ajibpol
SASTRAKITA

Pengikut Pangeran Benowo

Pulang kerja, Dewi Cahnem melihat aplop terbuka dan tergeletak di meja ruang tamu.

Diambil dan dibaca. Berisi Surat Panggilan dari Polsek setempat. Dewi Cahnem tersenyum pahit, sebab baru kali ini diduga melakukan pencemaran nama baik terhadap pejabat bank di kotanya.

Pekerjaan yang dilakukan selama tiga tahun mendampingi nasabah pailit dan aman-aman saja, mendadak ada Surat Panggilan. Sebenarnya tak ada masalah, problemnya bahwa surat ini yang akan jadi pemicu emaknya marah-marah dan mengusir dari rumahnya. Meski emaknya menyadari kalau Dewi Cahnem bukan anak kecil lagi bahkan sudah menyandang gelar sarjana perdata dari perguruan tinggi negeri yang terkenal di Jawa Tengah.

Dewi Cahnem bergegas ke kamar mandi, tentu sudah mengganti pakaian kerja dengan pakaian harian.

Selesai mandi, masuk kamar sekedar berkaca, rambutnya berantakan atau tidak. Beberapa menit kemudian mendengar namanya dipanggil emak dari ruang tamu.

Dewi Cahnem buru-buru keluar kamar dengan segala ketakutan, takut bahwa surat panggilan ini yang akan jadi pemicu pengusiran dari rumah untuk yang kesekian kali.

Baca Juga :  HB Jassin ; Ijtihad Paus Sastra

Semua tuduhan tolol, perawan tidak laku, hanya anak angkat, masuk ke teling kanan dan berusaha membuang lewat telinga kiri akan tetapi gagal bahkan masuk ke dalam batinya yang makin koyak kemudian merayap ke kelopak mata yang indah. Bertahan untuk tidak melelehkan airmata.

Dewi Cahnem masih berusaha untuk tidak menangis apalagi menjawab semua kalimat yang disampaikan emaknya. Apalagi yang disampaikan dengan marah itu kalimat-kalimat kebenaran yang sama sejak puluhan tahun silam. Dewi Cahbem hanya menunduk menahan pedih.

Sampai emaknya lelah dan menangis sendiri lalu masuk kamar tidur dengan meninggalkan berbagai sumpah-serapah.

Dewi Cahnem menghela napas. Meskipun kalimat amarah itu hampir ribuan kali disampaikan tapi seiring jalanya waktu, bukan menambah kebal telinga, tetapi mengikis batinya yang compang-camping.

Dewi Cahnem menuntun motor keluar rumah dan menuju ke Warung Sri Rejeki di perempatan desa. Dari sekian kalimat yang masih menyisa dalam pikiranya adalah kalimat ‘anak angkat’ seperti kebenaran yang selama setahun ini dilakukan penyelidikan lewat tetangga yang dipercaya, dirinya memang anak angkat.

Baca Juga :  Puisi Karya Rustono

(Bersambung)

 

Oleh: Kustajianto

Artikel Lainnya