ajibpol
NASIONAL

PRT: Peran Dalam Perekonomian vs Hak Perlindungan

PRT, Pekerja Yang DImarjinalkan

Maria Pakpahan salah satu pendiri Rumpun Tjoet Njak Dien mengomentari perihal PRT yang mana kondisi saat ini sebagai sektor yang dimarginalkan. Maria menjelaskan fakta saat ini yang salah satunya adalah Survey Jala (Des 2020) dari 668 PRT, 82% PRT tidak dapat mengakses jaminan kesehatan nasional (Jaminan Kesehatan Mandiri) perlu membayar Rp. 35.000,00/bulan.

Ia juga menambahkan bagaimana sikap negara tentang hal tersebut yang mana telah diajukan ke DPR pada tahun 2004 dan 16 tahun masih mangkrak.

Lebih lanjut Maria mengatakan, “RUU PPRT ibaratnya sudah remaja! (Jika itu seperti perempuan Scotlandia anak usia 16 tahun sudah bisa keluar rumah, jika mau) sudah bisa dan boleh: menikah/get married, enter into a civil partnership, Consent to lawful sexual intercourse, leave home without your parents/guardians’ consent,” jelasnya.

Webinar Institut Sarinah dengan tema, “Pekerja Rumah Tangga: Pentingnya Pengakuan Kontribusinya Terhadap Perekonomian dan Redistrubusi serta Perlindungan”.

Ia juga menambahkan bagaimana seharusnya Negara lebih proaktif untuk memerhatikan teman-teman PRT yang harus memerhatikan koperasi dan budget. Dalam hal budget yang dimaksud Maria adalah, di budget bisa dilakukan intervensi, dan budgetnya bisa dimasuki oleh perempuan.

Baca Juga :  Akademisi Minta Presiden Segera Endorse RUU PPRT

Kegagalan Mekanisme Pasar

Poppy Ismalina selaku ekonom Univ. Gadjah Mada menekankan bahwa akar masalah situasi PRT di Indonesia salah satunya adalah tidak di bawah perlindungan sistem jaminan sosial negera, kegagalan mekanisme pasar (tidak dapat menghasilkan gaji/upah yang layak).

“Harus ada intervensi negara dalam bentu jaminan asuransi kesehatan gratis bagi kelompok miskin, jaminan pendidikan gratis sampai SLTA bagi seluruh warga negara (wajib belajar 12 tahun), Gaji PRT masuk atau diatur dalam regulasi pemberlakuan Upah Minimum di tingkat provinsi,” terang Poppy.

Sementara itu, menurut Eva K. Sundari, pendiri Institut Sarinah sekaligus pembicara terakhir, ia menegaskan bahwa RUU PPRT adalah alat untuk mewujudkan keadilan sosial. “Keadilan bagi seluruh Indonesia, sebagaimana isi dari SDG’s yang juga termasuk ke dalam RUU PPRT, tidak ada kemiskinan, tidak ada kelaparan, tidak ada orang tidak punya rumah, tidak berpendidikan (pemerataan),” terangnya.

Eva juga memberikan penekanan, bagaimana bisa orang lain bisa mendapatkan jaminan kesehatan gratis sedangkan PRT tidak mendapatkan hak tersebut. “Kenapa orang-orang BPJS bisa digratiskan, kenapa mereka tidak bisa?” gugatnya.

Baca Juga :  Habibie, Politisi Indonesia Yang Lolos dari Belenggu Partai

Penulis : Shobikhatul Fakhriyah

Editor : Haris Shantanu

1 2

Artikel Lainnya