ajibpol
CERITA RAKYAT

Sejarah, Asal-Usul Nama Desa Gombong, Kecamatan Belik, Kabupaten Pemalang

Taman Tugu Batas Desa Gombong

Dalam Kamus Besar Bahas Indonesia (KBBI) dan id.wikipedia.org disebut Bambu Gombong adalah bambu yang tingginya mencapai 20 meter, bergaris tengah 10 cm dan berwarna hijau. Bambu sejenis banyak digunakan sebagai bahan anyaman dan kerajinan tangan. Dalam bahasa jawa, jenis bambu ini disebut pring gombong. Dalam bahasa Inggris ia disebut greater giant bamboo.

Berdasarkan cerita tutur yang berkembang di orang-orang di kaki Gunung Slamet sebelah utara, adalah Ki Ageng Citra, seorang kesatria pilih tanding yang disebut-sebut sebagai orang pertama memasuki di wilayah yang sekarang menjadi Desa Gombong..

Dalam kisah pertarungan maut Pangeran Purbaya dengan Ki Paselingsingan, diceritakan sosok Purbaya si Banteng Mataram bergerak ke barat. Cerita selanjutnya, diketahui Pangeran Purbaya memiliki hubungan dengan sejarah berdirinya wilayah Tegal. Salah satunya ditandai dengan nama Masjid Kasepuhan Pangeran Purbaya yang berada di Desa Kalisoka, Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal.

Bisa jadi, Ki Ageng Citra memiliki hubungan dengan perjalanan Pangeran Purbaya dan Ki Paselingsingan. Terutama jika dikaitkan dengan kisah pertempurannya di Dukuh Si Bledeg, Desa Belik. Sosok Purbaya yang bergerak ke arah barat, tidak menutup kemungkinan ada sejumlah pasukan dari kedua belah pihak yang ditinggal di tempat-tempat tertentu. Mungkin saja termasuk di Desa Gombong.

Meski demikian, setidaknya, kisah pertempuran hidup mati Pangeran Purbaya  dengan Ki Paselingsingan menjadi tanda peradaban, telah dimulainya jejak sejarah di wilayah sekitar Gunung Mendelem dan sekitarnya. Termasuk di  kawasan hutan pardikan yang sekarang menjadi Desa Gombong.

Baca Juga :  Kisah Mistis Pohon Ajaib di Makam Syeh di Pemalang

Entah pada tahun berapa tepatnya, Ki Ageng Citra tinggal bersama putranya bernama Citra Suta. Disebuah tempat hutan pardikan dibawah kaki bukit Soka Wera. Meski sebenarnya berupa bukit, orang-orang sekitar gunung tersebut menyebutnya dengan nama Gunung Sokawera.

Warga Desa Gombong kala itu, menyebut daerah tempat tinggal Ki Ageng Citra sebagai Alas Kubang. Ki Ageng Citra bersama orang-orang yang mengikutinya (pengikut), tinggal di Alas Kubang untuk mengakhiri jalan hidupnya yang sebelumnya terus berpindah.

Dulu, alasan utama manusia berpindah-pindah tempat tinggal disebabkan oleh adanya pergantian musim dan demi mendapatkan sesuatu yang diperlukan kelompoknya. Dalam sejarahnya, nenek moyang kita juga melakukan pola hidup berpindah.

Pola hidup berpindah untuk alasan batin, dikenal dengan sebutan pengembara. Sebuah pilihan cara hidup berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lain bukan untuk pertimbangan ekonomi. Dalam kisah Ki Ageng Citra, jalan hidup berpindahnya juga lebih karena sebuah perjalanan ritual batinnya. Hidup mengembara sesuai panggilan jiwanya yang diambil dari proses pencarian kesejatian hidupnya.

Pada jaman pra sejarah bahkan hingga abad 19, cara hidup berpindah masih banyak terjadi di sejumlah wilayah Indonesia. Dulu, nomaden dalam tujuan pengembaraan, dilakukan sebagain orang sebagai proses ritual yang lazim dilakukan oleh para kesatria yang memiliki ilmu tinggi.

Perjalanan batin Ki Ageng Citra dan putranya Ki Citra Suta, berakhir disebuah tempat wilayah pardikan hutan bambu dikaki utara gunung Slamet atau selatan kaki Gunung Sokawera. Ki Ageng Citra dan keturunannya Ki Citra Suta kemudian dikenal dengan nama Ki Citranggada.

Baca Juga :  Monumen Tugu Desa Padek, Pemalang Dimasa Kemerdekaan Revolusi Kemerdekaan RI, Ini Daftar Pejuang Yang Gugur

Menurut cerita yang berkembang secara turun temurun dari orang-orang “sepuh” di Desa Gombong, suatu ketika datang seorang kesatria lain ke wilayah itu. Kesatria tersebut bernama Raden Sudiro atau Raden Krama Redja.

Dalam pelariannya karena dikejar tentara Belanda di daerah Magelang, Raden Sudiro bergerak ke daerah barat. Sesampainya di Banyumas, Raden Sudiro memutuskan melanjutkan perjalanannya ke arah utara.

Berdasarkan hasil kontak batinnya dengan alam, dan demi keselamatan dan kemaslahatannya, Raden Sudiro harus melanjutkan perjalanannya ke arah utara kaki Gunung Slamet. Di kaki sebuah bukit, ada tempat berupa hutan bambu.

Bukit kecil itu diketahui sekarang bernama Gunung Sokawera. Dalam cerita selanjutnya, peristiwa pertemuan kedua tokoh ini menjadi sejarah dan asal-usul nama Desa Gombong. Termasuk sejarah berdirinya wilayah admisnistratif unit pemerintahan terendah bernama Desa Gombong.

 

Catatan :

Tulisan ini disusun berdasarkan cerita tutur yang di elaborasi dengan bacaan pustaka sejarah babat tanah jawi dll. Sumber-sumber cerita lisan merupakan hasil ingatan penulis. Sebagiannya hasil wawancara. Sumber pencerita : Alm. S. Atmowidodo, Alm. S. Atmoredjo, Kartini (Ny. Darsono) usia hampir 100 tahun, dan Budayawan, Sardjono HP.

1 2

Artikel Lainnya