Menanti Jejak Kasus Keracunan Ikan BPNT di Pemalang, Nitizen Bicara Jerat Hukum Bagi Penyalur

Menanti Jejak Kasus Keracunan Ikan BPNT di Pemalang, Nitizen Bicara Jerat Hukum Bagi Penyalur
Menanti Jejak Kasus Keracunan Ikan BPNT di Pemalang, Nitizen Bicara Jerat Hukum Bagi Penyalur

PEMALANG, mediakita.co- Jejak hukum Kasus dugaan keracunan ikan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang menimpa warga enam desa di Kecamatan Randudongkal, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, masih menemui jalan buntu. Pasalnya, sejak peristiwa keracunan ratusan warga terjadi, kasus hukumnya diserahkan ke Polres Pemalang.

“Secara hukum, kasus ini telah kami serahkan kepada pihak berwajib. Kemarin, tim dari Polres Pemalang telah turun ke lapangan. Sample ikan juga sudah diambil untuk kepentingan uji laboratorium. Sepenuhnya kami serahkan ke Polres Pemalang,” kata Sis Muhamad, Camat Randudongkal kepada mediakita.co, Rabu (22/07/2020).

Di media sosial, para praktisi dan pemerihati masalah sosial, politik dan hukum mendisuksikan perihal kasus keracunan ikan di wilayah Kecamatan Randudongkal yang dilaporankan sebanyak  jumlah 113 warga. Di Facebook, akun Fahruroji mengajak nitizen untuk membedah kasus tersebut.

“Apakah peristiwa Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang telah mengkonsumsi komoditas yang disediakan oleh Agen pada pengadaan komoditas BPNT, hingga mengakibatkan beberapa orang masuk rumah sakit dapat dikategorikan sebagai suatu peristiwa pidana ?,” tanyanya dalam status akun Facebook Fahruroji.

Terkait dengan kasus tersebut, Fahruroji mengatakan bahwa banyak aturan yang bisa menjerat baik KUHP maupun UU lainnya, termasuk perlindungan konsumen.

Bacaan Lainnya

“Tetapi, tahukah teman2 dana atau uang yg ada dalam BPNT berasal dr mana ?,” tanya Fahrur dalam salah satu komentarnya.

Nah, ketika KPM sudah menikmati komoditas sesuai Pedoman Umum (Pedum), maka dianggap dana tersebut sudah tersalurkan kepada KPM.  Jika terjadi seperti apa yang terjadi kemarin, KPM dirugikan. Secara otomatis Pemerintahpun mengalami kerugian.

“Konsekuensinya pasti ada dong.. maaf monggo disimpulkan temen2 ngihh,” tambahnya.

Tanggapan serupa datang dari penggiat perlindungan konsumen Pemalang Prayitno Capri. Prayitno mengatakan, kasus tersebut bisa dijerat dengan UU no 8 th 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan PP no 59 th 2001 tentang LPKSM. Menurutnya, Lex specialis derogat legi generali adalah asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis).

“Jadi kalau di kami tidak memandang cukup atau minimnya alat bukti, tetapi jika minim alat bukti maka digunakan pembuktian terbalik artinya pelaku usaha yg wajib/harus membuktikan,” kata Prayitno Capri, dalam kolom komentar melalui akun Facebook pribadinya.

Prayitno Capri menandaskan, di UU Perlindungan Konsumen ada pasal tentang kewajiban pelaku usaha dan hal-hal yang di larang bagi pelaku usaha serta sanksi.

Senada dengan pendapat sebelumnya, praktisi hukum EK Nugroho mengatakan gampang sekali untuk menjawab kasus tersebut. “Jelas bisa masuk pidana, bahkan mendapat ganti rugi !,” katanya singkat.

Sementara, sebagian warganet justru menyoroti tentang prosedur penyaluran. Warganet menganggap, penyaluran melalui agen tidak sesuai dengan pedoman umum yang ditentukan pemerintah.

Sesungguhnya, kata Fahruroji, KPM lah yang punya hak sepenuhnya untuk menggunakan Karu Keluarga Sejahtera (KKS) dalam membelanjakan kebutuhan mereka.

Sayangnya, jelas Fahruroji, hampir semua KPM tidak memahami hal ini disebabkan karena minimnya sosialisasi terhadap para KPM.

Pos terkait