Eskok harinya, persis ketika matahari baru setinggi jidat orang dewasa, kedua kesatria berilmu tinggi itu telah saling berhadapan. Mereka sepertinya benar-benar telah mempersiapkan pertarungan itu lahir dan batin. Pangeran Purbaya menatap tajam ke arah Paselingsingan. Tatapannya sudah menunjukan sikap yang lebih marah.
“Tidak usah banyak bicara. Jika kau tetap bersikukuh menghalangi langkahku, maka akan aku penggal kepalamu”, kata purbaya mengingatkan.
“Wahai Pangeran Purbaya yang gagah berani. Saya ingatkan sekali lagi, sebaiknya kembali ke Mataram. Sebab jika paduka sang putra raja tetap tidak mendengar apa yang saya katakan, itu akan menjadi pertanda paling buruk bagi mataram”, jawabnya tak kalah gertak.
“Wahai para prajurit dari Mataram, saya perintahkan kalian untuk tetap berdiri di tempat masing-masing. Tidak usah ikut terlibat dalam pertarungan ini. Kalian lihat saja, siapa yang akan menyesali pertarungan ini”, katanya sambil mengacungkan tangannya ke atas langit.
“Mari, kita selesaikan persoalan ini dengan dalam pertarungan tunggal antara kita,” pinta Purbaya dengan wajah membengis.
“Baiklah, kepada bala prajuritku dari Kesultanan Giri Laya. Bersiaplah kalian hanya untuk menyaksikan saya akan mengirimkan Pangeran pewaris tahta Mataram ini ke alam penasaran sekarang juga”.
“Kalian semua”, berhenti sejenak, “Tidak usah ikut campur”, kata Paselingsingan balik mengumbar tantangan sambil menata kakinya dalam sebuah kuda-kuda yang kuat. Tangan kirinya menyilang didada, dengan telapak tangan membuka menghadap keatas. Sementara tangan kanannya menyilang ke atas, tapak tangannya membuka keatas, dengan jempol ditekuk. Sambil terpejam, bibirnya bergerak membaca mantra.
Pangeran Purbaya yang berdiri hanya sekitar 10 depa tangan didepannya, hanya tersenyum sinis sambil sedikit bersiap dengan kuda-kuda kaki menyamping dan nampak sekedarnya. Dengan sikapnya, ia sengaja memancing emosi lawannya. Dan benar, Paselingsingan sangat marah melihat sikap lawan tandingnya meremehkan.
Paselingsingan mendahului menyerang dengan mendorongkan kedua tangannya ke depan. Dari arah tangannya keluar gumpalan angin yang menderu dan melingkar-lingkar mengguncang seluruh pohon jati di depannya dengan dahsyatnya. Namun Purbaya tak bergeming. Dengan senyumnya yang lagi-lagi bernada sinis, ia mengangkat ke duatanggannya sejajar dadanya. Kedua telapak tangannya membuka menghadap ke arah lawan, pesis di sekitar ketiaknya. Tak lama kemudian, kedua telapak tangannya di dorong ke arah lawan sambil melepaskan nafas kuat-kuat.
Dung…dusssss !
Satu serangan balasan dilepaskan Purbaya. Entah ilmu apa, yang jelas dari tangannya keluar sinar berwarna biru seperti kilat dan mengeluarkan bunyi seperti petir. Menggelegar hingga diujung langit, ketika sinarnya berbenturan dengan sebuah titik serangan angin, ajian Paselingsingan itu. Di titik itu, ditengah-tengah jarak kedua kesatria itu bertanding, keluar asap tebal berwarna hitam.
busssss….
Badan kedua kesatria itu bergetar mundur masing-masing satu langkah. Keduanya menunjukan wajah keheranan. Sesaat kemudian, keduanya berusaha memperbaiki kuda-kuda kakinya yang tadi sempat terhunyung. Paselingsingan kembali mengeluarkan serangan. Kali ini, serangannya diikuti dengan loncatan ke atas hampir setengah tinggi pohon jati. Dari tanggannya keluar sinar berwarna merah yang kilaunya juga membakar daun-daun kering yang terjatuh berserak di tanah.
Pangeran Purbaya yang berdiri hanya sekitar 10 depa tangan didepannya, hanya tersenyum sinis sambil sedikit bersiap dengan kuda-kuda kaki menyamping dan nampak sekedarnya. Dengan sikapnya, ia sengaja memancing emosi lawannya. Dan benar, Paselingsingan sangat marah melihat sikap lawan tandingnya meremehkan.
Paselingsingan mendahului menyerang dengan mendorongkan kedua tangannya ke depan. Dari arah tangannya keluar gumpalan angin yang menderu dan melingkar-lingkar mengguncang seluruh pohon jati di depannya dengan dahsyatnya. Namun Purbaya tak bergeming. Dengan senyumnya yang lagi-lagi bernada sinis, ia mengangkat ke duatanggannya sejajar dadanya. Kedua telapak tangannya membuka menghadap ke arah lawan, pesis di sekitar ketiaknya. Tak lama kemudian, kedua telapak tangannya di dorong ke arah lawan sambil melepaskan nafas kuat-kuat.
Dung…dusssss !
Satu serangan balasan dilepaskan Purbaya. Entah ilmu apa, yang jelas dari tangannya keluar sinar berwarna biru seperti kilat dan mengeluarkan bunyi seperti petir. Menggelegar hingga diujung langit, ketika sinarnya berbenturan dengan sebuah titik serangan angin, ajian Paselingsingan itu. Di titik itu, ditengah-tengah jarak kedua kesatria itu bertanding, keluar asap tebal berwarna hitam.
busssss….
Badan kedua kesatria itu bergetar mundur masing-masing satu langkah. Keduanya menunjukan wajah keheranan. Sesaat kemudian, keduanya berusaha memperbaiki kuda-kuda kakinya yang tadi sempat terhunyung. Paselingsingan kembali mengeluarkan serangan. Kali ini, serangannya diikuti dengan loncatan ke atas hampir setengah tinggi pohon jati. Dari tanggannya keluar sinar berwarna merah yang kilaunya juga membakar daun-daun kering yang terjatuh berserak di tanah.
Bersambung…











