Pemalang, Kemiskinan Ekstrim dan Optimisme Masa Depan

Koeshondo Wiweko Widjojo

Joseph E. Stiglitz, seorang profesor ekonomi dari Columbia University, dalam Making Globalization Works mengatakan, agar globalisasi menjadi sebuah jalan pembangunan yang berkesinambungan, keadilan sosial di mana penguatan daya tahan ekonomi rakyat harus menjadi prioritas utama dimana ekspansi ekonomi sektor bisnis menyesuaikannya.

Sedangkan Ha-Joon Chang, ekonom dari Cambridge University dalam Bad Samaritans membuka resep rahasia kesuksesan dari negara-negara kaya. Resep ekonomi itu adalah sebelum negara-negara tersebut mapan secara ekonomi, mereka memprioritaskan pada perlindungan ekonomi rakyatnya sendiri, sehingga masyarakat miskin dari negara mereka masing-masing bisa dientaskan.

Adalah Pemalang, salah satu daerah yang masuk kedalam nominasi penerima predikat salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang mengalami kemiskinan ekstrim, labeling tersebut didasarkan atas jumlah penduduk kategori miskin di Kabupaten Pemalang pada tahun 2020 sebesar 209.003 jiwa atau setara dengan 16,02 persen dari total jumlah penduduk Kabupaten Pemalang, menurut data resmi dari BPS.

Data Penduduk Miskin di Pemalang menurut BPS.

Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada saat memimpin rapat koordinasi (rakor) penanggulangan kemiskinan ekstrem di Semarang, Jawa Tengah juga menyebutkan hal yang sama, bahwa tingkat kemiskinan ekstrem di Pemalang sudah mencapai 9.52 persen dengan jumlah penduduk miskin ekstrem yang berjumlah sekitar 124.270 jiwa.

Sementara itu, dari data indikator garis kemiskinan yang ditunjukan dalam bentuk nilai pendapatan kapita per bulan masyarakat miskin di Kabupaten Pemalang pada 2020 berada pada jumlah rata-rata sebesar Rp389.209 per bulan. Angka ini adalah nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan atau Garis Kemiskinan (GK) yang disertakan dengan 2.100 kalori per kapita per hari

Bacaan Lainnya

Dari jumlah penduduk miskin yang ada di Kabupaten Pemalang pada 2020 dibagi dalam dua indeks, yaitu Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2). Untuk nilai dari P1 memiliki nilai 2,86, sedangkan P2 memiliki nilai 0,68. Nilai Garis Kemiskinan (GK) di Kabupaten Pemalang mengalami kenaikan selama tiga tahun terakhir, namun jumlah presentase penduduk miskin mengalami naik turun.

Tentunya parameter dan variabel untuk mengukur kemiskinan tersebut, merujuk pada data dari BPS, dengan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan mengacu pada parameter ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.

Sementara jika mengacu pada parameter tingkat kemiskinan ekstrim yang mengacu pada definisi Bank Dunia (World Bank) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yaitu sebesar 1,9 US dollar PPP (purchasing power parity) per kapita per hari, bukan berdasarkan ukuran tingkat kemiskinan umum yang digunakan BPS yaitu sebesar USD 2,5 PPP per kapita per hari.

Menciptakan Ketahanan Serta Memperkuat Swasembada Pangan

Ketahanan pangan tentu menjadi salah satu kunci untuk menghadapi krisis kemiskinan ekstrim. Upaya ini harus dilakukan oleh pemerintah Pemalang untuk meningkatkan ketahanan pangan bagi masyarakatnya, dimulai seperti penyediaan pupuk bersubsidi, pembangunan infrastruktur irigasi, penyediaan bibit, benih, kredit dan berbagai input lainnya.

Upaya terbaru adalah bisa juga mengembangkan kawasan food estate di sejumlah daerah pertanian di Pemalang, yang akan menjadi kawasan pertanian yang dikelola secara terpadu, mulai dari tanam hingga penjualan, yang dilakukan secara sinergi dan berkelanjutan. Food estate di Pemalang bisa dikembangkan untuk padi dan singkong, bawang merah, bawang putih dan kentang dan sayuran, berhubung Pemalang adalah sebagian besar wilayahnya adalah wilayah agraris yang subur dan sangat potensial. Food estate di wilayah bagian Utara Pemalang bisa dikembangkan untuk padi dan jagung juga singkong, sementara untuk bagian Pemalang Selatan bisa berupa kentang dan sayuran ataupun nanas yang menjadi trade mark salah satu varietas hasil pertanian dari kawasan dataran tinggi di Pemalang.

Pemerintah Pemalang juga harus mulai menerapkan manajemen kebijakan pangan terhadap komoditi strategis tersebut agar menjadi salah satu input pagi sumber peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).

Jika mengacu pada Global Food Security Index (GFSI) secara komprehensif menetapkan indeks ketahanan pangan lingkup internasional memiliki tiga dimensi yaitu: keterjangkauan (affordability), ketersediaan (availability), serta kualitas dan kemanan (quality and safety), ketiga hal tersebut bisa diadopsi dan diserap untuk di implementasikan lebih lanjut.

Ketersediaan, akses (kerterjangkauan) dan kualitas (keamanan) pangan bagi 124.270 jiwa penduduk Pemalang harus bisa menjadi agenda kerja sepanjang waktu yang harus dipenuhi oleh pemda. Namun, untuk memenuhinya diperlukan desain kebijakan dan manajemen pengelolaan pangan yang tepat sesuai dengan kondisi empirik di lapangan yang harus dipikirkan secara matang baik konsep ataupun visibility studiesnya.

Untuk itu, sedikitnya enam pendekatan yaitu kesesuaian iklim, kecocokan topografi wilayah, pengembangan sumberdaya manusia (SDM) petani, pemanfaatan teknologi, peta eksisting pangan, rencana perluasan on-farm dan of-farm kedepan, dan dukungan kebijakan pemerintah Pemalang untuk memulai swasembada pangan di wilayahnya, menjadi aspek yang harus hadir agar ketahanan pangan yang kuat bisa terwujud sebagai upaya pemenuhan agar bisa keluar dari kemiskinan ekstrim yang menjerat tersebut.

Pemalang merupakan daerah dengan kondisi topografi wilayah yang beraneka-ragam mulai dari dataran rendah, dataran tinggi, dan pegunungan. Daerah dataran rendah cocok untuk pengembangan padi, jagung dan kedele. Sementara dataran tinggi cocok untuk sayur-sayuran dan hortikultura.

Penting juga adalah pemanfaatan teknologi, untuk mempercepat tumbuhnya agroindustri pangan lokal dan berbagai inovasi secara simultan sesuai kebutuhan pasar. Untuk Pemalang kedepan harus bisa membuat pengembangan food estate lebih tepat dilakukan dengan pendekataan teknologi dan korporasi.

Peta eksisting pangan juga sangat dibutuhkan mengingat keberadaan lahan dan luasannya di Pemalang yang kian berubah dengan masuknya beberapa industri. Peta eksisting pangan ini penting menjadi pertimbangan pengembangan kawasan komoditi pangan andalan. Oleh karena itu, peta eksisting pangan untuk Pemalang menjadi kebutuhan mendesak yang perlu disiapkan sedini mungkin.

Rencana perluasan on-farm yang dilakukan dalam lahan budidaya dan of-farm melalui proses pengolahan, pemasaran dan distribusinya menjadi aspek penting memperkuat ketahanan pangan. Perluasan on-farm dan of-farm bisa ditempuh dengan membangun suatu pola kemitraan petani dengan institusi pemasaran yang difasilitasi oleh pemerintah atau model korporasi pertanian guna memangkas tengkulak dan rente yang selalu menjerat para petani.

Jika pendekatan tersebut disiapkan dengan baik dan dikelola dengan manajemen kebijakan pangan yang tepat, saya meyakini upaya pemerintah Pemalang dalam menghadirkan ketahanan pangan yang kuat dan berkelanjutan untuk bisa menghilangkan status kemiskinan ekstrim dapat terwujud kedepan. Dalam pengertian lain, pemerintah Pemalang tak hanya menyediakan pangan yang bisa dijangkau masyarakat dengan murah dan aman, tapi juga mampu mewujudkan nilai tambah bagi petani dan meningkatkan kesejahteraan petani.

Menciptakan Ketahanan Industri dan Pemanfaatan Teknologi

Di Pemalang, ketahanan pangan bisa menjadi isu yang strategis di masa sekarang dan masa yang akan datang. Hal ini dikarenakan pangan, baik dari sisi produksi, distribusi dan konsumsi, sangat erat kaitannya dengan dimensi sosial, ekonomi dan politik rmasyarakat. Pendek kata, urusan pangan, merupakan urusan yang sangat strategis dan kompleks, yang keberadaannya ikut menentukan masa depan suatu daerah agar terlepas dari bayang-bayang kemiskinan.

Sistem pangan yang melibatkan sistem pertanian, sistem industri, sistem logistik dan pergudangan, sistem distribusi dan perdagangan, dan sistem kelembagaan pangan. Masing-masing sistem tersebut ditopang oleh sub-sub sistem dan komponen-komponen sistem yang beragam.

Sistem pangan yang kompleks yang didukung berbagai sub-sistem penopang, dalam prosesnya juga melibatkan bermacam-macam aktor dengan kepentingan-kepentingannya yang beragam, yang kadang kala tak sejalan atau bahkan saling berkompetisi antara satu dengan yang lainnya. Kebijakan dalam sistem pangan ini bisa mulai dicanangkan sebagai sebuah kebijakan publik juga lahir melalui hasil dari proses interaksi antar aktor yang ada di wilayah Kabupaten Pemalang.

Proses tersebut tidak berada di dalam ruang yang hampa melainkan berada dalam konteks situasi saling pengaruh dari faktor lingkungan, baik faktor lingkungan lokal maupun lingkungan nasional. Kompetisi antar-aktor dengan ragam kepentingan ini tentunya tidak gampang untuk dikelola di tengah kewajiban negara (pemerintah) menjamin adanya kontinuitas ketersediaan pangan untuk rakyat, oleh karena itu disinilah keberanian pemerintah Pemalang ditantang untuk bisa mengankat potensi daerahnya untuk bisa bersaing dengan daerah lainnya. Agar bisa mewujudkan sinergi dan terealisasinya kota industri, baik pertanian atau indsutri lainnya juga bisa mengurangi jumlah pengangguran yang ada di Pemalang yang nantinya diharapkan akan bisa menyerap ribu pekerja di wilayah Pemalang agar bisa keluar dari resiko kemiskinan (risk poor).

Sedangkan intervensi pemerintah sangat diperlukan untuk mengelola digitalisasi di daerah, membangun teknologi terkini dengan harga layanan yang kompetitif sangat diperlukan. Namun demikian, hal tersebut juga perlu dikembangkan melalui inkubator-inkubator bisnisnya, baik pariwisata, UMKM ataupun jasa.

Inkubator bisnis bukan hal baru lagi, dengan catatan mereka memberikan payback yang kontributif untuk masyarakat pengusaha kecil dan menengah dengan memberikan layanan teknologi yang terjangkau dan transfer knowledge bagi masayarakat di Pemalang, terutama di desa-desa agar mereka melek dan aware terhadap perkembangan teknologi.

Era Revolusi Indutri 4.0 jenis teknologi yang berbeda akan membutuhkan waktu implementasi yang berbeda pula. Maka penting bagi masyarakat daerah dan pedesaan untuk memiliki pengetahuan yang memadai tentang ragam teknologi yang dapat digunakan dalam bisnisnya agar bisa bersaing dengan mereka yang ada di kota-kota besar, agar bisa menciptakan kemandirian digital sebagai upaya terkini yang empirik untuk mendapatkan penghasilan dengan mendesain proses bisnis berteknologi dan siap mengadopsi Industri 4.0 secara benar tanpa harus gagap dan bingung lagi, niscaya akan bisa mendongkrak pendapatan pada sektor bisnis konvensional melalui jalur digital, cara memaksimalkan pemasaran dengan teknologi.

UMKM dan Pasar Digital

Pelaku usaha mikro-kecil umumnya mengerjakan seluruh proses produksi, pembiayaan, dan pemasarannya secara sendiri sehingga daya saing rendah dan tidak efisien. Akibatnya, mereka sulit berkembang dan naik kelas.

Ada lima upaya untuk mewujudkan UMKM sebagai fondasi perekonomian. Oleh karena itu pemerintah Pemalang harus bisa melakukan beberapa hal seperti berikut, pertama, terhadap permasalahan permodalan dan pembiayaan, diperlukan peran otoritas moneter dan sektor perbankan dalam membuat kebijakan khusus kredit serta suku bunga pinjaman yang realistis bagi UMKM. Selama ini suku bunga pinjaman UMKM relatif tinggi. Ke depan, pilihan kebijakan yang tepat adalah suku bunga rendah untuk UMKM. Upaya lain bisa ditempuh dengan mendorong UMKM menjadi bankable. Skema penjaminan kredit dari perusahaan penjamin kredit menjadi alternatif solusi kredit untuk usaha mikro-kecil agar risiko bank menjadi berkurang karena lending rate dapat diturunkan.

Kedua, dalam mengatasi masalah bahan baku, pemda bisa memfasilitasi pembentukan koperasi pengadaan bahan baku. Sumber pendanaannya dari pinjaman dengan suku bunga realistis. UMKM juga perlu didorong untuk memproduksi bahan baku dari komponen lokal.

Ketiga, terhadap produktivitas UMKM yang rendah dan kesulitan dalam pengembangan produk, pemda perlu memfasilitasi pelatihan dan pendampingan manajemen UMKM. Keterampilan dan keahlian pelaku UMKM harus terus ditingkatkan mengingat tantangan usaha yang kian kompleks.

Keempat, pemda mendorong dan mewajibkan BUMD dan kalangan swasta berperan sebagai offtaker dari produk UMKM daerahnya.

Kelima, kanal pemasaran produk UMKM harus diperluas, tak hanya berorientasi lokal domestik, tapi juga membuka pasar ekspor. Penjualan produk UMKM juga harus dimasukkan ke dalam platform digital, menjalin kerja sama dengan market place.

Era saat ini menuntut UMKM bisa menghasilkan produk yang mampu bersaing dengan produk asing, oleh karena itu UMKM juga diharuskan mampu menembus dan menguasai pasar digital. Jika konsep penjualannya masih konvesional maka UMKM akan tertinggal, sudah saatnya kita menguasai pasar digital, sehingga jangkauan dagangnya tidak terbatas.

Digitalisasi bukan tanpa risiko, tetap akan ada yang dirugikan, salah satunya padat karya bisa tergerus, yaitu timbulnya efek dari digitalisasi akan mengurangi jumlah tenaga kerja, berarti padat karya bisa hilang jika tidak ada preventifnya.

Agar pemda mendapatkan manfaat perkembangan digitalisasi, harus ada pajak khusus terhadap teknologi itu, mengingat pasar digital tidak bisa dihindari, digital ekonomi disini harus berbasis kemasyarakatan, pengembangan program UMK agro digital, serta penguatan desa digital perlu digalakkan dan diperluas di berbagai desa industri.

Digital ekonomi harus mampu mendorong sektor industri. Melalui digital ekonomi itulah, segala informasi tentang penyediaan bahan baku industri di masing-masing daerah dan desa bisa tersedia. Keadaan boleh saja masih berlangsung dalam hantaman badai pandemi Covid-19, tapi keharusan ikhtiar untuk keluar dari jerat kemiskinan ekstrim adalah sebuah kewajiban untuk menatap masa depan Pemalang yang lebih baik dengan penuh optimisme tentunya dengan melibatkan orang-orang dan SDM serta generasi unggul Pemalang yang berpotensi dan berintegritas serta berkarakter maju.


Oleh: Koeshondo Wiweko Widjojo

 

Pos terkait