun lalu, terungkap pula seorang Pimpinan Pondok pesantren di Pantai Utara jawa Tengah yang menjadi Simpatisan Komunis.
Menurut Sejarawan Bonnie Triyana, yang menjadi pembicara saat itu, ada kesamaan motif kenapa kemudian mereka memadukan Islam dan Komunisme, diantaranya kekecewaan terhadap Sarekat Islam yang dianggap berpihak kepada Pemerintah Kolonial.
Historia Docet !!!
Faizal AS, tinggal di Sikasur, Belik
Editor di Mediakita.co