Menengok Pasar Thengok (Batu Nisan) Yang Sepi

Mediakita.co – Menjelang Idul Fitri banyak orang berjualan Thengok atau batu nisan untuk penanda pada sebuah pusara di kompleks pemakaman. Thengok adalah sebuah benda penanda atau tetenger (Jw-Red) yang dipasang di atas gundukan tanah pemakaman.

Benda ini terbuat dari kayu ataupun beton, berbahan baku pasir dan semen. Bentuknya pun beragam, ada yang hanya sederhana, namun ada pula yang diberi sentuhan seni pada rancang bentuknya.

Thengok alias batu nisan memang bukan benda pemenuh kebutuhan pokok. Akan tetapi hanya benda yang hanya dibutuhkan pada waktu tertentu, pada suatu saat yang bersifat situasional. Misalnya saja ketika nyekar di makam leluhur menemukan kondisi pusara yang kurang terawat bahkan batu nisannya hilang ataupun hancur dimakan usia.

Tentu yang terbetik dalam angan kita adalah segera menggantinya dengan thengok yang baru. Dengan nisan yang baru tentu kondisi pusara akan lebih resik menarik. Apalagi sekitar makam juga dibebaskan dari tetumbuhan liar baik semak maupun rerumputan.

Bicara thengok di Pemalang, berarti bicara seputar kegiatan para penjualnya yang banyak memajang tengok di sekitar Pasar Pagi . Yang ternyata menarik untuk kita renungi.

“Sudah beberapa hari jualan belum ada orang yang beli thengok saya……!” tutur Bu Solichi (60) yang menggelar dagangan di depan sebuah optikal di Kompleks Pasar Pagi Pemalang, Selasa (20/6)>

Bacaan Lainnya

Apa yang dikatakan warga asal Wanarejan Selatan kecamatan Taman itu diamini rekannya sesama penjual thengok, Bu Marni (50) yang tinggal di Cokrah Mulyoharjo. Sudah sejak pagi belum satu pun pembeli yang datang padahal sudah sepekan berjualan disitu.

“Paling untung sehari ada yang beli dua pasang thengok, yang besar harganya tujuh puluh yang kecil empat puluh,” jelasnya dengan nada nggresula.

Keprihatinan juga dialami Mak Roiyah yang berjualan di areal yang sama. Kalau sedang beruntung ada pembeli datang. Kalau sedang sepi ya sampai menjelang magrib tidak ada pembeli yang mendekat.

Lesunya pasaran thengok menurut pemerhati tradisi pesisiran B Mugiharto, tidak lepas dari tingkat kebutuhan masyarakat akan benda yang masuk kategori bukan kebutuhan pokok tersebut.

“Masyarakat hanya akan membeli jika nisan di makam keluarganya sudah rusak, padahal biasanya batu nisan yang sudah ada sangat awet dan tahan lama sehingga belum perlu mengganti dengan yang baru,” tuturnya saat ditemui di kediamannya bilangan Glintang Bojongbata kemarin.

Apa yang dikatakan memang tidak berlebihan karena thengok merupakan benda yang usianya bisa panjang atau tahan lama. Namun hal itu akan terjadi yang sebaliknya apabila thengok yang dimaksud terbuat dari bahan yang mudah rapuh.

“Lah, kalau thengok terbuat dari bahan yang mudah rapuh seperti dari kayu yang kualitasnya rendah, mungkin hanya akan bertahan setahun sehingga harus diganti yang baru.” Pungkasnya.

Ikhrom

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.