Putusan PN Jakpus Soal Penundaan Pemilu Menimbulkan Kegaduhan

Dewi Retnowati - Danang Adi Wijaya

SALATIGA, Mediakita.co – Putusan Majelis Hakim Jakarta Pusat yang menyidangkan gugatan Partai Prima kepada KPU, menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Terlebih, putusan tersebut menghukum KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024.

“Kalau dipandang dari sisi regulasi, jelas penundaan ini menimbulkan kegaduhan. Regulasi yang ada seperti tidak memiliki nilai kepastian karena bisa digoyahkan terhadap suatu putusan, dimana putusan pengadilan (PN) ini justru secara head to head melawan amanat  UU 1945 yang dalam pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”, ujar Staf Advokasi Percik Salatiga Bidang Kepemiluan Dewi Retnowati, saat dihubungi Senin (6/3/2023).

Dewi berpendapat nilai kepastian hukum yang menjadi pegangan mudah goyah dengan putusan tersebut. Sementara PN tidak ada sangkut-pautnya dalam memutus substansi sebuah regulasi terhadap gugatan yang dilayangkan Partai Prima. Dewi mendukung keinginan KPU untuk mengajukan banding terhadap putusan itu, jika tidak akan mempengaruhi jadwal pemilu.

“Jika dibiarkan, pasti mempengaruhi jadwal pemilu, yang pada waktu ini telah melewati tahapan program dan anggaran. Program dan anggaran pemilu sudah di putuskan, kalau mundur lagi, bayangkan berapa penambahan anggaran belanja negara ditambahkan untuk mundur 1 tahun lagi di 2025”, imbuhnya. Baginya, pengunduran jadwal pemilu membuat apa yang telah dikerjakan, tidak efisien dan efektif.

Terpisah, Danang Adi Wijaya, seorang Advokat yang bergabung dalam organisasi Federasi Advokat Republik Indonesia Kota Salatiga menilai kegaduhan atas putusan PN Jakpus itu disebabkan karena Majelis Hakim tidak jeli menerapkan kompetensi peradilan dan tidak menerapkan asas manfaat dalam putusannya.

“Terus terang saya belum sempat membaca gugatannya, namun dari kebiasaan dalam gugatan, maka jika diajukan ke PN hanya ada dua, yaitu berhubungan dengan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum (PMH)”, kata Danang. Dari bacaannya di media massa, diketahui memang yang diajukan Partai Prima adalah PMH. Partai Prima menuntut ganti rugi atas putusan KPU yang tidak meloloskan partai tersebut.

Lulusan Fakultas Hukum UKSW itu berpendapat seharusnya PN Jakpus menolak gugatan Partai Prima karena secara kompetensi tidak tepat. “Sudah ada Undang-undang yang mengatur mengenai mekanisme perselisihan terhadap hasil verifikasi partai peserta pemilu”, tegasnya. Kalaupun PN Jakpus harus menerima, maka lebih fokus untuk masalah ganti kerugiannya saja.

Putusan penundaan pemilu yang dijatuhkan PN Jakpus membuat asas manfaat dalam putusan pengadilan menjadi menguap. “Majelis Hakim tidak memikirkan asas manfaat yang seharusnya ada dalam putusannya. Putusan seharusnya melihat juga kemanfaatannya bagi masyarakat. Dengan tidak menimbang itu, terlihat terjadi kegaduhan”, tandas Danang.

Pos terkait