ajibpol
KABAR

Melirik Kisah Perjuangan Kyai Makmur, Pada Pementasana Drama Malam Wungon 17’san

PEMALANG, mediakita.co – Kisah perjuangan patriotisme tokoh agama dalam masa perjuangan kemerdekaan tahun 1947, membuat merinding ratusan pengunjung yang memadati halaman pendopo Kabupaten Pemalang pada malam Wungon, Selasa 16 Agustus 2016 malam kemarin.

Pementasan fragmen Kyai Makmur berawal dari inspirasi Bupati Pemalang Junaedi, kemudian diimplementasikan oleh Sekda Pemalang Budi Raharjo yang dipentaskan oleh siswa-siswi SMA 1 N Petarukan.

pertunjukan drama perjuangan Kyai Makmur melawan penjajah
Pertunjukan drama perjuangan Kyai Makmur melawan penjajah
merinding
Merinding

Menyaksikan pertunjukan tersebut, bisa dibayangkan betapa beratnya menjadi sosok Kyai Makmur pada saat masa pergolakan di tiga daerah yakni Pemalang, Tegal dan Brebes. Di tengah-tengah mensiarkan agama Islam, Kyai Makmur terancam oleh serdadu-serdadu Belanda yang bengis dan akhirnya menembaknya hingga gugur sebagai kusuma bangsa.

Fragmen Kyai Makmur dengan durasi sekitar 1 jam tersebut untuk mengisi acara wungon atau malam peringatan 17 Agustus, HUT Ke-71 tahun Kemerdekaan RI. Wungon yang biasanya untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan itu, berhasil ditangkap pesannya oleh penonton dengan pertunjukan drama semi kolosal yang memikat dan atraktif.

Walaupun durasinya hanya satu jam, namun adegan demi adegan mampu melukiskan pernik-pernik sejarah tokoh lokal tersebut. Diawali dengan pemuda Makmur yang mengaji di Pondok Tebu Ireng pimpinan KH Hasyim Asari (pendiri NU). Kemudian setelah metang menimba ilmu agama, dia pulang dan mendirikan Pondok Salafiyah Kauman, Pemalang.

Baca Juga :  Pemuda, Berpikir progresif untuk kemajuan

Selanjutnya, Jiwa patriotisme para santri yang tidak mau tunduk pada Belanda usai Bung Karno memprokalamasikan negara ini, juga memenuhi seluruh rasa penonton hingga bergetar jiwanya.

Tak ayal keharuan menyeruak dan terjadi puncaknya saat Kyai Makmur dieksekusi oleh serdadu Belanda. Suasana bertambah menyedihkan tanpa disengaja ketika rintik-rintik hujan turun menyertai pemakaman sang tokoh. Tabur bunga dan nyanyian gugur pahlawanku seakan menyempurnakan akhir pagelaran drama tersebut tepat pukul 23.00 WIB.

Atas kesuksesan pementasan fragmen tersebut, Bupati Pemalang Junaedi mengatakan, pementasan tokoh Kyai Makmur sebagai upaya menanamkan nilai-nilai religius dan patriotisme kepada generasi muda. Karena karakter pemuda perlu dibentuk agar negara ini menjadi bangsa yang hebat.

” Saya menangkap nuansa yang heroik dan religius dalam pementasan itu. Perasaan saya trenyuh dan juga ada hal yang patut kita hayati dalam perjalanan sejarah tokoh Kyai Makmur,” ujarnya.

Menurutnya, sosok Kyai Makmur adalah orang yang tidak ambisi, berani berkorban, menjadi panutan karena mendahulukan kepentingan negara, khususnya di Kabupaten Pemalang.

Baca Juga :  Ada Apa Ditanggal 22 Oktober?. Ini Beritanya

” Nilai perjuangan seperti itu perlu diambil oleh segenap lapisan masyarakat di Pemalang sebagai dasar untuk berbuat sesuatu dengan ikhlas,” katanya.

Sementara itu, Sekda Pemalang, Budi Raharjo ketika diminta tanggapannya atas pementasan fragmen Kyai Makmur mengatakan, pentas drama semi kolosal malam itu adalah yang kali ketiga setiap wungon 17 Agustus.

Pada wungon 2014 dan 2015 juga digelar pentas serupa dengan kisah Bung Karno. Bahkan pernah juga melibatkan budayawan Eko Tunas dari Tegal yang kini bermukim di Kota Semarang. Wungon, menurut BR, sapaan akrab Budi Raharjo selalu digelar dengan drama kepahlawanan, agar makna dari wungon itu sendiri bisa tertangkap dan berkesan bagi pengunjung. Berbeda dengan wungon-wungon sebelumnya yang selalu digelar secara seremonial.

Kali ini digelar dengan lesehan dan suguhan jajan hasil bumi daerah setempat, seperti bodin dan kacang godok. Mengenai hujan yang turun sebelum acara selesai, menurut dia, hal itu menandakan bahwa bumi Pemalang ikut menangis mengenang salah satu putra daerahnya yang gugur membela bangsa.

Redaksi : mediakita.co

Artikel Lainnya