Kisah Sang Pelukis Asal Pemalang

PEMALANG, mediakita.co – Mardadi Untung pria kelahiran tahun 1937 asal Desa Paduraksa, Kabupaten Pemalang ini memilih jalan hidupnya menjadi seorang pelukis, ia belajar melukis sejak masih kecil, kemudian kembali meruncingkan bakatnya saat berada di bangku perguruan tinggi.

“Saya nggambar sejak masih SD, kemudian saya diberi kesempatan oleh orang tua dan teman untuk melanjutkan pendidikan di bangku perkuliahan untuk mengasah bakat menggambar” ujarnya.

Untung, melanjutkan pendidikannya di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Jogjakarta pada tahun 1957 dan lulus pada tahun 1968. Selesai kuliah untung melakukan pengembaraannya mencari pengalaman baru di luar kota

“Saya Ngulandoro yakni, pergi tanpa tujuan hanya mencari pengalaman. Beberapa kota di Indonesia sudah di jelajahi, kecuali Irian Jaya. Kemudian saya mendapat tawaran dari seorang pastor Jerman namanya pastor Rofing, satunya pastor The Blond dari Belanda, terus seorang wartawan dari BBC London,” ungkapnya.

Di tahun 80-an, salah seorang pastor memintanya untuk melukis dengan tema perdamaian. Untung mencoba menggabungkan falsafah jawa dengan menggambarkan hewan mimi lan mintuno

Bacaan Lainnya

“Saya di suruh melukis tema perdamaian itu sekitar tahun 80-an, saya terfikirkan oleh hewan mimi lan mintuno yang kalau dipisahkan itu akan mati, akhirnya saya lukis berbentuk kaligrafi jawa, tulisannya jawa, goresannya juga jawa,” pungkasnya.

Beberapa lukisan hasil karya untung pernah terpesan ke luar negeri, seperti ke jerman dan belanda. Ia menggambarkan tentang religius umat kristiani namun dengan cara penggambaran filsafat jawa.

“Semua peristiwa yang ada didalam bibel itu saya bikin dnegan filsafat jawa, akhirnya lima belas lukisan saya kirim ke Jerman dan delapan lukisan yang saya kirim ke Belanda. Alhamdulilah di terima dengan mereka semua,” ungkapnya.

Namun hal itu dilakukan saat Untung masih muda, ia kerap keliling di berbagai kota untuk sekedar mencari pengalaman. Namun kondisi saat ini ia tak lagi mampu untuk melakukan lawatan ke berbagai kota.

“Sekarang saya sering sakit,enggak kaya dulu di tambah beberapa organ tubuh sudah tak berfungsi lagi,” ungkapnya

Kondisi itulah yang membuat untung tak bisa pergi kemana-mana. Untuk melihat ia hanya mengandalkan mata sebelah kiri saja, karena mata sebelah kanannya sudah buta terkena penyakit katarak.

“Ini mata saya yang sebelah kanan sudah buta, sejak beberapa tahun yang lalu karena kena katarak mas. Lah yang kiri juga minus, ini saya pakai kacamata sudah minus 12 mau beli yang lebih tinggi tapi katanya nggak ada,” tuturnya.

Untung menginginkan agar mata kanannya di operasi namun apalah daya, lantaran kondisi ekonomi, ia mengurungkan niatnya.

“Untuk biaya oprasi mata butuh biaya yang cukup mahal, makanya saya enggak tak operasi karena nggak punya biaya,” pungkasnya.

Kini ia hanya tinggal sendirian di kamar kos berukuran 3×4 meter. Untung berharap ada beberapa orang yang membeli lukisan miliknya. Ia menuturkan bahwa hasil dari penjualan lukisan tersebut digunakan untuk biaya operasi mata kanannya.

“Ya kalau ada yang membeli lukisan saya, alhamdulillah. Hasil dari penjualan lukisan ini nanti untuk biaya operasi mata. Cukup mahal sih ya operasi katarak,” ungkapnya.

Oleh : Fatah

Redaksi : mediakita.co

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.