Harkitnas 2021 ‘Indonesia Raya’ Berkumandang Serentak Di Jateng dan DIY, Rencananya Akan Diteruskan, Begini Penjelasan Neurosains…

WR Supratman, Pencipta Lagu Indonesia Raya (Foto:TribunNewsmaker.com)

JATENG, mediakita.co – Hari Kebangkitan Nasional 2021 diperingati masyarakat Jateng dan D.I Yogyakarta dengan menyanyikan lagu Indonesia secara serentak.

Tepat pukul 10.00 WIB di Jateng dan DIY lagu kebangsaan itu berkumandang serentak dinyanyikan. Lagu Indonesia Raya dinyangikan di berbagai tempat seperti perkantoran, pasar, terminal, kampus, dll.

Di salah satu hotel terbesar di Ungaran lagu Ciptaan WR Supratman itu juga di kumandangkan seorang pria bernama Sutarji asal Jepara mengungkapkan bahwa air matanya menetes dan jiwanya terasa bergetar saat menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Menurut pria yang berprofesi sebagai pengemudi bis travel ini dirinya sudah lama sekali tidak menyanyikan lagu Indonesis secara bersama-sama.

‘Mas saya kan banyak di jalan, biasa dengan lagu Indonesia raya tapi dari radio, sudah lama tidak nyanyikan secara bersama-sama. Tapi tadi setelah kita di suruh berhenti sejenak dan berdiri nyanyikan lagu Indonesia raya saya agak canggung. Tapi begitu lagu dinyanyikan air mata saya menetes dan jiwa saya terasa bergetar’ tutur Sutarji kepada mediakita.co

Bacaan Lainnya

Ia juga mengungkapkan bahwa dirinya setuju jika lagu Indonesia Raya sering dinyanyikan bersama-sama.

‘Saya setuju kalau sering dinyanyikan bersama-sama, demi Indonesia’ ucapnya semangat.

Seperti kita ketahui bahwa menyanyikan lagu Indonesia Raya secara serentak diinisiasi oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwona dan juga diikuti Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.

Bahkan Gubernur DIY telah mengeluarkan instruksi bahwa lagu Indonesia Raya akan dinyanyikan secara serentak setiap hari pukul 10.00 di seluruh wilayah Yogyakarta.

Hal ini dilakukan sebagai upaya mempertebal nasionalisme yang kian hari semakin menipis dikikis oleh budaya asing, intoleransi dan radikalisme.

Praktisi Neorosains Piter Randan Bua mengungkapkan bahwa langkah yang dilakukan Sri Sultan memerintahkan mengumandangkan lagu Indonesia Raya setiap hari adalah langkah yang tepat.

Menurutnya menipisnya nasionalisme akibat gerusan intoleransi dan radikalisme harus diimbangi dengan ‘pemprograman’ nasionalisme berulang-ulang.

‘Orang itu bisa intoleran dan radikalis karena mereka mendengarkan narasi-narasi intoleran dan radikal berulang-ulang sehingga otak yang bekerja secara struktural dan mekanis berdasarkan apa yang direkamnya akan menyimpan dengan kuat apa yang direkamnya berulang-ulang. Hal itu akan menjadi memori emosional yang mengendalikan perilaku seseorang. Jadi jika ingin mengimbangi atau menghilangkan narasi-narasi negatif tersebut maka harus dilakukan kontra narasi’ tuturnya.

Piter mengungkapkan bahwa perilaku manusia itu berpusat pada kerja otak dan otak bekerja berdasarkan apa yang direkamnya dari lingkungan. Jika ia merekam hal-hal yang baik maka ia juga setidak akan mengekspresikan hal-hal yang baik, baik melalui tutur kata maupun perilaku.

‘Perilaku itu berpusat pada otak, otak bekerja dan dibentuk berdasarkan informasi dari lingkungan. Jika otak menerima informasi yang baik dari lingkungan maka ia juga akan mengekaspresikan hal-hal yang baik. Bayangkan jika ada seorang ayah mengucapkan kata-kata kebencian di depan anaknya, apalagi jika hal itu dilakukan berulang-ulang maka anak yang belum memiliki sikap kritis akan merekamnya secara utuh sebagai sebuah kebenaran, dan hal itu pasti dilakukannya juga suatu saat jika tidak dilakukan ‘reprogram ulang’. Inilah yang harus diperhatikan negara kita’ jelasnya lagi.

Menurut Piter jika ingin mempertebal nasionalisme pada masyarakat kita maka perlu memperbanyak narasi-narasi kebangsaan yang harus diikuti dengan tindakan agar tidak terkesan formalistik dan membosankan masyarakat.

‘Jadi sama halnya narasi-narasi keagamaan, jika itu sebatas narasi dan hafal menghafal tanpa praktek maka beragama itu akan membosankan bahkan cenderung destruktif tetapi menghafal ayat, memahaminya bahkan mengamalkannya maka beragama akan menyenangkan. Demikian pula dengan narasi-narasi kebangsaan yang dipahami dan dilakukan akan menyenangkan tak akan membosankan. Bahkan akan membuatnya semakin sakral’ tutupnya. (Redaksi/mediakita.co)

 

Pos terkait